Malam itu Arana sudah menyiapkan beberapa keperluannya yang akan dia bawa ke Bandung. Mamanya juga ikut membantu tidak ada pembicaraan yang berarti antara kedua orang itu.
"Kamu besok apa perlu diantar ayah ke kampus, Ra?" tanya wanita paruh baya itu.
"Tidak perlu, Ma, aku besok dijemput sama Tia dan kita diantar oleh kakak Tia ke kampus." Ara memasukkan beberapa bajunya ke dalam tas ransel berukuran sedang berwarna ungu.
"Oh! ya sudah, nanti kalau sudah sampai sana kamu harus menghubungi mama ya, Ra!"
"Iya, Ma pasti." Dia menutup tas ranselnya dan meletakkan di sudut ranjang tempat tidurnya.
Mama Arana beranjak dari sana dan menutup pintu kamar Arana, membiarkan putri semata wayangnya itu agar bisa beristirahat karena besok pagi-pagi sekali dia akan berangkat ke Bandung acara Study Tour yang diadakan kampusnya.
"Aku mau menghubungi Fabio dulu." Arana mencari di mana keberadaan ponselnya. Dia membuka bantalnya dan ternyata benar ponsel Ara berada di bawah bantal tidurnya.
Tut...
Tut...
Tut...
"Fabio ke mana, Ya? kenapa dari kemarin dia tidak bisa dihubungi, tidak biasanya dia seperti ini? Apa dia benar-benar sibuk di sana?" banyak tanda tanya di dalam pikiran Arana. Dia meletakkan ponselnya dan memilih untuk memejamkan matanya saja.
Sinar matahari pagi ini menelungsup melalui cela tirai kamar Arana. "Nak, bangun! kamu bukannya hari ini mau ke Bandung, ini sudah jam 6 pagi." Ada tangan yang menggoyang-goyangkan tubuh Arana.
"Iya, Ma bentar lagi ya! aku masih mengantuk." Arana malah menaikkan selimutnya menutupi kepalanya.
"Ya sudah mama bilang pada Tia supaya berangkat saja dulu dan bilang kamu gak jadi ikut."
Seketika Arana terperanjat dan bangun dari tempat tidurnya. "Ya Ampun aku lupa, Ma!" Arans dengan cepat ngacir masuk ke dalam kamar mandinya.
Tlilit...
Tlilit...
Suara ponsel Arana berdering. Mama Arana melihat ke dalam layar ponsel di sana ada nama Fabio dan ada gambar Fabio dengan Arana. "Fabio!" mama Arana tidak menjawab hanya melihat dan meletakkannya kembali.
Setelah beberapa menit Arana keluar dari dalam kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Setelah celana jeans berwarna biru dengan atasan kaos polos berwarna hitam Arana mengeringkan rambutnya dan menyisirnya rapi.
"Ara, tadi ada Fabio menghubungi kamu," ucap mama Arin pada Arana yang sedang memoles pelembab pada wajahnya.
"Fabio!" dengan cepat Arana mengambil ponselnya dan menekan nomor kekasihnya itu.
"Halo, sayang," ucapnya cepat.
"Hay, Ara! ada apa kamu kemarin menghubungi ku?" tanya-nya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Kamu masih tidur, Ya? maaf di sana masih malam hari, Ya?" tanya Ara.
Mama Ara hanya melihat dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan, walaupun mama Ara tidak menyukai Fabio. Namun, mama Ara tidak mau terang-terangan menentang hubungan putrinya itu. Dia berusaha bersikap bijaksana dia percaya putrinya itu bisa menentukan jalan hidupnya dia percaya pada Arana.
"Aku dari 2 hari yang lalu menghubungi kamu, Sayang, tapi sepertinya kamu sibuk sekali sampai lupa tidak menghubungi aku!" ucap Arana manja.
"Maaf ya, Sayang! aku benar-benar sibuk ini saja seharian aku menyelesaikan pekerjaanku supaya bulan depan aku bisa pulang dan bertemu dengan kamu," jelas Fabio.
"Iya, aku juga kangen sama kamu, Sayang! eh aku hari ini mau berangkat ke Bandung. Aku sudah pernah ceritakan sama kamu?"
"Iya, hati-hati ya! jaga hati kamu buat aku, karena aku dengar di sana cowoknya tampan-tampan aku kan takut, Sayang!" ucap manja Fabio.
"Hem ... kamu gak percaya sama aku, Sayang? aku itu gak tertarik walaupun dewa yunani yang ada di depanku, aku maunya cuma setia sama kamu!"
"Fabio ..!"
"Sayang, itu suara siapa?" Arana seketika mendengar ada suara seorang wanita memanggil nama Fabio.
"Maaf ya, Ara! itu suara saudara sepupu aku yang menginap di rumahku karena mommynya pergi ke Paris. Nanti aku hubungi kamu lagi, bye Ara!" dengan cepat panggilan telepon Ara di putus oleh Fabio.
"Saudara sepupu?" Arana berpikir sejenak.
"Nak, Tia sudah datang, cepat turun!" seru mama Arana yang memanggil Arana dari lantai bawah.
Ara mengambil tas ranselnya yang semalam sudah dia siapkan. Dia dengan cepat menenteng di punggungnya dan berlari turun ke bawah. Rupanya Tia sudah menunggunya di ruang tamu dengan kakak perempuannya.
"Mama, ayah aku pergi dulu, Ya!" Arana mengecup punggung tangan ayah dan mamanya bergantian, Tia dan kakaknya juga berpamitan pada orang tua Arana.
***
Setelah menempuh perjalannan yang cukup jauh dan melelahkan mereka sampai di sebuah hotel. Arana satu kamar dengan Tia sahabatnya mereka langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk berselimut putih.
"Capek ya, Ra! kita mandi langsung tidur yuk!" ajak Tia.
"Tapi, aku lapar, Tia! kita gak cari makan dulu apa?" ucapnya lirih dengan sisa kekuatan yang masih ada.
"Kamu cari sendiri saja, Ra aku beneran mau tidur saja, semalam aku juga gak tidur karena diajakin kakakku main ular tangga!" Mata Tia sudah terpejam.
Dengan sisa kekuatan yang ada Ara bangkit dan dia berjalan menuju pintu kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya berjalan perlahan-lahan mencari lift yang tadi dia naiki dengan Tia. Setelah ketemu dia menekan tombol dan menunggu lift terbuka.
Ting...
Pintu lift akhirnya terbuka, Arana masuk. Namun, tiba-tiba tubuhnya di tabrak oleh seseorang yang juga ikut masuk bersamanya.
"Auw ... sakit! gak lihat ya?" seru Arana kesal sambil memegangi lengan tangannya.
"Maaf."
Mata Arana membulat ketika melihat sosok yang ada di depannya. "Vampire!" celetuknya dengan nada meninggi, Arana dengan cepat menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Vampire? siapa yang kamu maksud?" mata Harajuna menatap tajam pada Arana.
Arana hanya terdiam dengan tangan yang masih menutup mulutnya. Harajuna berjalan perlahan mendekat ke arah Arana, Arana yang merasa pria di depannya semakin mendekat dia melangkah selangkah demi selangkah ke belakang sampai pada akhirnya punggungnya menempel pada dinding lift, dia tidak ada lagi tempat untuk mundur.
"Kamu mau apa?" Arana membuka mulutnya, kedua pasang mata itu saling menatap lekat.
Arana mengerjapkan matanya beberapa kali dia baru sadar jika pria di depannya itu memiliki manik mata yang indah berwarna hijau.
"Mata kamu."
"Blueberry." ucap singkat Harajuna.
"Apa maksud kamu?" tanya Arana cepat mendengar apa yang diucapkan Harajuna barusan.
Harajuna mundur dan berbalik badan menunggu pintu lift terbuka. Arana yang kesal selalu di buat menggantung oleh sikap Harajuna itu memberanikan dirinya berdiri di hadapan Harajuna.
"Dengar ya, Vampir! kenapa kamu bersikap seolah-olah aku ini kadang tidak ada, aku ini manusia nyata," seru Ara mengeluarkan kekesalannya pada Harajuna yang malah berdiri dengan santainya seolah-olah memang Arana tidak ada di depannya.
Ting...
Pintu lift terbuka Harajuna berjalan melewati Arana dengan kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana hitamnya.
Keselll, kan? author ya kesel nich sama Harajuna. Pengen author peluk wakakak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Mien Mey
oke thor aku betah..
2021-06-10
1
Imas
bikin ketauan dlu pabionya selingkh
2021-06-02
1
Heny Ekawati
kayakx fabio elingkuh deh
2021-06-02
2