Ketika Benci Berubah Manis
Gadis cantik bertubuh mungil itu menenteng tas berbahan katunnya dan di selempangkan di pundak sebelah kanannya, dia sudah rapi dengan kemeja putih monalisnya dengan motif daun-daun hijau pupus dipadu setelan celana baggy pants berwarna hitam serta sepatu kets putih dia sudah siap untuk berangkat ke kampusnya.
"Ara!" suara wanita paruh baya dengan paras cantik mirip dengan Arana itu duduk satu meja makan dengan Arana.
"Iya, Ma ada apa?" sahutnya sambil menuangkan air putih di gelasnya dan meminumnya setengah gelas.
"Kamu jadi ikut dalam acara study tour ke Bandung, Nak?" wanita itu menatap pada Ara.
"Jadi, Ma. Aku juga sudah bilang sama Fabio kalau aku mau ikut study tour ke Bandung dalam beberapa hari."
"Lalu, bagaimana dengan tanggapan Fabio pacar kamu itu?" tanya wanita paruh baya yang dipanggil Arana mama itu, dia meletakkan sendok makannya.
"Dia mengizinkan aku kok, Ma, lagian dia kan masih bulan depan datang dari Belanda, jadi sebelum dia datang aku bisa ikut study tour dulu, aku juga ingin berkumpul bersama teman-teman aku sebelum nantinya kita lulus dan berpisah karena bakal sibuk dengan kerjaan masing-masing."
Wanita paruh baya itu menghela napasnya pelan. "Sebentar lagi kamu akan lulus kuliah, Sayang! dan setelah itu kamu serius mau menikah dengan Fabio?" wajah wanita paruh baya itu sedikit mendekat ke arah Ara. Dia ingin memastikan apa putrinya akan menerima lamaran Fabio yang hampir 2 tahun menjalin hubungan dengan Arana.
"Ma, aku sudah bilang kalau aku akan menikah dengan Fabio. Dia sangat mencintaiku begitupun aku juga sangat mencintainya," jelasnya.
"Tapi, sayang--."
"Ma!" Ara memutus seketika perkataan mamanya, dia tau kalau dari dulu mamanya itu tidak terlalu suka dengan Fabio kekasihnya yang seorang keturunan Sunda-Belanda itu.
"Aku sudah dewasa, Ma! aku bisa menentukan hidupku. Fabio lelaki yang baik, dia sangat sayang denganku jadi mama tidak perlu khawatir."
"Tapi kenapa mama tidak yakin dia lelaki yang baik, Ara!" cela mamanya seketika.
Ara beranjak dari tempat duduknya dan mengambil tas nya dia berjalan mengitari meja makan. "Ma, aku berangkat dulu ya!" dengan helaan napas pelan tangan mama Arana diangkat dan dikecup punggung tangannya oleh Arana
"Bye, Ma!" ucapnya sambil berlari kecil keluar dia mengambil motor bebek yang sudah berada di depan teras rumah.
***
Di sebuah gedung pencakar langit yang sangat tinggi, berdiri seorang pria dengan setelan jas hitam dan dasi berwarna navy di depan jendela kaca besar ruangannya, dia sedang melihat keadaan di luar gedung dari lantai atas.
Tok...Tok...
Ketukan beberapa kali terdengar dari luar pintu. Namun, si pria itu tidak menanggapinya, dia masih terdiam dengan gagahnya melihat ke arah luar jendela kaca.
Ceklek ...
"Juna!" suara dari luar yang tiba-tiba menyelonong masuk karena dari tadi dia mengetuk pintu, tapi tidak ditanggapi pria itu.
Harajuna Atmaja, pria berusia sekitar 30 tahun, single, bahkan tidak pernah tersentuh oleh wanita karena sifat dinginnya dan pelit bicara. Dia hanya akan berbicara seperlunya. Pria dengan paras bak dewa Yunani dan mata Elang yang sanggup membuat para wanita bertekuk lutut di depannya itu adalah putra pertama dari keluarga Bagaskara Atmaja.
Harajuna Atmaja seorang CEO di sebuah perusahaan ternama dibidang ekspor- impor ini terkenal pandai dan kejam di dunia bisnis. Tidak hanya itu dia juga lihai dalam membaca situasi. Tak ayal semua bisnisnya berjalan dengan baik bahkan sempurna.
"Kamu mikirin apa lagi sih, Bos?" celetuk tiba-tiba seorang pria dengan postur tubuh kurus. Namun, memiliki tinggi badan yang hampir sama dengan Harajuna yaitu 180 cm.
"Ada apa, Tom?" tanya Juna singkat masih dengan posisi berdirinya tanpa melihat pada pria yang sudah duduk seenaknya di kursi tepat depan meja utama milik Harajuna.
"Huft ...! kamu itu kenapa tidak mengangkat panggilan dari Lorena. Dia itu dari tadi menghubungi ponsel kamu, tapi kenapa kamu tidak angkat, Bos?" ucapnya sedikit kesal.
"Aku tidak peduli. Kamu urus saja urusan itu." Sekarang pria itu menolehkan kepalanya pada Tommy sahabat sekaligus sekertaris pribadinya yang suka menyeletuk seenaknya itu.
"Mana kunci mobilku, Tom?" tanyanya singkat sambil menjulurkan tangannya meminta kunci mobil miliknya.
"Lah kamu mau ke mana, Bos? nanti Lorena mau ke sini kenapa kamu malah mau pergi?" Tommy mukanya berkerut bingung.
"Kunciku, Tom!" ucapnya terdengar tegas.
Tommy berdiri dan tangannya merogoh kantong celananya dia mengeluarkan kunci mobil milik Harajuna dan memberikan kepada Harajuna. "Bos, jangan membuat aku mendapat masalah! kamu tau kan bagaimana gadismu itu si Lorena." Tommy memutar bola matanya jengah.
"Urus saja dia sebisa kamu, dan jangan lupa, lusa aku akan pergi ke Bandung untuk memantau perkembangan bisnisku di sana." ucapnya tegas dan dia berjalan menuju pintu keluar ruangannya.
"Beres, sudah aku siapkan semuanya." Teriak Tommy. "Ih ...! kenapa dia malah pergi?" umpatnya kesal. "Lalu bagaimana dengan si cantik nan sexy Lorena itu?" Tommy berpikir sebentar dan akhirnya di memilik ide.
"Aku ajak saja dia makan siang di restoran depan kantor, dan bilang jika Juna yang mengajaknya menyuruh Lorena menunggu di sana." tertarik senyuman devil di sudut bibir Tommy.
Harajuna turun ke basement dan menuju mobil Range Rouver berwarna hitam pekat miliknya. Dengan cepat dia masuk dan mengendarai mobil itu melaju keluar gedung perkantorannya memecah jalanan yang kebetulan siang hari itu tidak terlalu ramai. Beberapa menit kemudian dia berhenti di sebuah cafe yang tidak terlalu besar, tapi tempatnya sangat cozy.
"Siang, Pak!" suara pria dengan setelah dan jaket hitam yang kelihatannnya sudah menunggunya dari tadi.
"Bagaimana? apa kamu sudah dapat informasi yang aku butuhkan ?" ucapnya dengan duduk bersandar di kursi cafe tersebut.
"Maaf, Pak! aku belum dapat Informasi, terakhir yang aku dengar dia dan keluarganya pindah dari kota ini dan tinggal di luar negeri, aku masih belum mendapatkan informasi lainnya.
"Shit ...! umpatnya kesal. "Cari lagi dia, dan aku menginginkan informasi tentang dia." Mata elang Harajuna menatap tajam pada si pria yang diduga adalah orang suruhannya yang sedang ditugaskan untuk mencari seseorang.
"Tenang saja, Pak! saya akan segera menemukan informasi tentang dia. Ini juga masih beberapa hari, dan orang yang anda inginkan juga bukan orang biasa, Pak, jadi saya sedikit menemui kesulitan."
"Huft ...!" Juna menghela napasnya pelan. Dia meneguk segelas orange jus yang sudah dipesankan pria berjaket hitam itu.
"Baiklah! lakukan tugas kamu, dan aku ingin kabar tentang dia segera," ucapnya tegas.
"Baik, Pak!" pria itu berdiri dan meminta izin pergi dari sana, Juna hanya memberi anggukan dan si pria itu menghilang dari hadapan Harajuna. Harajuna masih duduk terdiam di sana.
"Permisi ...!" suara seseorang menyadarkan lamunan Harajuna, dia menoleh ke asal suara itu. Berdiri seorang gadis cantik dengan buku di tangannya.
"Maaf, apa aku boleh duduk di sini?" tanyanya.
Harajuna melihat tajam pada gadis itu. "Memangnya tidak ada tempat lain?" ucapnya ketus.
"Tidak ada, lihat saja! semua meja penuh dan hanya di meja kamu tersisa 1 kursi." Tiba-tiba gadis itu duduk di sana. Seketika membuat mata Harajuna membelalak lebar.
"Kamu --."
"Terima kasih ya! aku lapar dan cacing di dalam perutku sudah pada demo meminta di beri makan." Gadis itu melambaikan tangannya memanggil pelayan di cafe itu.
"Emm ... kak aku mau nasi goreng spesial dengan telur mata sapi yang matang ya, sama jus alpukat 1, jumbo ya, terima kasih." Gadis itu tersenyum senang seolah dia tidak sadar bahwa di depannya muka Harajuna berkerut kesal.
Harajuna tidak banyak bicara, dia hanya memperhatikan sesekali gadis yang ada di depannya itu. Gadis itu sibuk dengan buku di depannya, dia sepertinya sedang mengerjakan tugasnya di sana. "Ih ... kenapa malah mendapat pekerjaan rumah yang susah seperti ini?" gerutunya kesal dengan pensil yang digigit di mulutnya, gadis itu terlihat sedang berpikir.
"Stupid!"
Gadis itu seketika melongo melihat kearah Harajuna yang dengan santai meminum sedikit demi sedikit orange jusnya. "Apa kamu bilang? kamu bilang aku bodoh?" ucapnya cepat.
"Iya." ucap Harajuna santai.
"Apa maksud kamu? kita saja tidak kenal, kenapa menghina orang seenaknya!" tiba-tiba gadis itu marah pada Harajuna.
Dengan cepat Harajuna mengambil pensil yang digigit oleh gadis itu, mata gadis itu mengerjap beberap kali melihat Harajuna. Harajuna mengambil buku dan membaca apa yang dari tadi gadis itu sibuk pikirkan. Tangan Harajuna dengan cepat menulis pada buku gadis itu.
"Selesai."
Dia meletakkan pensil dan melihat ke arah gadis itu, sekali lagi gadis itu mengerjapkan matanya dan kemudian melihat ke dalam bukunya. Mata nya membulat ternyata pria di depannya itu menuliskan jawaban yang dirasa jawaban yang benar.
"Kamu dulu mahasiswa dengan IP tertinggi ya?" celetuknya dan tidak ditanggapi oleh Harajuna dia malah dengan cepat menghabiskan orange jus di gelasnya.
"Namaku, Arana!" Arana mengulurkan tangannya mengajak Harajuna berkenalan.
Harajuna tidak meyambut uluran tangan Arana, dia malah beranjak dari kursinya dan berjalan pergi ke arah meja kasir untuk membayar minuman miliknya.
"Dasar vampir!" umpat pelan Arana yang tidak mendapat respon baik dari Harajuna.
"Ternyata ada orang sedingin es seperti dia!" lagi-lagi Arana belum puas menggerutu kesal.
Arana melihat Harajuna keluar dari cafe itu dia berjalan menuju mobil Range Rouver miliknya dan menghilang dari pandangan Arana yang bisa melihat suasana luar melalui kaca jendela yang tepat di depannya.
"Ini kak pesanannya!" suara pelayan cafe itu memberikan sepiring nasi goreng dan ada telur mata sapi matang di atasnya, serta segelas jumbo jus alpukat.
"Terima kasih, Ya!" ucap Ara pada pelayan itu. setelah melihat pelayan itu pergi dengan cepat Ara mengambil sendok dan segera menyantap nasi goreng yang memang dari tadi dia tunggu karena perutnya sangat lapar, dan ditambah kesal dengan sikap Harajuna tadi.
Setelah beberapa jam Ara duduk di sana sembari menunggu menghabiskan jus jumbo alpukatnya itu, dia sedang berpikir kenapa dari kemarin Fabio kekasihnya tidak menghubunginya. "Ah sudahlah nanti malam saja aku hubungi dia, siapa tau dia memang sedang sibuk dengan pekerjaannya."
"Berapa Kak, bill yang harus aku bayar?" tanya Ara yang sekarang berdiri di depan meja kasir cafe itu.
"Sudah dibayar, Kak!"
"Lah! serius, Kak?" tanyanya cepat raut wajah Ara tampak bingung.
"Iya, pacar kakak tadi yang duduk sama kakak yang sudah membayarnya," jelas pegawai cafe itu.
"Pacar?" Ara teringat dengan si pria yang sudah mengerjakan tugasnya itu.
"Si vampir itu!" ucapnya lirih. "Ya sudah kalau begitu, terima kasih, Ya." Ara berjalan keluar mengambil motornya dan pergi dari sana
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Dhie
🤭🤭🤭😏😏😏
2021-08-24
0
Mien Mey
mulai suka nih
2021-06-10
1
Juni Ana
vampir tapi ganteng yaa😀aqu mampir thor....
2021-06-05
1