Ditengah gerimis salju yang menghalangi pandangan, Seung Ho menyimpan DSLR-nya ke dalam ransel lalu melanjutkan langkahnya. Sekarang waktunya menikmati suasana Namsan seperti seekor burung. Ia ingin menikmati secangkir kopi di salah satu restauran favoritnya.
Baru ingin menjejakkan kakinya ke teras sebuah kafe, Seung Ho merasa kakinya menginjak sesuatu sehingga ia refleks menunduk dan mendapati benda kecil di bawah kakinya. Sebuah amigurumi berbentuk kepala kelinci yang berwarna biru. Sangat lucu. Seung Ho meliarkan pandangannya untuk mencari si pemilik yang tidak sengaja menjatuhkannya. Sejurus kemudian kedua matanya menangkap seorang gadis bermantel merah yang baru saja membuka pintu kaca kafe dan entah bisikan dari mana Seung Ho menyusul gadis itu.
"Jeogiyo (permisi), apa barang ini milikmu? Barang ini terjatuh tadi." Kata Seung Ho sambil menunjukkan amigurumi yang tadi ia temukan.
Gadis itu menoleh lalu terkesiap melihat benda mungil di tangan Seung Ho. "Aigo ...! Gamsahamnida!" gadis itu membungkukkan tubuhnya, meminta maaf.
"Ah!" Seung Ho mendesah. "Gwaenchanayo,"
Amigurumi itu kini sudah berpindah tangan ke pemiliknya, gadis dengan rambut hitam sebahu dan bermata besar—setidaknya untuk ukuran orang Korea.
"Terima kasih," Gadis itu berhenti karena tidak tahu nama laki-laki yang telah menemukan gantungan tasnya.
"Joseonghamnida, aku menginjaknya tadi." Seung Ho menggigit ujung bibirnya sebagai tanda penyesalannya.
"Tidak apa-apa. Kau tidak sengaja kan?" gadis itu malah tersenyum, bukannya mengeluh karena kepala boneka mungilnya itu sedikit berubah bentuk "Mau ke dalam juga?" gadis itu menunjuk ke arah restauran.
Seung Ho hanya mengangguk lalu mendahului gadis itu untuk membuka pintu. Bahasa tubuh keduanya terlihat sepakat datang bersama lalu memilih tempat duduk yang sama. Tidak ada obrolan melainkan saling diam hingga pramusaji menyatat segelas peppermint tea dan segelas cokelat panas lalu pergi dari meja mereka keduanya baru saling melempar kalimat pembuka, perkenalan lalu mengobrol layaknya dua orang bersahabat.
"Jadi kau ini reporter Morning News di stasiun TV ternama itu? Hebat sekali...!" puji gadis bernama Eun So itu. Baru saja mereka bertukar cerita tentang dirinya, profesinya dan apa saja yang menjadi kesukaan mereka.
"Belum sehebat yang kaubayangkan karena aku masih seorang asisten reporter, belum menjadi reporter sungguhan." Sangkal Seung Ho seraya menyesap cokelat hangatnya. "dan kausendiri? Kauakan tinggal di mana selama liburan ke Seoul?"
Senyum gadis itu memudar dan berubah menjadi cemberut yang berhasil membuat Seung Ho keheranan. "Aku baru saja tiba dan belum berpikir sampai sana." Dan senyumnya kembali mengembang.
Baru beberapa jam berkenalan Seung Ho sudah bisa memastikan bahwa gadis di hadapannya kini mudah sekali mengubah ekspresi wajahnya.
"Yang benar saja..." desis Seung Ho tak percaya bahwa Eun So seceroboh itu. Bagaimana mungkin berada di kota besar seperti Seoul belum punya rencana akan tinggal di mana?
"Kupikir aku bisa sekalian mencarinya ketika sampai. Apa kaupunya rekomendasi?"
Mendengar sahutan enteng dari Eun So, Seung Ho hanya menggeleng kepala. "Nona, kautidak bisa semudah itu memintaku merekomendasikan suatu penginapan untukmu."
"Kenapa memangnya?" sepasang matanya membola.
"Karena aku tidak bekerja di jasa penginapan. Aku tidak punya rekomendasi apapun untukmu."
Eun So berdecak lidah. "Kupikir kau ini warga Seoul yang ramah pada turis lokal. Baiklah, aku akan mencarinya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu sama sekali." Terlihat wajahnya yang berubah menjadi sangat kesal.
Sedangkan Seung Ho hanya tertawa kecil melihat ekspresi gadis itu. "Baiklah... baiklah...! Aku hanya bercanda." Seung Ho menyeringai. "Aku akan membantumu setelah cokelat panasku habis."
Sebentuk senyum pun menghiasi wajah pucat Eun So. Gadis itu memang mudah sekali mengubah ekspresi wajahnya.
"Punyaku sudah tidak panas lagi." celetuknya seraya menyesap dan menghabiskan cokelat panasnya—yang sudah tidak panas lagi.
**
Seung Ho dapat mencium aroma peppermint menyeruak di kedua lubang hidungnya ketika Eun So berjalan di sebelahnya. Ya, setelah percakapan di restauran tadi, Seung Ho langsung mengajak Eun So ke sebuah penginapan yang terdekat sehingga mereka hanya berjalan kaki saja.
"Sekali lagi, aku sangat berterima kasih kaumau kurepotkan untuk mencarikan penginapan termurah, Seung Ho-ssi," ucap Eun So.
Sekarang keduanya tengah menyusuri trotoar jalan menuju penginapan yang akan ditunjukkan oleh Seung Ho. Sementara Eun So, sama sekali tak protes sedikitpun. Gadis beraroma peppermint itu hanya mengikutinya saja tanpa protes sedikitpun.
"Tidak apa-apa. Sebentar lagi kita akan sampai. Penginapan ini tidak jauh dari Namsan. Kaupasti akan dengan mudah pergi ke Namsan setiap hari,"
Eun So mengukir senyum terbaiknya, "Terima kasih," ucapnya sekali lagi.
Tidak ada obrolan yang terjadi selanjutnya sehingga perjalanan menuju penginapan menjadi sangat jauh sekali. Beberapa kali mereka saling melempar tanya, hanya setelah salah satu menjawabnya, keadaan kembali hening akan suara keduanya. Selebihnya, hanya bunyi langkah dan kendaraan yang berpacu di jalan raya.
"Berbelok sekali lagi maka kita akan sampai," ucap Seung Ho memecahkan keheningan.
Beberapa langkah setelah Seung Ho mengucapkan kalimat itu, Eun So dapat menemukan sebuah tikungan beberapa meter di depan mereka. Sebuah gang kecil yang tidak diketahuinya ke mana ujungnya. Namun Eun So begitu memercayai Seung Ho dan mengikuti arah kakinya melangkah.
Eun So mengedarkan pandangannya ke sekeliling, berusaha menemukan hal baru. Namun yang ditemukan bukanlah sesuatu yang diharapkan. Eun So membelalak ketika menyadari kehadiran pria-pria mengenakan jas formal beberapa meter di depannya. Eun So mulai panik dan tidak menemukan ide.
Ia berpikir, jika ia berlari seketika itu juga, dua orang yang ia lihat tadi akan menjadi curiga dan dapat memergokinya. Dan yang terlintas di dalam pikirannya hanyalah mencari dinding untuk ditatapnya—dengan membelakangi trotoar, Eun So berharap kedua pria berjas hitam itu tidak menyadari keberadaannya.
"Hey, apa yang terjadi?" Seung Ho kebingungan dengan tingkah gadis yang beberapa jam lalu baru dikenalnya ini. Gadis itu tiba-tiba menghilang dari sisinya dan berdiri menatap dinding sebuah pertokoan souvenir.
Eun So berbalik dan menarik tubuhnya, "Tolong, lindungi aku. Berdirilah di depanku. Pelase...!" gadis itu tampak gelisah.
"Memangnya kenapa?" Seung Ho mengernyit. "Ada apa?"
"Please—" Eun So melongokkan kepalanya dan langsung terbelalak ketika menangkap orang-orang yang ditakutinya semakin dekat.
"Hey—ada—" Seung Ho tak sempat melanjutkan karena Eun So sudah membuatnya terkesiap dengan menarik lehernya dan mengadu bibir mereka secara kilat. Gadis itu telah memberikan sensasi peppermint di bibirnya.
Lima belas menit telah berlalu, dan bibir mereka masih saling menempel. Eun So membuka matanya perlahan-lahan, dan langsung melepaskan dirinya dari Seung Ho ketika memergoki laki-laki itu terpaku karena pertahanannya.
"Maaf—" keduanya menjadi salah tingkah.
Eun So kemudian mengedarkan pandangannya lalu mengembuskan napas lega.
**
Seung Ho baru saja menyelesaikan sarapan paginya yang sangat sederhana. Semangkuk Dakjuk—sup bubur ayam—hasil olahan sendiri. Seung Ho bukanlah tipe pria mandiri yang bisa memasak banyak menu, sehingga Dakjuk merupakan menu paling spesial yang pernah dibuatnya—selain Ramyoen. Sekitar satu jam lagi Seung Ho harus sampai di kantornya untuk menemani salah satu reporter stasiun TV tempatnya bekerja. Menjadi asisten reporter—yang kerjanya mengangkat, memindahkan kamera atau beberapa pekerjaan sepele lainnya dalam lokasi liputan—selama beberapa bulan ini menjadi salah satu pekerjaan yang menyenangkan untuknya. Ia tidak akan pernah mengeluh sebelum impiannya menjadi reporter sungguhan benar-benar tercapai. Baginya, menyenangkan sekali membangun sesuatu dari bawah, sehingga ketika nanti ia sudah berada pada puncaknya ia akan mengenang kerja kerasnya itu dengan senyuman bangga.
Begitu membuka pintu, Seung Ho dikagetkan oleh penampakan seorang gadis bermantel merah di teras rumahnya.
"Eih, siapa dia?" desahnya yang tidak bisa begitu saja mengacuhkan orang asing memasuki kawasannya.
Gadis itu terlihat sedang tertidur dengan posisi duduk di atas kursi kayu sambil memeluk lututnya. Seung Ho segera mendatangi gadis itu lalu memerhatikan dengan saksama. Meskipun separuh wajah gadis itu tertutup hoody, Seung Ho bisa mengenali gadis itu. Seung Ho bertambah shock ketika benar-benar yakin bahwa gadis itu adalah gadis yang bersamanya tadi malam. Gadis yang membuatnya sulit melupakan aroma peppermint di bibirnya.
"Jung Eun So???" Seung Ho hampir tidak memercayai apa yang ia lihat. Seingatnya gadis itu sudah ia antar sampai penginapan yang akan dihuninta. Lalu bagaimana bisa gadis itu tertidur nyenyak di teras rumahnya? Bagaimana kalau para tetangga tau?
"Nona... Nona Jung...!" Tangan Seung Ho menyentuh bahu kiri gadis itu, menggoyang-goyangkan tubuh Eun So agar gadis itu segera bangun. "Nona Jung..." ternyata Eun So sulit sekali dibangunkan.
Beberapa detik kemudian, Eun So terlihat menggerakkan kepalanya pelan. Tak lama setelahnya wajahnya yang polos mendongak disertai tangannya yang terentang dan mulutnya yang terbuka lebar—menguap. Gadis itu terbangun dari mimpinya yang entah apakah itu indah atau malah buruk. Matanya yang besar mengerjap-ngerjap berulang kali sampai ia benar-benar mendapatkan pandangan yang jelas.
"Eih, Seung Ho-ssi...!" sapanya tanpa dosa.
Yang membuat Seung Ho begitu keheranan, bagaimana bisa gadis itu tidur dengan nyenyak di atas kursi dan bangun dengan perasaan puas seperti yang ia lihat sekarang. Apakah itu tidak menyiksa tubuhnya?
"Seung Ho—ssi, kau rapi sekali. Sudah mau berangkat kerja ya?" tanyanya santai. Ia tidak tahu apakah laki-laki di hadapannya kini senang atau tidak melihatnya sepagi ini.
"Apa semalam kaumengikutiku?" hardik Seung Ho tanpa perlu basa-basi. Ia harus tahu alasan perempuan ini berada di teras rumahnya dengan kondisi mencengangkan. Tertidur pulas.
Eun So menelan ludah. Ia terdiam dan seperti tidak ingin menjawab pertanyaan Seung Ho barusan.
"Bukannya semalam kausudah kuantar ke penginapan yang lebih nyaman dari teras rumahku?!" ujar Seung Ho bernada sindiran.
Eun So masih mengunci rapat mulutnya ketika Seung Ho mulai menyerbunya dengan berbagai pertanyaan yang bernada sindiran. Gadis itu sama sekali tidak punya jawaban secepat Seung Ho bertanya padanya.
"Nona Jung...," Seung Ho melipat kedua tangannya di dada namun pandangannya semakin lama semakin sinis. "Sekarang apa kaubisa menjawab semua pertanyaanku dengan cepat?"
"Aku... aku..."
Seung Ho masih berdiri tegak di hadapan gadis itu. Matanya yang dihalangi kacamata sesekali melirik jam tangannya.
"Aku tidak mau tinggal di penginapan, Seung Ho-ssi...!" Eun So masih menyembunyikan wajahnya dari tatapan Seung Ho yang kian lama kian sinis. Bahkan ia tidak yakin kalau Seung Ho yang ada di depannya sekarang adalah Seung Ho yang mengembalikan amigurumi-nya tadi malam.
"Tapi tidur di teras rumahku bukan pilihan yang bijak, Nona Jung!"
"Aku memang tidak punya pilihan, Seung Ho-ssi..." Eun So berkata lirih.
Seung Ho mencebik ketika mendengar nada yang hampir menangis seperti itu. "Nona Jung, apa kausedang mencoba membuatku kasihan padamu?" tanyanya seraya mengembuskan napas berat.
Refleks Eun So mengangkat wajahnya lalu menggeleng dengan mantap. "Bukan begitu..."
"Lalu?" Seung Ho masih menanti dengan gestur yang sama.
"Aku—aku..." Eun So kembali terbata. Ia memang tidak punya jawaban selain 'tidak ingin berada di penginapan manapun' untuk satu alasan yang tidak bisa ia ceritakan pada orang lain.
"Ssshhh!" Seung Ho mendesis kesal. "Kausudah membuang waktuku." Berada di hadapan Eun So benar-benar menyita waktu yang seharusnya sudah ia gunakan untuk berangkat ke kantor. "Nona Jung, aku sudah terlambat ke kantor. Kuharap setelah aku pulang nanti kausudah berada di penginapan barumu, tapi yang jelas bukan di teras rumahku." katanya penuh penekanan.
Sejurus kemudian Seung Ho memutar tubuhnya lalu pergi meninggalkan Eun So sendirian di teras rumahnya. Sesuai dengan apa yang ia katakan, ia tidak mau tau bagaimana caranya tapi yang terpenting ia ingin gadis itu segera pergi dari rumahnya.
"Seung Ho—ssi... bisakah aku menumpang di rumahmu untuk beberapa hari?" teriak Eun So yang tentu saja membuat langkah Seung Ho terhenti seketika itu juga.
Seung Ho memutar tubuhnya dan menampakkan wajah kesalnya pada gadis mengulum senyum memohon padanya.
"Nona Jung... Kau—ssshhh!" Seung Ho mendesis menahan kesal.
"Beberapa hari saja..." ujarnya seraya mengacungkan dua jarinya yang mirip huruf 'V' pada Seung Ho. "Pleaseee..."
Seung Ho tidak berbicara banyak, tapi langkahnya yang mendekat meyakinkan Eun So bahwa Seung Ho menyanggupi permintaanya.
"Nona Jung, aku tidak punya banyak waktu untukmu karena aku harus.... Kuharap kau..." katanya seraya membuka pintu rumahnya.
"Tidak apa-apa, Seung Ho-ssi. Aku akan beradaptasi sendirian dengan rumahmu." Potong Eun So, berlaku seolah-olah ia tamu istimewa yang sangat diharapkan.
Alih-alih menyangkal setiap kalimat Eun So, Seung Ho malah menatap gadis itu dengan tatapan tak terdefenisikan. Air mukanya datar namun lirikan matanya seolah menusuk.
"Ya..." Seung Ho mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sepertinya kaumemang sudah beradaptasi dengan tidur di kursi." Lanjutnya dengan nada penuh sindiran.
Kedua pipi Eun So memerah menahan malu.
"Silakan masuk!" kata Seung Ho penuh penekanan.
Sepertinya Eun So sedang membiasakan diri dengan semua kalimat-kalimat sarkastis Seung Ho mengingat ia sangat butuh tinggal bersama warga Seoul yang tidak punya hubungan keluarga dengannya.
"Seung Ho-ssi, kautinggal sendiri? Rumah ini cukup besar untukmu, kautahu?" celetuknya sembari meliarkan pandangan ke segala sudut ruangan.
"Sekarang apa rumah ini masih terlalu besar untuk kita?" Seung Ho menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya Seung Ho masih berusaha menyembunyikan kekesalannya lewat kalimat-kalimat sarkastis.
"Seung Ho-ssi, kedengarannya kau tidak suka denganku ya?" wajah gadis itu berubah cemberut.
"Tentu. Aku pasti akan lebih membencimu kalau sampai kaumembuatku terlambat ke kantor." Ucapnya dengan pandangan lekat pada jam tangannya. "Aku harus pergi sekarang!" ujarnya seraya berbalik dan berlari-lari menuju halte.
Eun So menatap kepergian laki-laki itu dengan kening mengernyit. "Lalu... kamarku di mana?" gumamnya ingin protes tapi percuma saja, Seung Ho sudah terlanjur jauh.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
❤️Y_Rha🍒
like lgii.
Jangan lupa mampir kembali di Mantan Terindah
2020-11-13
0