Pertengkaran

Tak lama pesanan pun datang, Tari dengan cekatan mengambil yang dia pesan, aku hanya memperhatikan saja.

"Kamu tadi pesan sama denganku kan Rin?" Rudy juga mulai mengambil pesanannya sendiri. Kali ini menunya selera Nusantara ada sayur asem, ikan kakap goreng sambal dan teman temannya bisikku dalam hati.

Sementara Tari memesan tumis kangkung dan telor balado, kulihat dari menu ini Cafe Selera Nusantara. Cocok sekali. Padahal tak berniat masuk ke cafe ini aku kira hanya untuk minum kopi saja.

"Arin tidak terlalu suka dengan menu di sini, itu mengingatkannya akan terakhir makan malam dengan Dimas ya kan Arin?" Tari berkata lagi. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, Dimas terus yang dia sebut.

"Oh, berarti belum lama ini mereka makan berdua." Rudy melirik kepadaku.

"Ya lumayan lama tapi Arin bilang padaku makan malam dengan Dimas sangat berkesan dan menunya yang dia sangat suka."

Tari menjelaskan pada Rudy.

"Kamu harus mencoba menu yang ku pesan ini Rud, rasanya sangat enak!" Tari lalu mengambil sendok dan hendak mengambilkannya untuk Rudy.

"Tidak usah terima kasih aku tidak suka." Tangan Rudy ke depan mengisyaratkan dia tak mau . Aku tertawa saja dalam hati. Ku lirik Tari yang terasa malu dengan penolakan Rudy.

"Arin, katanya kamu mau bicara sesuatu padaku Apa itu?" Rudy beralih ke arahku, dia mengambil sendok dan menyendokkan secuil dari menu ke piringku.

"Nanti saja, lain kali jika suasana sudah mulai enak." Aku mencibir pada Tari, aku sekarang tahu maksud Tari menyebut nama Dimas terus agar Rudy benci padaku. Taktik kamu ini bikin geli aku seperti anak kecil saja.

"Kalau begitu bagaimana kalau ke rumahku lagi, bunga mawar di belakang rumah sekarang ada yang mekar kata kang Asep." Rudy mengajakku.

"Kamu punya bunga mawar? Aku sangat suka Rud, kapan kamu mengajak aku kerumahmu?" Rudy menoleh kaget dengan pertanyaan Tari .

"Kira kira Kapan, aku tak tahu nanti saja tunggu aku telpon bagaimana? Untuk sekarang aku masih ada pekerjaan yang belum selesai." Dalih Rudy memberi alasan .

Aku tertawa lalu menutup mulutku tapi rasanya melihat Tari di tolak Rudy aku jadi semakin yakin Rudy memang tak suka dengan Tari.

"Gitu dong Rin tertawa sedari tadi kau diam saja seperti orang bisu " Rudy meledekku .

"Eh, Rud bagaimana kesehatanmu sudah baik kan aku tak menyangka waktu terjadi kecelakaan golongan darah kita sama." Tari lalu mengalihkan pembicaraan.

"Ya kamu mendonorkan darahmu untukku, Anita cerita padaku terima kasih yaTari." Rudy tersenyum ke arah Tari, dia lalu mengambil Tissue untuk mengelap tangannya. Tari juga bersemangat membantu Rudy.

"Tidak usah terima kasih aku bisa sendiri!" Ha ha aku tertawa lagi dua kali sudah di tolak. Tari, Tari, masih saja tidak menyerah.

"Dimas kapan pulang Rin?" Rudy berganti topik pembicaraan.

"Kalau dia bilang sebulan itu berarti sekitar satu minggu lagi dia akan pulang, kenapa Rud kamu kangen dengan Dimas?" Gantian aku meledek Rudy.

"Arin, yang kangen itu pasti kamu, masa Rudy, bilang saja kamu malu mengakuinya." Tari memotong pembicaraanku. Aku mulai gerah dengan ucapan Tari.

"Kamu dari tadi Dimas, Dimas tak berhenti menyebut nama dia, jangan jangan kamu terhipnotis dengannya!" Suaraku sinis pada Tari. Rudy menatap Tari tak percaya "Betulkah begitu Tari?"

"Kamu jangan salah sangka padaku dulu aku hanya mengingatkan Arin agar tidak melupakan seseorang di masa lalunya hanya karena ada orang yang baru." Ucapan Tari sangat menyindir padaku.

"Aku mungkin mau pulang saja, tiba tiba perutku terasa tak enak" Dalihku untuk keluar dari tempat itu sebal sekali lihat kelakuan si Tari ini.

"Ya sudah, mungkin menu di sini memang tak cocok untukmu, kamu pulang mau ku antar?" Rudy menawarkan diri.

"Tidak usah aku pesan taxi online saja kamu sendiri bagaimana Tari?" Aku melihat ke arah Tari. Tari malah menatap Rudy .

"Mungkin aku juga tak bisa mengantar, aku baru ingat aku janji dengan seseorang." Lalu Rudy pergi ke kasir untuk membayar.

Kami lalu berpisah di teras cafe . Taxi yang ku tunggu tak lama datang aku dan Tari pun ke dalam, kami kembali hanya berdiam diri.

Sampai di depan rumah kami tetap diam Tari meraih tanganku mencegahku untuk masuk ke dalam. "Arin aku mau bicara?" Pandangan matanya sangat tajam padaku .

"Kenapa kamu tak mau melepas Rudy untukku? Kamu sudah punya Dimas tak cukupkah untukmu?" Suara Tari agak keras.

"Apa kamu tak salah bicara seperti itu padaku? Kamu tahu Rudy hanya mengaggapmu kliennya saja, apa kamu tak lihat perlakuan dia padamu?" Ucapku tak kalah keras. Aku tak mengerti apa yang ada di kepalanya si Tari ini tiba tiba jadi aneh begini.

Tari berpaling dariku "Itu karena kamu tak memberi kesempatan untukku mendekatinya, kamu terus mengganggunya!" Tari menatapku lagi. Dia melangkah ke depanku, kami saling berpandangan.

"Aku punya Dimas atau punya Rudy atau kedua duanya kamu sendiri mau apa?" Akupun tak kalah emosional. Aku memandang Tari sekarang seperti bukan temanku.

"Arin aku minta pengertianmu sedikit saja, jika kamu tak meladeni Rudy dia pasti juga berpaling padak, itu maksudku!" Suara Tari pun penuh emosi.

"Dengan menyudutkan aku depan Rudy begitu, seperti tadi yang kamu lakukan! Itu maumu kan? Kamu membuat cerita seolah oleh aku sedang berpacaran dengan Dimas kamu ingin Rudy menjauh dariku begitu kan maksudmu?" Nada Suaraku sedikit meninggi.

"Kalau itu yang kamu mau Arin, baiklah kita berteman sampai di sini kamu katakan aku seperti saudaramu tapi kamu tak mengerti perasaanku, aku mencintai Rudy Arin, aku sungguh mencintainya!" Lalu Tari pergi menjauh dariku menuju ke dalam rumah.

Gita yang melihat kami di ambang pintu bingung apa yang sudah terjadi di antara kami berdua.

"Kalau kamu ingin memutus pertemanan denganku baiklah, sekarang juga kamu pergi dari rumahku!" Suaraku terdengar cukup keras.

Tari menoleh ke arahku lalu berbalik lagi menuju kamarnya. Aku lalu duduk di kursi ruang tamu, menutup mukaku dengan kedua tanganku. Apa yang sudah terjadi antara aku dan Tari? Cukup lama Tari berada di dalam kamar, dia lalu keluar dan membawa sebuah tas berisi pakaianya.

Ya ampun apa terjadi padaku? Tari sahabatku sejak lama kenapa aku harus terpancing dengan emosinya dia. Tari berhenti di depan Gita yang masih bingung berkata apa.

"Ka Tari mau kemana?" Gita bertanya pada Lestari .

"Aku akan pulang ke rumahku kasusku sudah selesai Git, ucapkan terima kasihku pada ayah dan ibu ya, maafkan jika kaka banyak salah dan seperti orang yang tak tahu diri!" Tari bersalaman dengan Gita, memeluk Gita lalu pergi keluar tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Aku hanya melihat Tari berjalan pergi menggunakan taxi. Aku diam terduduk lemas di atas kursi. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Tari sudah pergi dari rumahku itupun karena aku yang mengusirnya padahal aku tahu dia habis kehilangan ayahnya. Tapi apa mau di kata semua sudah terjadi aku hanya terduduk lesu.

Kutinggalkan Gita yang ingin bertanya padaku, aku sedang tak ingin mengatakan apapun lalu aku beranjak bangun meninggalkan Gita masuk ke dalam kamarku.

Ku benamkan wajahku di atas bantuan lalu aku menangis sekeras kerasnya, aku ingin menumpahkan semua beban kekesalan semuanya sampai tanpa sengaja akupun tertidur.

Ku gerak gerakan mataku terasa perih sekali seseorang masuk ke dalam kamarku, dia lalu membukakan jendela kamar agar sinar matahari ikut masuk, setelah pandanganku bisa ku cerna kulihat ibu berdiri di tepi tempat tidur dia lalu duduk di sebelahku yang masih terbaring.

"Kamu bertengkar dengan Tari Arin? Gita mengatakan pada ibu semalam karena kamu sudah tidur ibu jadi urung menanyakan padamu" Ibu lalu mengusap ngusap punggungku.

"Ya, bu tapi aku sedang tak ingin cerita sekarang mungkin lain waktu" Jawabku pendek. Badanku tetap terbaring membelakangi ibu.

"Terserah kamu mau bercerita pada ibu kapanpun ibu akan menunggu, ibu hanya ingin bilang seorang muslim yang baik tidak boleh mendiamkan saudara muslim lainnya lebih dari tiga hari." Ibu lalu berdiri dan berjalan menuju pintu kamar. "Sarapan sudah ibu buatkan di meja makan semua sudah makan terlebih dahulu tinggal kamu yang belum." Ucap ibu lagi sampai akhirnya aku mendengar ibu menutup pintu kamarku.

Dengan malas aku berusaha bangun, hari apa semalam ? Sudah salah cafe, bertengkar lagi, norak sekali aku ini gumamku lirih lalu aku berjalan menuju ke kamar mandi. Tugas kantorku pasti sudah banyak yang menunggu.

Di kantorpun aku sama sekali tak fokus aku masih memikirkan Tari, bagaimana keadaannya sekarang. perasaan menyesal mulai menggelayut dalam hatiku.

Aku akan mencoba menemui Tari ibuku benar tidak boleh lebih dari tiga hari saling berdiam diri apalagi ini kami sudah bertengkar.

Ku coba mencari Tari di ruangannya, ternyata meja kerjanya kosong dan bersih seperti tak pernah di pakai. Aku melihat Ika teman kerja Tari berjalan menuju meja kerjanya cepat cepat kususul Ika aku ingin menanyakan masalah Tari.

"Ka, Ika tunggu ka!" Aku mengikuti langkah kaki Ika yang ada di depanku. Dia menoleh ke arahku.

"Oh, Arin ada apa Rin?" Tanya Ika menatapku bingung .

"Aku hanya ingin menanyakan Tari apa dia tak masuk kerja hari ini, kulihat meja kerjanya rapi Ka?" Tanyaku lagi.

"Oh Tari, aku dengar sih dia mengambil cuti, nanti kan dua hari ini libur jadi satu mingguan dia tak kerja kalau kau ada perlu kau telpon saja dia!" Ucap Ika lagi dia lalu duduk di kursi kerjanya.

"Ya nanti aku telpon makasih ya, selamat bekerja lagi nona cantik " Ucapku sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada Ika yang kembali melanjutkan pekerjaannya.

Tari mengambil cuti untuk apa?

Apa dia akan pergi berlibur karena bertengkar denganku. Aku meraih ponselku yang ada di atas meja, aku mencoba menelpon Tari tapi akhirnya aku urungkan. Tari pasti masih kesal denganku kataku dalam hati. Atau mungkin Tari sedang ada di rumahku sekarang membantu Gita yang tinggal beberapa hari lagi akan melangsungkan pertunangannya. Ya siapa tahu Tari ke rumah harapku dengan senang.

Saat ku pulang kudapati Gita ada di dalam bekas Tari menginap dia seperti sedang membereskan sesuatu. Akupun penasaran lalu aku masuk kedalam dan duduk dekat Gita yang sedang membereskan kertas kertas di atas lantai.

"Apa itu Git?" Aku melihat tangan Gita memegang lembaran kertas.

"Ini ka punya ka Tari nggak tahu ketinggalan atau memang sengaja dia tinggalkan." Gita menyerahkan lembaran kertas itu. Lalu kulihat satu persatu.

Ternyata lembaran kertas itu gambar lukisan wajah, meskipun hanya menggunakan pensil dan tak berwarna tapi sangat menarik aku tahu Tari memang hobi sekali menggambar wajah seseorang dari semenjak SMA.

Gambar pertama kulihat wajah Tari lalu wajahku dan wajah aku dan Tari yang saling berdekatan. Lalu aku melihat wajah Rudy dan gambar saat Rudy memberikan bunga mawar padaku. Aah bagus sekali. Selanjutnya kulihat lagi gambar wajah dirinya yang menangis ada coretan di kertas itu.

"Mengapa aku harus jatuh cinta dengan orang sama ?????."

Aku tertegun apa yang di maksudnya itu aku dan itu curahan hatinya yang sangat mencintai Rudy. Aku meraba semua gambar itu wajah Rudy sangat mendetil sekali sangat mirip. Sebegitu cintanyakah Tari pada Rudy sampai sampai dia menggambarnya agar dia selalu ingat pada Rudy?

Aku menyandarkan badanku ke tepi tempat tidur seegois itukah aku yang tak mau mengalah untuk melepas Rudy untuk sahabatku sendiri. Sebegitu ingin hatiku mencintai kedua lelaki itu? Betapa jahatnya aku yang tak merasakan perasaan temannya sendiri.

Tari pasti sangat terluka dengan pertengkaran kita kemarin aku mencoba menelpon ke nomornya tapi nomor Tari sama sekali tak aktif atau jangan-jangan dia sudah ganti nomor agar aku tak bisa menghubunginya lagi. Aku semakin merasa bersalah terhadap Tari.

"Ka maaf, aku mau tanya apa kalian bertengkar waktu itu karena kalian suka pada satu pria yaitu Rudy?" Gita bertanya dengan hati hati takut aku tersinggung aku hanya mengangguk pelan.

"Kaka jangan terlalu memikirkan hal tesebut ka, pertengkaran sesama teman itu biasa nanti kalau emosi ka Tari sudah reda dia pasti menghubungi Kaka." Hibur Gita untukku.

"Aku sudah mencoba menelponnya tapi tak bisa kaka takut saat pertunanganmu dia tak bisa hadir padahal kaka tahu dia sangat ingin melihat pertunangan kalian." Keadaan itulah yang kujelaskan pada Gita.

"Ya ka aku juga tahu ka Tari tak bisa hadir juga tidak apa apa aku bisa memakluminya" Ucap Gita lagi dengan senyumannya.

"Mungkin nanti sehabis mandi Kaka akan coba ke rumahnya kaka ingin menyelesaikan ini dengan baik baik kau mau ikut denganku Git?" Ajakku pada Gita.

"Ga bisa ikut ka nanti sore Ervan akan main kesini aku sudah janji akan pergi bersama." Gita menolak ajakanku.

"Ya tak apa nanti aku pergi sendiri aku juga merasa bersalah pada Tari aku tak ingin kami bermusuhan lama aku ingin memperbaiki kesalahanku." Gita mengangguk setuju dengan ucapan ku. Lalu aku beranjak pergi dari kamar sambil membawa kertas kertas itu akan aku berikan kertas kertas ini pada Tari ucapku dalam hati.

Terpopuler

Comments

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

asisten dadakan hadir lagi kak

bawa like bawa semangat❤💪

mampir juga yuk kak😉

2021-01-15

1

D.M.E.S

D.M.E.S

next next 😊😊

2020-12-09

2

lihat semua
Episodes
1 Permulaan Bertemu
2 Wanita Pengganggu
3 Perselisihan
4 Moment Indah Di Reuni
5 Kasus Tari
6 Pertemuan Dengan Rudi
7 Hal Yang Tak Terduga
8 Persidangan Tari
9 Persidangan Tari 2
10 Keputusan Dan Kecelakaan
11 Pilihanku
12 Permintaan Lestari
13 Pertengkaran
14 Penyelesaian
15 Rudy Oh Rudy
16 Kepergian R
17 Hari Pertunangan
18 Siapa Yang Bahagia ?
19 Masa Dulu Masa Sekarang
20 Kemunculan Sang Mantan
21 Berita Yang Mengejutkan
22 Syarat Dari Reihan
23 Kesedihan Gita
24 Perjalanan Ke Singapura
25 Keinginan Ervan
26 Kepulangan Gita
27 Keputusan
28 Kondisi Ervan
29 Surat Ancaman
30 Sifat Dimas Yang Tak Terlihat
31 Hukuman
32 Malaikat Kecil
33 Yang Tersembunyi
34 Kemoterapi
35 Cerita Dimas
36 Kehidupan Baru
37 Cerita Reihan
38 Mencari Jejak
39 Yang Terungkap
40 Yang Manja
41 Titik Terang
42 Gita Yang Bahagia
43 Menuju Hari ..
44 Pernikahan
45 Penarik Hati
46 Kekesalan
47 Tanpa Hasil
48 Mengembirakan
49 Mencari Kebenaran
50 Masa Lalu
51 Tabir Rahasia
52 Kejujuran Yang Menyakitkan
53 Akhir Cerita Manis
54 Lembaran Baru
55 Pertemuan Tidak Terduga
56 Ke Arah Lain
57 Apakah Benar?
58 Kencan Pertama
59 Tentang Jodoh
60 Dimas Yang Sendiri
61 Niat Baik
62 Menyenangkan
63 Sebuah Janji
64 Memilih Dan Memilah
65 Harus ..
66 Tidak Mendapatkan
67 Permulaan Yang Baru
68 Malam pertama
69 Kelahiran
70 Kehilangan
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Permulaan Bertemu
2
Wanita Pengganggu
3
Perselisihan
4
Moment Indah Di Reuni
5
Kasus Tari
6
Pertemuan Dengan Rudi
7
Hal Yang Tak Terduga
8
Persidangan Tari
9
Persidangan Tari 2
10
Keputusan Dan Kecelakaan
11
Pilihanku
12
Permintaan Lestari
13
Pertengkaran
14
Penyelesaian
15
Rudy Oh Rudy
16
Kepergian R
17
Hari Pertunangan
18
Siapa Yang Bahagia ?
19
Masa Dulu Masa Sekarang
20
Kemunculan Sang Mantan
21
Berita Yang Mengejutkan
22
Syarat Dari Reihan
23
Kesedihan Gita
24
Perjalanan Ke Singapura
25
Keinginan Ervan
26
Kepulangan Gita
27
Keputusan
28
Kondisi Ervan
29
Surat Ancaman
30
Sifat Dimas Yang Tak Terlihat
31
Hukuman
32
Malaikat Kecil
33
Yang Tersembunyi
34
Kemoterapi
35
Cerita Dimas
36
Kehidupan Baru
37
Cerita Reihan
38
Mencari Jejak
39
Yang Terungkap
40
Yang Manja
41
Titik Terang
42
Gita Yang Bahagia
43
Menuju Hari ..
44
Pernikahan
45
Penarik Hati
46
Kekesalan
47
Tanpa Hasil
48
Mengembirakan
49
Mencari Kebenaran
50
Masa Lalu
51
Tabir Rahasia
52
Kejujuran Yang Menyakitkan
53
Akhir Cerita Manis
54
Lembaran Baru
55
Pertemuan Tidak Terduga
56
Ke Arah Lain
57
Apakah Benar?
58
Kencan Pertama
59
Tentang Jodoh
60
Dimas Yang Sendiri
61
Niat Baik
62
Menyenangkan
63
Sebuah Janji
64
Memilih Dan Memilah
65
Harus ..
66
Tidak Mendapatkan
67
Permulaan Yang Baru
68
Malam pertama
69
Kelahiran
70
Kehilangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!