Ternyata diam diam Tari menguping pembicaraan kami, karena kulihat seperti ada bayangan yang pergi dari balik pintu, aku yakin itu pasti Tari. Sebab jika ibu yang datang dia pasti langsung ke dalam kamarku.
Apa yang Tari pikirkan sekarang? Tari tidak muncul dari kamarnya, aku juga tak ingin mengganggunya mungkin dia ingin sendiri.
Karena Rudy sedang sakit persidangan kali ini hanya di wakili oleh teman kerja Rudy, Tari pun tak mau datang dengan alasan karena Rudy juga tidak hadir.
Tari mengatakan hari ini sepulang kerja dia ingin ke rumah ibunya mempersiapkan Tahlilan untuk Ayahnya yang ke 100 hari.
Tari pergi bersama ayah dan ibuku, aku ingin ikut tapi pekerjaaku sangat banyak setelah Dimas pergi, Hari ini pun aku harus lembur karena boskyu menyuruh begitu juga.
Badanku ku gerak gerakan sedikit, menghilangkan pegal efek terlalu duduk lama di kursi. Ku dengar ponselku berbunyi ternyata dari Rudy.
"Hallo, ya Rud ada apa?" Aku membuka obrolan.
"Apa kamu besok libur?"Suara Rudy di seberang sana.
"Ya memang kenapa? Kamu perlu bantuanku?" Aku meledeknya.
"Sangat sangat perlu sekali, besok aku sudah keluar dari Rumah Sakit, apa kamu bisa menjemputku? Mobilku kan masih di bengkel rasanya tak nyaman juga kalau harus pakai taxi." Kata Rudy.
"Oke besok aku siap meluncur hari ini aku sedang wajib lembur aku tutup telponnya oke, nanti sampai rumah aku telpon lagi." Ucapku padanya.
"Oke Arin, jaga kesehatan jangan terlalu ngoyo nanti kamu sakit nanti aku yang paling sedih." Rudy ganti meledekku sambil tertawa. Segera aku tutup telponnya.
Tak berapa lama ponselku kembali berbunyi hampir saja aku menuduh Rudy yang telpon lagi, setelah kulihat di ponselku ternyata Dimas.
"Hai Arin kamu sedang apa?" Suara
Dimas penuh perhatian. Aneh, tahu saja Dimas aku baru dapat telpon dari Rudy.
"Aku sedang lembur, pekerjaan yang kamu tinggalkan banyak sekali Dimasss!" Jawabku asal.
"Baguslah, kamu memang karyawan yang sangat produktif." Dimas bercanda padaku. Aku hanya mencibirkan bibirku ke arah ponsel.
"Ada apa Mas tumben kamu telpon aku jam segini?" Akupun melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 7 malam.
"Aku merindukanmu Rin, Kamu tidak rindu padaku Ariiin!" Teriak Dimas di telpon. Aku hanya tertawa ada ada saja si Dimas ini.
"Aku tidak rindu padamu, bahkan aku juga tidak ingat sama ka..muu!" Kataku asal lagi.
"Ya, sudah kalau kamu tidak rindu padaku!" Suara Dimas pelan lalu dia menutup telponnya, kenapa dengan Dimas. Kucoba menekan nomor telponnya tapi tidak ada yang menjawab, ku coba menelpon lagi sekarang terdengar ponselnya tidak aktif. Aku sandarkan punggung ku ke kursi apa jangan jangan dia marah padaku? Atau dia telpon aku hanya untuk bertanya saja.
Pikiranku jadi kalut, pekerjaan di depanku jadi tidak fokus untuk mengerjakan nya, mungkin lebih baik aku bawa pulang saja dan di kerjakan di rumah. Akhirnya aku memilih untuk pulang.
Ayah dan ibu ternyata pulang tengah malam dari rumah Tari tapi Tari tidak ikut dengan alasan ingin menginap di rumahnya. Besok baru Tari balik ke Jakarta, ayah mengatakan itu padaku.
Aku baru ingin merebahkan badanku, saat teleponku berdering lagi kulihat nama Rudy yang menelponku.
"Hai Rud ada apa?" Aku bertanya.
"Jangan lupa, besok siang kamu harus jemput aku!" Suara Rudy terdengar sangat berharap.
"Oke bos besok aku datang sekarang kamu harus tidur, jika kamu kurang istirahat bisa bisa besok kamu yang batal keluar dari Rumah Sakit karena kurang tidur." Aku bercanda padanya.
"Aku hanya ingin mendengar suaramu bolehkan?" Suara Rudy dengan nada serius .
Aku tertawa terbahak bahak mulai dah Rudy dengan rayuannya, cepat Kututup telpon dan ku matikan dayanya agar dia tak bisa telpon lagi aku kerjain juga si Rudy ini.
Karena hari libur aku agak santai bangunnya, sekitar jam 9 pagi aku baru bangun lalu siap siap mandi hendak ke Rumah Sakit menjemput Rudy. Tari belum muncul juga apa dia akan menginap lagi.
Ku putuskan untuk pergi sekarang, aku pun pamit pada ibu, sempat kulihat Gita di ruang tamu dia asyik dengan pernak pernik untuk pertunangannya.
Rudy masih duduk di tepi tempat tidur tapi dia sudah rapi mengenakan kemeja putih dan celana hitamnya saat ku sampai di ruang rawatnya.
"Aku kira kamu tidak datang, aku coba telpon kamu tapi ponselmu sepertinya sedang tidak aktif." Rudy memperhatikanku yang memakai pakaian kemeja putih juga, sekilas dia melirik yang di pakainya juga seperti cauple pasti begitu di pikirannya.
Aku baru menyadari warna bajuku sama dengannya juga. Tapi aku tidak mau menyinggung warna baju kita yang sama.
"Ya ampun, aku baru ingat dari semalam ponselku dayanya ku matikan, maaf yah aku sangat lupa." Aku baru mengingat ponsel itu.
"Kamu ini masih muda tapi sudah pikun, banyak mikirin aku sampai segitunya." Rudy meledekku sambil tertawa lepas .
Aku hanya cemberut masa aku di bilang pikun gerutuku pelan. "Kamu sudah siap, kita akan pulang!" Aku mengalihkan pembicaraan. Rudy lalu membawa tasnya dan berjalan di sisiku.
Hari sungguh sangat cerah, jalanan pun tidak terlalu ramai seperti biasanya padahal ini hari libur. Rudy yang duduk di sebelahku memperhatikanku terus.
"Jangan melihat seperti itu pak Rudy, membuat aku salah tingkah saja." Aku menggodanya di sela perjalanan.
"Memang tidak boleh bila aku terus menatapmu, tidak ada pasalnya melihat orang akan terkena hukuman." Jawab Rudy dengan tersenyum .
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Begini nih susahnya ngobrol sama pengacara pasti tak jauh dari pasal."
Lalu aku pun tersenyum, kami lalu beradu pandang, dag dig dug jantungku berdetak tak karuan.
"Tapi bila ngomongin cinta aku tak akan bawa undang undang, karena tidak akan ketemu." Rudy balik menggodaku lagi. Aku mengemudi mobil jadi tak fokus karena Rudy sering menggodaku .
"Ketika kamu tak sadar, Anita menemuiku, dia bilang kamu sudah putus dengannya?" Aku menoleh ke arahnya. Rudy hanya menunduk dan menarik napas panjang.
"Ya itu benar !" Sahut Rudy pendek .
"Dan kamu bilang ke Anita kalian putus karena kamu sedang mencintai wanita lain ...Apa itu aku Rudy?" Aku bertanya dengan penasaran.
Rudy hanya diam, seperti sedang mencari kata kata agar enak ku dengar.
"Kata orang wanita tidak senang jika keadaannya di gantung dalam tanda kutif, akupun demikian aku tak ingin status hubunganku dengan Anita seperti itu." Jawabnya.
"Oke, lalu intinya apa wanita itu aku?" Tanyaku lagi, tiba tiba Rudy bersuara .
"Stop di sini Rin, sudah sampai itu rumahku." Rudy lalu membuka pintu mobil. Aku pun mengikuti Rudy keluar dari mobil. Rumah yang mungil tapi artistik bisikku dalam hati.
"Mari masuk Rin!" Ajak Rudy padaku. Saat Rudy membuka pintu, kepala seekor kucing terlihat di balik pintu. "Kamu memelihara kucing?" Tanyaku . Rudy mengambil kucing itu lalu menggendongnya seperti menggendong bayi, lidah kucing itu menjilati tangan Rudy.
"Ya, kenalkan ini misell, sebenarnya kucing ini kesayangan ibuku tapi waktu itu sengaja di tinggalkan dia sih bilangnya untuk menemaniku."
Rudy mempermainkan jari tangan kucing itu ke arahku. Aku pun memegang tangan kucing itu. "Kamu tinggal sendiri ?" Tanyaku lagi. "Tidak juga, ada kang Asep sebentar lagi dia kemari, selain jadi satpam di sini dia juga bantu bantu aku membereskan rumah, nanti juga dia datang." Rudy melepaskan kucing itu ke lantai, ekornya bergerak gerak meninggalkan kami.
"Kamu ingin minum apa?" Rudy bertanya padaku, dia membuka lemari es yang tidak jauh dari ruang tamu. "Apa saja terserah kamu." Jawabku. "Di sini ada coca cola sama sprite Rin." Rudy menoleh ke arahku. "Ya sudah tak apa apa." Ucapku meletakkan tas di kursi dan duduk menunggunya.
"Maklumlah sendiri, jadi aku tak banyak stok di lemari esku." Rudy meletakkan sebotol coca cola di atas meja.
"Rumahmu sangat nyaman, minimalis tapi modern tapi sayang kenapa tak ada foto foto yang terpajang." Aku melihat ke sekeliling ruang tamu dengan dinding yang polos tanpa ada tempelan gambar sedikitpun. Rudy hanya tersenyum.
"Aku memang tidak suka, aku suka seperti ini polos, kenangan cukup disimpan di sini tak perlu terbingkai" Rudy menunjuk dadanya sendiri.
Lalu seseorang muncul dari balik pintu, seorang lelaki memakai pakaian seragam satpam.
"Selamat pagi pak? Syukurlah bapak sudah pulang." Kata lelaki itu mendekat ke arah kami berdua.
"Ya kang Asep, baru sampai." Jawab Rudy. Oh, itu yang di panggil kang Asep, lelaki berbadan kecil dan berkulit sawo matang.
"Ya pak, saya mau beres beres di depan dulu nanti baru ke belakang." Ucapnya sambil melihatku dan pamit untuk pergi. Rudy mengangguk. "Seharusnya di rumah ini ada seorang wanita yang mengurus jadi dinding itu takkan sepolos itu" Aku kembali ke topik semula.
"Ya nanti kamu yang di sini tapi rumahku ini masih cicilan jadi mungkin kamu akan bisa bantu aku untuk membayar cicilannya." Rudy mulai meledek aku lagi .
"Tak enak buntutnya Rud!" Aku pura pura cemberut .
"Bercanda Arin, rumah ini sudah lunas" Rudy tertawa melihat mimik wajahku . "Oh ya, persidangan Tari bagaimana? Aku belum mendengarnya karena aku tak hadir di sidang lanjutannya begitu juga Tari." Aku lalumembicarakan yang lain.
"Kata teman aku sih sudah beres tinggal menunggu keputusan." Jawab Rudy.
"Aku masih bingung Rud, kamu menabrak trotoar apa kamu sedang mabuk?" Aku bertanya ke topik yang lain. "Akupun tidak mengerti, besok pagi aku akan ke kantor polisi tempat kejadian aku juga ingin menanyakan kelanjutannya." Rudy terlihat termenung sejenak.
"Kamu kenapa? Apa ada yang kamu pikirkan tentang kecelakaan itu?" Tanyaku melihat raut wajah Rudy yang mendadak berubah.
"Aku sedang tidak mabuk, kamu kan tahu kita akan bertemu di cafe tapi yang ku ingat rem mobilku mendadak blong, perasaanku belum lama ini itu mobil sudah saya servis seminggu sebelumnya" Rudy terlihat memikirkan sesuatu.
"Apa jangan jangan ada yang sabotase mobilmu barangkali." Kataku tiba tiba. Rudy tertawa. "Kamu ini kebanyakan nonton film siapa yang mau sabotase saya Arin?"
"Bisa saja Rud kamu itu seorang pengacara, tanpa kamu sadari ada yang tak suka dengan kamu, siapa tahu" Aku berkata sambil mengangkat bahuku.
"Ya mungkin spekulasi kamu benar tapi sejauh ini aku tidak pernah mendapat ancaman dari siapapun, baik dari sesama rekanku atau dari lawan lawanku." Rudy kelihatan sangat berpikir sekali.
Kang Asep muncul lagi kali ini dia ingin mengerjakan belakang rumah Rudy. "Maaf pak, bunga mawar yang sedang mekar apa saya potong saja" Kang Asep bicara pada Rudy. Rudy menanam bunga mawar? sangat menarik, kalau mau di potong aku akan ikut saja ke belakang rumah.
"Kang Asep boleh aku ikut, karena aku suka sekali dengan bunga mawar" Aku melihat kang Asep yang akan pergi meninggalkan kami berdua. Akupun menoleh ke arah Rudy minta persetujuannya, Rudy hanya mengangguk.
"Banyak bunganya kang?" Tanyaku saat di belakang, kulihat ada rumah kaca kecil di dalamnya penuh dengan bunga bunga. Kang Asep menoleh ke arahku tangannya sedang sibuk membuka pintu itu.
"Lumayan neng, sebenarnya bukan punya pak Rudy tapi ibunya pak Rudy dia sangat suka bunga." Kang Asep berjalan masuk ke dalam.
Bau bunga bunga segar tercium olehku, banyak ragam bunga di sana ada mawar, aster, anggrek pun ada ku cium satu satu bunga bunga yang mekar itu. Seperti aku ratu bunganya ha ha Aku tertawa dalam hati.
"Ko di potong si Kang?" Aku bertanya pada kang Asep yang mulai memotong tangkai bunga mawar dengan gunting.
"Ya neng kata pak Rudy sebelum kecelakaan menyuruh saya untuk potong beberapa tangkai dia bilang sih untuk seseorang tapi saya ga tahu siapa neng." Jawab Kang Asep menyusun tangkai bunga mawar itu.
Bagus sekali mirip buket bunga yang di bawa Rudy waktu itu, ya tidak salah lagi itu bunga mawar yang di bawa Rudy untukku dan kuletakkan bunga itu di meja kamarku.
"Ini sudah selesai neng, saya akan tanya pak Rudy dulu mau di letakkan di mana." Kang Asep lalu pergi meninggalkanku. Rudy memang tipe lelaki yang romantis tak seperti Dimas.
Aku bingung ..kalau boleh jujur aku sangat mencintai Dimas tapi Dimas datang sesuka hati sedang Rudy aku tak terlalu mencintainya tapi dia selalu berusaha untuk menyenangkan aku.
Tanpa ku sadari Rudy memperhatikanku yang masih memandang bunga bunga segar dia lalu mendekatiku "Kamu melamun memikirkan aku atau memikirkan Dimas?" Suara Rudy yang tiba tiba membuatku kaget. Ditangannya sudah ada setangkai bunga mawar.
"Aku tidak perduli kamu memikirkan siapa saat ini, yang aku perdulikan sekarang kau ada di depanku." Rudy mendekat ke arahku, tangkai bunga mawar itu dia putar putar dengan jari tangannya.
"Kamu seperti ini Arin, cantik tapi kamu berduri, aku hanya bisa memandangmu tapi tak bisa memegang sepenuh hati, itu sangat menyakitkan aku, aku tahu Dimas juga suka padamu dan kau bingung untuk memilih kami berdua , benarkan dugaanku?" Rudy lebih mendekat padaku, tangan yang memegang tangkai mawar itu dia selipkan di atas telingaku.
"Kamu sangat cantik Arin, andai aku bisa ..." Ku letakkan ujung jariku di bibirnya .
"Aku tahu, aku mohon berilah aku waktu aku belum mengenalmu lama mungkin ada yang belum kamu ketahui dariku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Robi Asnuning
galau deh si arin
2021-01-13
2
Yuli Setyaningsih
Wanita memang butuh perhatian..
2021-01-12
3
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like..like..like..
2021-01-09
2