Dingin

Nissa terbangun saat jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia mengerjabkan matanya beberapa kali. Setelah itu ia menyadari sesuatu yang berat menindih kakinya. Dan ia terkejut saat seseorang tengah memeluknya dari belakang.

Nissa hampir saja berteriak, namun ia segera menutup mulutnya dengan telapak tangan karena mengingat apa yang telah terjadi padanya.

Nissa kemudian mengangkat tangan kirinya, di perhatikannya cincin berlian yang tersemat di jari manisnya. Ia tersenyum bahagia. Hatinya penuh dan membuncah karena bahagia yang kini melanda. Ia tak percaya jika kini ia telah sah menjadi istri seorang Ardian Sanjaya. Pria yang sangat dicintainya.

Nissa membuka selimut yang menutup tubuhnya dan terkejut mendapati tubuh mereka berdua sama-sama polos. Ingatannya seketika melayang pada pertempurannya tadi malam.

Mata Nissa membulat sempurna. Rasa sakit, kesal, marah, jijik, dan benci berbaur menjadi satu. Ia merasakan sakit pada area intinya, namun hal itu sudah tak dirasanya lagi karena merasa jijik pada dirinya sendiri.

Perasaan bersalah kembali menenggelamkannya, ia benci karena malam pertamanya yang syahdu bersama sang suami harus ternoda dengan munculnya bayangan dari masa lalunya.

Masa lalu yang ia pikir telah ia lupakan ternyata malah datang disaat penting seperti ini. Ia merasa seperti seorang wanita murahan yang berselingkuh di belakang suaminya walaupun hanya dalam bayangannya saja. Membuat perasaan bersalah pada suaminya menjadi semakin dalam.

Perlahan Nissa melepaskan tangan Ardian yang memeluk perutnya. Tertatih ia turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Dibawah guyuran air yang mengalir melalui shower ia menangis.

Tidak ada cara untuk mengungkapkan perasaannya selain menangis. Ia malu, malu pada suami dan pada dirinya sendiri. Ia jijik, jijik pada bayangan masa lalu yang melintas di kepalanya. Ia benci, benci karena bayangan itu datang di saat malam pertamanya dengan sang suami. Ia juga takut, takut suaminya pergi jika mengetahui permasalahannya.

Nissa memukul kepalanya berkali-kali. Bahkan di saat terpuruk seperti ini bayangan pria itu kembali seolah menertawakan kebodohannya. Seolah merasa puas karena berhasil menikmati tubuhnya. Padahal faktanya Nissa melakukan itu bersama sang suami, tapi otaknya selalu mengatakan ia melakukannya bersama pria lain.

Nissa menyesal pernah mengenal pria yang ia anggap sebagai kakak, pria yang selalu membantunya mengerjakan pekerjaan sekolahnya, pria yang selalu ada membelanya disaat teman-temannya membulinya.

Dan setelah ia melakukan perbuatan keji yang membuat Nissa trauma, pria itu menghilang. Pengadilan memang menjatuhinya hukuman penjara selama beberapa bulan lamanya, namun sampai saat ini tak pernah sekalipun ia mengucapkan permintaan maaf pada Nissa.

Nissa menangis histeris, ia meraung dan menjerit di dalam kamar mandi yang sepi. Tanpa ia sadari jeritannya membangunkan sang suami.

Ardian terbangun karena mendengar suara seseorang menjerit. Jeritan pilu yang terdengar dari dalam kamar mandi membuatnya terkejut setengah mati. Apalagi saat menyadari jika wanita yang tadi malam telah membuatnya menggeram liar itu tak ada di tempat tidur lagi.

Dengan langkah tergesa ia turun dari ranjang, tak dipedulikannya tubuh kekar yang tampak polos tanpa ada kain penutup sama sekali. Yang ada di dalam benaknya hanya keadaan Nissa, sang istri tercinta.

Dok dok dok

"Nis! Nissa!" Ardian mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali sambil meneriakkan nama sang istri dari luar.

Dok dok dok

"Nis! Buka pintunya, Nissa!" teriaknya lagi.

Nihil, Nissa tak jua membuka pintu. Ardian kemudian menempelkan telinga kirinya pada daun pintu kamar mandi itu.

Terdengar suara gemericik air yang mengalir dari shower. Namun tak ada tanda seseorang berada di dalamnya.

Mungkin ia sedang mandi, pikirnya. Ardian segera memungut pakaiannya yang tercecer di lantai karena ulahnya yang melempar pakaian yang ia kenakan secara asal. Setelah berpakaian Ardian kembali ke depan pintu kamar mandi.

Dok dok dok

"Nis! Nissa! Kamu baik-baik saja, kan?" tanyanya berteriak.

Beberapa kali ia melakukannya, namun Nissa masih betah berada di dalam sana. Hingga ia kemudian berniat untuk kembali menunggu selama sepuluh menit lagi.

Sampai sepuluh menit kemudian kondisi di dalam kamar mandi masih sama. Lengang dan hanya ada suara gemercik air yang mengalir.

Ardian mulai was-was. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan sang istri. Akhirnya dengan satu kali tendangan ia berhasil membuka pintu kamar mandi secara paksa.

Ardian segera masuk saat pintu itu terbuka. Ia melangakahkan kakinya menuju sebuah ruang kecil yang berdinding kaca, dimana ada shower yang sedang mengalir didalamnya.

Ardian tercekat mendapati pemandangan di depannya. Nissa terkulai lemas di bawah pancuran air yang mengalir deras. Ia pun segera masuk ke dalam dan mengangkat tubuh polos istrinya.

Ia segera keluar dari kamar mandi sambil menggedong Nissa ala bridal style. Kemudian ia meletakkan Nissa di atas ranjang dengan lembut dan hati-hati.

Ardian segera menyelimuti tubuh Nissa yang sangat dingin, mungkin karena terlalu lama berada di bawah pancuran tadi. Wajahnya pucat, bibirnya memutih. Beruntung rambut Nissa tak terlalu panjang sehingga memudahkan Ardian untuk mengeringkannya.

Mata Nissa terpejam, nafasnya pun hampir tak terasa jika Ardian tak memeriksanya dengan teliti. Entah apa yang terjadi pada kesayangannya saat ini.

"Nissa, bangun Nis." Ardian menepuk pipi Nissa berulang kali.

Nissa masih tetap terpejam, ia tak merespon panggilan dari suaminya. Ardian yang sudah khawatir dari tadi kini mulai panik. Ia mencoba menghubungi keluarganya dan kedua orang tua Nissa karena tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Ibu Marissa dan Pak Hendra yang saat itu sedang menikmati udara pagi di balkon hotel langsung berlari tergopoh-gopoh ke kamar pengantin baru tersebut. Mereka semua menginap di lantai yang sama. Bukan kebetulan, tapi pak Hendralah yang melakukan itu agar lebih nyaman.

"Ada apa, Di?" Ibu Marissa yang tiba lebih dulu langsung memperlihatkan wajah panik saat melihat kondisi menantunya.

"Ardi tidak tahu, bu. Waktu Ardi bangun Nissa sudah berada di dalam kamar mandi. Beberapa kali Ardi mencoba mengetuk pintu kamar mandi namun Nissa tak juga membuka pintunya. Setelah beberapa lama akhirnya Ardi terpaksa mendobrak pintu kamar tersebut dan ternyata Nissa sudah terbaring di bawah pancuran, tubuhnya lemas dan tidak berdaya seperti itu."

Ardian menjelaskan secara rinci saat ia menemukan istrinya di kamar mandi. Ibu tampak kembali memperhatikan Nissa, ia bahkan memegang kening menantu barunya itu.

"Ya ampun, Di. Istrimu kedinginan ini. Kalau dibiarkan bisa terserang shock. Coba kamu lihat, wajahnya pucat sekali, Di," ujar Ibu Marissa.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, bu?" tanya Ardian dengan wajah panik.

"Tentu saja kita harus membawanya ke rumah sakit!" teriak ibu Marissa geram, ia heran mengapa di saat genting seperti ini sang anak malah tidak bisa berpikir jernih.

Pak Hendra ikut memperhatikan tubuh Nissa yang tertutup selimut. Ia melihat handuk yang masih menutupi rambut Nissa.

"Di, istrimu sudah pakai baju apa belum?" tanya pak Hendra.

Wajah Ardian memerah seketika, kemudian ia menggeleng perlahan sambil menampilkan senyum terpaksanya pada sang ayah.

"Astaga, Di. Cepat ambilkan pakaiannya, biar ibu yang pakaikan. Setelah itu kita bawa dia ke rumah sakit," ucap Ibu Marissa.

Saat Ardian akan mengambil pakaian dari dalam koper, Pak Rahmat dan istrinya masuk karena pintu kamar yang tidak dikunci. Kedua mertuanya tampak cemas melihat kondisi Nissa yang sudah semakin pucat.

"Ya Alloh, anakku! Apa yang terjadi padamu, nak?" seketika ibu memeluk tubuh putrinya dan menangis histeris.

"Yah, tubuh Nissa dingin sekali, yah. Huhuhu, ada apa ini, Di? Mengapa Nissa jadi seperti ini?" ibu bertanya pada menantunya sembari terus memeluk sang putri dan berurai air mata.

"Ardi juga tidak tahu, Bu," jawab Ardian. Kemudian ia menerangkan segalanya dengan detil pada kedua mertuanya saat ia menemukan istrinya yang telah tergeletak tak berdaya di kamar mandi.

"Astaga, nak! Apa yang terjadi padamu? Mengapa kamu selalu menderita, nak?" ibu kembali menangis histeris, mendengar penjelasan Ardian membuatnya curiga jika sang menantu melakukan sesuatu pada putrinya.

"Sudah, bu. Lebih baik kita membawa Nissa ke rumah sakit secepatnya. Kalau tidak akibatnya bisa fatal," ucap Ibu Marissa.

"Di, mana pakaiannya Nissa?" tanya ibu Marissa.

Ardian menyerahkan satu buah dress sepanjang mata kaki beserta celana dalam dan bra milik Nissa kepada ibunya.

"Bantu ibu memakaikan pakaian di tubuh Nissa," peritah ibu Marissa.

Ardian mengangguk, ia meminta pak Ahmad dan pak Hendra keluar dari kamar. Hingga tersisa ibu kandung Nissa, ibu Marissa, dan ia sendiri.

Ibu Marissa mulai menyingkap selimut yang menutupi tubuh Nissa. Seketika matanya membulat sempurna saat melihat sesuatu di tubuh Nissa, Ibu Marissa kemudian berteriak memanggil anaknya.

"ARDIAAAN!!"

***

Maaf ya kalau mbak tika salah tulis tentang penyakitnya, cuma berdasarkan pengalaman temen aja itu hehehe, kalau ada yang lebih paham saya tunggu komennya, biar saya ganti 🤗

See u next chapter gengss

Luv u all 😘😘

Terpopuler

Comments

Secret Alhanan

Secret Alhanan

demi ke romantissan rumah tangga jangan ingat masa lalu.
🤗🤗🤗

2020-11-22

2

Mardian

Mardian

klu saya jadi Ardian saya pasti langsung paknik lihat istri pingsan

2020-11-12

2

Haиყ💕

Haиყ💕

trauma mendalam spertinya ini...

hahaha.. saking panik nya ardian ga bs berfikir jernih...


wkakakaa.. semangat say...

2020-11-10

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!