Setelah melaksanakan akad nikah pada pagi harinya, malamnya resepsi pernikahan pun digelar. Undangan yang hadir lebih banyak dari saat akad nikah pagi tadi.
Raut wajah bahagia tampak jelas di wajah kedua mempelai. Nissa yang memakai gaun pengantin berwarna baby pink tampak anggun dan menawan. Riasannya pun telah diubah menjadi lebih natural, sesuai dengan permintaan sang suami yang menginginkan istrinya tidak tampil menor.
Ardian tampil memukau, wajah tampan yang selalu terkesan dingin itu kini tampak ceria. Tuksedo berwarna navy yang membalut tubuh kekarnya semakin menambah kesan cool and macho.
Sepanjang resepsi digelar, Ardian berubah menjadi pria possesif. Sang istri dilarang untuk menyalami tamu pria. Bahkan walau hanya sekedar berfoto pun ia larang. Sempat terbersit di pikirannya untuk melarang tamu pria naik ke atas pelaminan dan mengucapkan selamat pada mereka, namun lebih dulu ditentang oleh pihak keluarga.
Dinda datang bersama suaminya. Ia langsung menerobos para tamu agar mendapat kesempatan lebih cepat memberi ucapan selamat pada sang sahabat. Ridho hanya bisa menggelengkan kepala melihat istrinya.
"Selamat ya, Nissa. Aku senang karena tangisanmu waktu itu akhirnya tidak sia-sia," ucapnya sambil memeluk Nissa.
Ardian menatap Nissa dengan raut wajah penuh tanya. Sementara sang istri hanya bisa menggigit bibir bawahnya karena merasa kikuk. Sampai sekarang Ardian tidak tahu jika Nissa pernah menangis karena perkataannya yang sempat membuat Nissa merasa rendah diri.
"Maksudmu apa? Kapan Nissa pernah menangis?" Ardian yang merasa penasaran langsung melontarkan pertanyaan.
"Eemm, itu... Aduh bagaimana cara mengatakannya, ya?" Dinda menggaruk pelipisnya sendiri. Ia merasa bersalah karena sudah mengungkit masa-masa menyedihkan tersebut.
"Cepat katakan, atau aku akan memecat suamimu." Ardian menatap Dinda dan Ridho dengan mata elangnya bergantian.
Nissa mendelik kesal, suami tampannya ini memang senang sekali mengancam orang lain.
"Baik, Pak. Sa-saya akan mengatakannya. Jadi be..."
"Jangan diteruskan, Din!" Nissa lebih dulu memotongnya.
"Tapi Nissa, aku harus tahu apa yang membuatmu menangis. Kita sudah menikah, maka tidak ada lagi yang harus ditutup-tutupi. Bagi bebanmu bersamaku."
Nissa mencebik kesal. Aku menangis karenamu. Dasar tidak peka.
"Itu sudah berlalu, lebih baik kita lupakan," ujar Nissa, ia menggenggam tangan suaminya dengan erat.
Ardian menyipitkan matanya, ia yakin istrinya ingin menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku ingin kau menjelaskan semua padaku nanti malam, kalau tidak maka suami sahabatmu akan aku pecat," ancamnya dengan tatapan tajam yang sangat menusuk.
Nissa mendesah kasar, ingin rasanya ia memencet hidung sang suami saking kesalnya. Selalu saja begini, Ardian benar-benar menyentuh titik fatalnya.
"Iya, nanti malam aku ceritakan. Tapi ingat, jangan menyesal!" ucap Nissa sambil memberi tatapan kesal pada sang suami.
Kejadian beberapa bulan lalu yang ingin ia lupakan malah terpaksa ia ingat kembali karena sifat tak mau dibantah suaminya. Entah bagaimana reaksi Ardian saat Nissa mengungkapkan kejadian di rumah Dinda pada hari itu.
***
Acara sudah selesai, kini pasangan pengantin baru itu masuk ke kamar hotel yang sudah di hias sedemikian cantik. Di dalam kamar bernuansa pink inilah mereka akan tidur bersama untuk pertama kalinya.
Jantung Nissa berdebar dengan kencang saat Ardian memandunya masuk ke dalam kamar. Perasaannya campur aduk antara senang, bahagia, gugup dan juga takut.
Senang dan bahagia karena akhirnya bisa bersatu dengan pria yang sangat dicintainya. Gugup karena malam ini mungkin akan menjadi malam pertamanya dengan sang suami, apalagi Dinda mengatakan jika malam pertama itu menyakitkan, seperti tertusuk jarum. Dan Nissa pun merasa takut jika ia tak bisa memuaskan hasrat sang suami.
Semua gejolak perasaan yang melanda membuat Nissa merinding. Ia bahkan hampir terkena serangan panik. Tubuhnya bergetar, kepalanya pusing, dan ia merasa mual, perutnya seperti di aduk-aduk.
"Ada apa denganmu, Nis?" Ardian melihat wajah Nissa yang mulai tampak pucat.
"Aku baik-baik saja, kak," jawab Nissa berbohong, ia tidak mau mengecewakan sang suami jika ia berkata jujur.
Ardian meletakkan telapak tangannya di kening Nissa. Sesaat kemudian keningnya berkerut.
"Tubuhmu kenapa jadi dingin seperti ini?" tanyanya.
"Mungkin pengaruh AC saja," jawab Nissa.
"Benarkah? Apa perlu kunaikkan suhunya?" tanya Ardian lagi, ia meraih telapak tangan sang istri dan menempelkan di pipinya agar terasa hangat.
"Tidak perlu, kak. Mungkin hanya kelelahan," tolak Nissa.
"Yah, kalau kamu kelelahan bagaimana kita akan melewatkan malam sakral ini?" Ardian mendesah, pasrah. Ia tak mungkin memaksakan keinginannya saat sang istri sedang tidak sehat seperti ini.
Nissa tersipu malu, ia kira suaminya akan memaksa, ternyata dugaannya salah.
"Aku tidak apa-apa, kak. Mungkin hanya kelelahan, lebih baik aku mandi supaya lebih segar."
Ardian mengecup bibir istrinya sekilas. "Cepat mandi, aku akan menunggumu," ucapnya sambil mengedipkan mata.
Nissa semakin tersipu. Ia sampai menundukkan kepalanya karena takut sang suami memergoki wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus.
Nissa segera masuk ke kamar mandi, beruntung gaun pengantin yang ia kenakan tidak sulit untuk di lepas seorang diri, jadi tidak perlu meminta bantuan sang suami. Tapi kalau dipikir lagi, bukankah nanti ia juga akan buka-bukaan di depan suaminya. Memikirkan hal itu membuat Nissa senyum-senyum sendiri.
Ardian meraih handuk, kaus berwarna putih, serta celana dalam dan celana panjang dari dalam koper. Ia berniat mandi di kamar yang lain, ditempat Hendri bersama istri dan kedua anaknya menginap. Beruntung kamar tersebut berada di lantai yang sama.
"Kak, aku numpang mandi di sini, ya," pintanya, tanpa izin dari sang pemilik kamar Ardian langsung masuk.
"Loh, Di? Kamu ngapain kemari?" tanya kakak iparnya.
"Mau numpang mandi, mbak," sahutnya.
"Kamar mandi di kamarmu kenapa?" tanya ibu muda dari dua anak itu.
"Dipakai sama Nissa," sahutnya.
"Kenapa gak mandi bareng aja, sih?" celetuk Hendri.
"Nissa malu-malu kak, baru kugoda sedikit aja sudah merah wajahnya."
"Hahaha, polos banget ya istrimu, Di. Kebaikan apa yang sudah kamu lakukan di masa lalu sampai playboy kelas paus kaya kamu dapat istri yang cantik dan polos seperti Nissa?" ujar kakak iparnya.
Ardian hanya mengedikkan bahunya. "Rezeki anak sholeh mungkin, hahaha," ujarnya, setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi.
"Anak sholeh? Ngaco kamu, Di."
Ardian terkekeh geli mendengar sindiran Hendri. Setelah beberapa menit menyelesaikan ritual mandinya Ardian segera keluar dari kamar kakaknya. Ia takut mengganggu pasangan pengantin lama yang tidak mau kalah itu.
"Woy, Di. Ngapain loe di luar kamar, diusir Nissa, ya?" Roli yang juga menginap di hotel yang sama tanpa sengaja berpapasan dengan Ardian saat ia hendak pergi ke mini bar hotel.
"Sembarangan kalo ngomong, gue habis numpang mandi di kamar kak Hendri. Bukan di USIR," ucapnya dengan penuh penekanan.
"Pfftt, hahahahaha."
Roli tertawa terpingkal-pingkal. "Gue baru kali ini ketemu manten baru yang mandinya pisahan. Biasanya pasangan yang baru nikah itu mandi bareng. Bilang aja kalo loe di usir Nissa. Gak usah banyak alasan," ledek Roli dengan penuh semangat.
Ardian hanya merengut menanggapi ledekan Roli. Tidak mau berlama-lama disana ia pun kembali melangkah menuju kamarnya. Namun seseorang menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam lift.
"Apa-apaan ini?" tanya Ardian heran saat kedua tangannya dipegangi oleh Roli dan Edi. Edi sendiri menginap di dalam kamar hotel yang sama dengan Roli.
"Sebelum loe ngelakuin 'itu' sama Nissa, lebih baik loe ikut kita berdua, kita mau ajarin loe gimana caranya bikin gadis polos kaya Nissa berteriak minta tambah, hahaha," ucap Edi kemudian ia tertawa terbahak-bahak diikuti oleh Roli.
"Astaga, memang bener-bener gak ada akhlak ya kalian berdua," umpat Ardian kesal.
Mereka membawa Ardian ke dalam sebuah kamar hotel yang berada satu lantai dibawah kamarnya. Ardian dibuat tak percaya saat kedua sahabatnya itu ternyata mengajaknya menonton video 'ranjang bergoyang'.
"Mendingan loe nonton ini dulu, biar malam pertama kalian HOT," ujar Roli.
"Gue gak perlu nonton yang beginian juga sudah ngerti, memang kalian jomblo sejati, jangankan nyium, megang tangan cewek aja belum pernah," ledek Ardian.
"Wah, parah loe, gak usah bawa-bawa kata jomblo segala, bisa gak," ucap Edi kesal.
"Kalian yang mulai," sahut Ardian tak kalah kesal.
Roli dan Edi kembali memegangi kedua tangan Ardian dengan erat.
"Karena loe udah bikin kami berdua kesel, jangan harap bisa senang-senang sama Nissa."
"Jangan gila, kalian," sahut Ardian.
Kedua sahabat itu masih setia memegangi tangan Ardian. Ia mendesah perlahan . Kekhawatiran mulai melanda mengingat ia meninggalkan Nissa di kamar sendirian.
"Gue bukan gak tau caranya, gue cuma gak tau gimana mulainya, belum apa-apa tapi Nissa sudah pucat gitu mukanya," ucap Ardian.
"Nissa mungkin masih malu, secara kalian kan baru mulai dekat setelah lamaran. Sebelumnya kalian emang dekat tapi statusnya kan beda," ucap Edi menjelaskan.
"Ada ide gak, apa yang harus gue lakukan biar Nissa bisa rileks dan gak terlalu gugup kaya sekarang?" tanya Ardian pasrah dan tak bersemangat.
"Mendingan loe ajakin Nissa ngobrol dulu, deh. Ajak dia cerita tentang masa kecil kalian. Pasti seru tuh."
Ide brilian yang dilontarkan Edi tadi membuat semangat Ardian kembali berkobar.
"Bener juga, Nissa belum pernah cerita tentang masa kecilnya sama sekali," ucapnya.
"Nah, itu bisa dicoba," Roli menimpali.
Ardian bangkit dari tempat duduknya. Ia memeluk kedua sahabatnya bergantian.
"Thanks ya, bro. Kalau gak ada kalian gue gak tau gimana caranya melewati malam ini."
Setelah itu Ardian beranjak pergi. Meninggalkan Roli dan Edi yang masih melongo tak percaya.
"Perasaan kita yang mau ngerjain, tapi berasa kita yang dikerjain," ujar Roli.
"Gue setuju sama loe," sahut Edi menimpali.
***
Nissa sudah menyelesaikan mandinya sejak setengah jam yang lalu. Ia heran melihat ranjang yang kosong. Ia bertanya dalam hati tentang keberadaan suaminya saat ini.
Kemudian Nissa meraih ponselnya, ia mulai berselancar di dunia maya. Mulai dari membuka pesbuk, sampai akhirnya ia memulai mencari informasi tentang bagaimana memuaskan suami di malam pertama pernikahan lewat gugel.
Beberapa artikel yang ia baca membuat bulu romanya meremang. Artikel tersebut menyarankan ia untuk melakukan hal-hal yang diluar nalarnya-menurut Nissa-hingga gadis itu geleng-geleng kepala. Ia jadi semakin rendah diri karena merasa tak bisa melakukan hal tersebut.
CEKLEK
Pintu kamarnya terbuka perlahan. Jantung Nissa tiba-tiba berdegup dengan kencang menyadari sang suami telah kembali. Mau tidak mau, siap tidak siap ia harus rela bila sang suami meminta haknya pada malam ini.
"Darimana kak?" tanya Nissa, ia sebisa mungkin menyembunyikan rasa gugupnya.
"Dari kamar kak Hendri, numpang mandi disana," jawab Ardian.
Glek
Nissa menelan air liurnya saat Ardian berjalan mendekatinya. Wangi tubuh alami sang suami menguar di udara, membuat akal sehat Nissa menggila. Hanya memakai kaus polos dan celana panjang saja Ardian masih tetap tampan, bahkan kadar ketampanannya bertambah saat ini. Mungkin karena pria itu telah resmi menjadi miliknya.
Perlahan Ardian merangkak ke atas ranjang. Ia duduk bersila didepan sang istri.
"Kamu bilang mau menjelaskan sesuatu padaku," ucap Ardian tiba-tiba.
"Oh, tentang ucapan Dinda tadi, ya?" tanya Nissa dengan perasaan ragu.
"Iya, jadi sekarang penuhi janjimu. Masih ingat kan dengan ancamanku tadi siang?" tanya Ardian, ia menampilkan senyum licik di depan Nissa.
Nissa mencebik, suaminya ini memang tidak pernah berubah. Selalu saja bersikap mengintimidasi hingga keinginannya terpenuhi.
"Yakin mau dengar?" tanya Nissa.
"Yakin, seyakin-yakinnya," jawab Ardian tegas dan mantap.
"Ingat tidak waktu kita bertemu dengan Ica dan Joko di resto ayam goreng?" tanya Nissa.
Ardian mencoba mengingatnya, kemudian ia mengangguk. "Ingat, memangnya kenapa?"
"Saat keluar dari toilet aku mendengarmu berbicara pada Ica, jika kita ini tak selevel, dan aku tidak pantas bersanding denganmu, apa kata dunia jika Ardian Sanjaya memiliki hubungan dengan ba-bu.
Padahal waktu itu aku mulai jatuh hati padamu, kupikir walau perasaan ini tak terbalas setidaknya aku ingin mencintaimu untuk diriku sendiri. Namun ucapanmu waktu itu sungguh melukai perasaanku. Hatiku sangat sakit karena orang yang kusuka ternyata tak pernah menganggapku, sampai kapanpun aku hanyalah seorang manusia rendahan yang tidak pantas untuk jatuh cinta ataupun dicintai.
Aku pun pergi kerumah Dinda dan menumpahkan segala isi hatiku disana. Jadi bagaimana sekarang? Masih penasaran?"
Ardian menatap istrinya dengan sendu, ia baru menyadari jika Nissa pernah menangis karena ucapannya yang terlalu kasar. Kemudian ia meraih kedua tangan Nissa dan menciuminya satu persatu.
Dikecupnya punggung tangan sang istri dengan sangat dalam, seakan ingin mencurahkan segala perasaan bersalahnya pada sang istri.
"Maaf," ucapnya.
"Maaf, maaf Nissa." ucapnya lagi. Perlahan air mata pria itu luruh membasahi pipinya.
Sungguh ia baru menyadari jika sang istri ternyata memendam perasaan yang sangat dalam untuknya. Namun ia dengan egois malah menghancurkan perasaan sang istri waktu itu.
"Maafkan aku, Nissa. Aku tidak tahu jika kau ternyata memiliki perasaan padaku. Aku mohon maafkan aku yang telah menyakitimu," ucapnya tersedu.
Nissa mengusap lengan sang suami, perlahan ia mengusap air mata yang mengalir di wajah Ardian.
"Sudah kumaafkan dari dulu, jadi berhentilah meminta maaf. Memilikimu sudah membuatku bahagia, kak. Mulai sekarang mari kita menjalani rumah tangga ini dengan selalu berbahagia."
Ardian mengangguk. "Mulai sekarang aku berjanji, aku akan selalu membahagiakanmu, apa pun yang terjadi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Resty Maria
next next next next next
2020-11-23
2
Secret Alhanan
gk sabar ni....
malam pertama nya hehehe
2020-11-22
1
Haиყ💕
ha.. ha...
Adrian bisa ajaaa ngerjain balik...
semangat ka tika... 😘😘
2020-11-05
1