Tak Ada Dendam

Meski insiden dalam kelas membuat tangan Indah dan Andi terluka, namun tak ada dendam diantara mereka.

Ketika bel tanda istirahat berbunyi ~~~

In, beli penghapus yuk! Ajak Andi.

"Males ah, Ndi!! Tanganku masih sakit." Jawab Indah.

"Ya sudah, jika begitu biar aku beli dua. Yang satu nanti buat kamu sebagai permintaan maaf ku karena aku bukan lawan mu. Aku seorang laki - laki dan kamu perempuan."

"Makasih!" Jawab Indah kembali tersenyum.

Beberapa menit kemudian

"Indaaah.....!" setengah berlari, Andi menghampiri Indah yang sedang berusaha memecahkan soal Matematika yang baru saja diberikan oleh Bu Windra. Pekerjaan rumah yang seharusnya diselesaikan di rumah, tapi sengaja dikerjakan saat jam istirahat agar saat di rumah, Indah tak perlu lagi lupa mengerjakannya.

"Hm!" Tetap fokus mengerjakan PR nya.

"Nih!" Andi menyodorkan Penghapus karet.

"Makasih.....!" Ucap Indah.

"Oke. Aku main dulu ya?!" Pamit Andi

"Iya, Ndi!" Sia - sia sudah Indah menjawab pertanyaan Andi karena sahabatnya telah menghilang entah kemana.

Indah mengerjakan PR dengan posisi duduk lurus dengan pintu kelas, sehingga orang yang lalu lalang di depan kelas melihat langsung apa yang dilakukan Indah.

Tiba - tiba Andi muncul lagi didepannya.

"Hey, ada cowok memperhatikan dirimu, tuh!"

Andi menepuk bahu Indah pelan.

"Lalu?" dengan dingin Indah menjawab Andi

"Mungkin dia suka sama kamu." hahaha......

Keduanya tertawa.

"Apa - apaan sih, kita ini terlalu kecil untuk hal itu". hahaha...... Mereka berbincang tanpa ada dendam.

Sedikit menoleh keluar, Ternyata benar apa yang dikatakan Andi. Ada orang yang sedang memperhatikannya. Siapa lagi kalo bukan cowok yang tadi jatuh tersandung kaki Indah.

"Aku kejar dia buat kamu ya? hihihi....." Andi menggoda Indah.

"Hey..... ga ada kerjaan kah dirimu?" Indah memanyunkan bibir.

"Demi sahabatku.!" Andi mengacungkan dua jarinya membentuk V sambil berlari keluar kelas.

"Andi........!" Teriak Indah tapi tak terdengar oleh Andi.

Bel masuk berbunyi, bersamaan dengan datangnya Andi. "Ter nya ta dia a nak ke las em pat hah hah hah!" Andi Ngos-ngosan, mengelap keringat, karena habis berlari.

"Kamu sih, kayak ga ada kerjaan aja ngejar dia. Udah ah, Di. Lupakan saja!" Ketus Indah.

Mereka kembali mengikuti pelajaran karena Bu Windra sudah datang. Hari itu Bu Windra mengizinkan Andi duduk dengan Indah, Ikha tidak masuk karena sakit.

Pelajaran usai, Indah pulang seperti biasa, ditunggu becak langganan bersama Nurika dan Redy yang juga satu kelas dengannya serta Fenty adik kelas mereka sejak Taman Kanak - kanak.

Pulang dengan membawa nilai sekolah yang tidak terlalu besar tapi tidak juga mengecewakan ayah dan ibunya.

Indah bukan tidak pandai, hanya dia malas belajar dan terlalu dingin untuk menjawab secara lisan setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Di rumah

"Terima kasih Pak Ahmad!." Indah tak pernah lupa berterima kasih kepada beliau saat turun dari becak langganannya.

"Sama -sama, Nak!" Jawab bapak tua yang masih kuat mengayuh becak dengan jarak yang jauh.

Tukang becak yang selalu sabar mengantar dan menjemput anak - anak sekolah seperti Indah dan teman - temannya serta penumpang lain yang membutuhkan jasa pak Ahmad. Istri pak Ahmad juga hanya seorang penjual gorengan di salah satu pasar di kota S. Pak Ahmad juga setia mengantar jemput istri yang sudah tak muda lagi.

"Assalamualaikum...!"

"Waalaikum salam*." Jawab ibu yang sedang menghadapi mesin jahitnya.

Indah kecil memang mandiri. Setelah mengganti seragam sekolah dengan baju bermain, Indah pamit untuk bermain kerumah tetangga dekat yang notabene punya anak 10 dan hanya ada 1 anak perempuan.