"Mau apa kau datang kemari?" Arthur bertanya curiga pada Arkana yang masih pagi tapi sudah datang mengunjunginya.
"Cuma ingin datang saja," Arkana memasang wajah keruhnya kepada sang kakek. Masa iya dia bilang datang karena ingin bertemu dengan gadis yang menghantuinya semalaman. Sialan..dia yang mencium kenapa dia yang tidak bisa tidur. Apa ini efek terlalu lama menjomblo? Hmmm...
"Kau tidak kekantor?" kakek masih penasaran.
"Hari ini tidak ada meeting,"
Bohong.
Sebenarnya hari ini ada tiga meeting penting yang sengaja ia batalkan untuk bisa datang kesini.
"Naina sudah setuju menikah dengan mu?"
"Itu urusan ku. Yang penting jangan berharap kau yang akan menikahinya."
"Kau datang untuk membujuknya ya?"
"Hanya karena aku tidak mau kehilangan saham 50 persen."
Arkana menoleh kearah pintu saat ia mendengar suara batuk kecil. Naina berdiri sambil mendorong kereta makanan berisi sarapan pagi Arthur. Sekilas Arkana melihat tatapan kecewa diwajah gadis itu tapi ia menolak memperbaiki ucapannya.
"Apa kau tidak pernah mengetuk pintu?" ia malah menggerutu.
"Maaf tuan tapi pintunya sudah terbuka sejak saya datang," Naina berusaha tidak terganggu dengan ucapan Arkana.
Mata Arkana tertarik pada buku jari Naina yang nampak lecet saat Naina menyiapkan sarapan untuk kakeknya.
"Tanganmu kenapa?" tanya nya. Naina terlihat gugup.
"Jatuh," jawabnya pendek.
"Apakah ayah mu.."
"Hari ini hari terakhir saya bekerja di sini kek," Naina memotong cepat pertanyaan Arthur.
"Apa?" Arthur tampak terkejut. "Tapi kenapa?"
"Ada pekerjaan lain. Gajinya jauh lebih besar."
"Sayangku...."
"Aku tidak apa-apa kek, aku hanya gadis tidak beruntung yang lewat di kehidupan kakek. Jangan jadikan aku beban dikehidupan kalian."
"Naina..."
"Aku mohon ijinkan aku pergi. Aku ingin punya penghasilan besar agar aku dan Lily bisa bebas."
Naina menempelkan kedua tangan Arthur dipipinya yang pucat.
"Terima kasih karena selalu membantu ku dan juga Lily. Aku tidak tahu bagaimana harus menjalani hidupku tanpa bantuan kakek. Aku sayang kakek," diciumnya kening Arthur dengan sayang sementara orang tua itu menitikkan air mata.
"Semoga kakek selalu sehat dan kuat," doanya sebelum beranjak pergi.
"Jaga diri mu baik-baik. Kau tahu kau selalu bisa menghubungi ku kapan saja kau membutuhkan aku," ucap Arthur.
Naina mengangguk dan tersenyum.
Pandangannya beralih pada Arkana yang menatapnya diam. Laki-laki itu seperti menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Maaf," hanya satu kata itu yang
diucapkan nya sambil membungkuk hormat sebelum benar-benar pergi.
Kamar itu menjadi sepi. Bahkan Arkana tidak menduga jalan ini yang akan ditempuh Naina.
"Grandpa..," panggil Arkana.
"Pergilah. Jangan ganggu aku. Dan jangan coba-coba kemari tanpa ijinku." Ucap Arthur marah dan kecewa.
Arkana tidak membantah. Mungkin lebih baik dia pergi agar kakeknya bisa lebih tenang.
Arkana masih hanyut dengan pikirannya sendiri ketika ia duduk di dalam mobilnya ditempat parkir.
Benarkah sikap yang diambil gadis itu?
Amankah ia?
Tangannya...mengapa terluka lagi?
Pekerjaan apa pula yang ia dapatkan?
Gaji besar? Mengapa terdengar mencurigakan?
Sedang asyik berkecamuk semua pikiran itu tiba-tiba sosok yang menjadi pusat pikirannya lewat didepan mobilnya.
Naina berdiri diluar panti dengan menenteng sebuah tas yg sudah agak lusuh dipundaknya.
Sebuah taksi distopnya dan ia pun naik.
Tanpa pikir panjang Arkana mengikuti taksi itu dengan penuh rasa ingin tahu.
Setelah 30 menit dalam perjalanan taksi Naina berhenti di depan sebuah rumah sakit. Arkana memarkir mobilnya tidak jauh dari teras rumah sakit agar memudahkan mobilitasnya nanti.
Ia mengikuti Naina dari jarak sekitar 5 meter dibelakangnya.
Aneh nya gadis itu tidak menggunakan lift, ia naik melalui tangga hingga kelantai tiga dan masuk ke kamar nomor 302.
Arkana membaca keterangan didepan pintu kamar rumah sakit.
Lilyana Rahma.
Rupanya ini kamar sang adik. Ia mengintip dari celah pintu.
Seorang gadis muda terbaring dengan selang dihidung dan alat pernafasan dimulutnya. Arkana tidak dapat mendengar percakapan mereka. Tapi beberapa menit kemudian Naina mencium kening adiknya dan bersiap keluar dari kamar. Arkana bersembunyi di balik tikungan dilorong rumah sakit.
Untung saja Naina kembali menuju kearah tangga. Ia kembali mengikutinya.
Arkana menghentikan langkahnya saat di dengarnya suara isak tangis. Dibawah sana, Naina duduk bersandar pada dinding dan menangis sesenggukan. Air mata mengalir deras dan beberapa kali ia harus membuang cairan bening dari hidungnya. Arkana terpaku. Ia belum pernah mendengar tangis sepilu ini. Mengapa dadanya terasa sesak?
Mungkin sekitar 15 menit kemudian Naina baru berhenti menangis. Ia membersihkan wajah nya dengan tisu basah dan merapikan rambut sekedarnya.
Arkana berjalan kembali saat Naina turun dari tangga menuju ruang administrasi. Ia dapat melihat gadis itu mengeluarkan sejumlah uang dari tasnya. Dugaannya pasti membayar tagihan rumah sakit.
Arkana mendahului keluar dari lobby dan menunggu di mobil.
Tidak menunggu waktu lama Naina keluar dan kembali memberhentikan sebuah taksi. Arkana masih setia mengikuti nya.
Perjalanan mereka cukup jauh hingga ke pusat kota. Naina berhenti disebuah rumah hiburan dengan logo besar bertuliskan Real Taste.
Arkana tahu tempat ini. Pusat penari striptis. Jadi ini yang di maksud Naina dengan pekerjaan baru dengan gaji besar.
Ah.. Perempuan sama saja...selalu mengambil jalan pintas. Padahal ia sudah hampir bersimpati.
Terserahlah.
Persetan dengan Naina.
Dia perempuan dewasa yang hidupnya adalah pilihannya sendiri.
Arkana tak perduli.
Diapun berlalu dari tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Diana Marwah
Naina, Malah Cpt Mngambil Keputusan,,,,
2021-05-15
0
Lastri M Saleh
naina naina
2020-12-15
0