Part 5

Reina segera bangun dari tempat tidurnya,

"di hari pertama aku sampai di rumah. Malamnya aku diamuk habis-habisan oleh kakak tiri. Sampai tanganku di cakar olehnya, di hari kedua-"

"Tunggu, di amuk? Maksudnya??"

"Penyakit mental kakak tidak stabil, aku berusaha menolongnya untuk meminum obat. Tapi dia malah mengajak gulat diriku, di hari keduanya aku hampir mati terjebak di dalam kobaran api,"

"Kok bisa? Kamu tidak terluka kan?"

"Aku pergi ke bar, lalu barnya tiba-tiba terbakar entah dari mana sumbernya. Lalu aku hendak keluar, tapi saat itu ada seorang anak kecil yang terjebak di dalam,"

"Aku berusaha menyelamatkannya, tapi aku justru ikut tertimpa reruntuhan. Untung saja aku masih bisa selamat,"

"Syukurlah, ku telfon kamu di nomor biasanya kamu malah tidak menjawab,"

"Itu karena ponselku berserta uang dan kunci mobil ikut kebakar di sana,"

"Astaga, kamu memang sial sekali. kalau begitu, besok lusa ku pesankan tiket pesawat,"

"Kakak!!"

"Aku sangat merindukanmu, daripada kamu selalu tertimpa masalah di sana,"

Reina hanya terdiam bisu tanpa memberi jawaban apapun, ia segera menutup telfon dari kakaknya. Badannya ia guling-gulingkan ke ranjangnya dan wajah yang tertutupi oleh bantal.

Sejenak ia menghirup udara akibat kehabisan napas, "hah! Tidak bisa. Jika aku pulang lebih cepat...., tapi jika disini aku juga terus kena masalah yang tiada habisnya,"

"Tok tok tok,"

"Nona ada tamu yang sedang menunggu nona,"

Tamu?? Siapa lagi?! Jangan sampai ada masalah baru.

Selesai berdandan, Reina perlahan melangkahkan kakinya keluar kamar. Di dalam ruang tamu, ia mendapati seorang wanita seusia Mamanya tengah duduk diam di sebuah sofa. Dengan mengenakan pakaian bewarna cerah, sembari rambut terikat ke atas.

Dari belakang Reina tampak tidak asing dengan wanita itu, karena penasaran dia segera mempercepat langkah kakinya menuju wanita itu walaupun kakinya masih sakit.

"Anda siapa?!"

Wanita itu langsung menoleh ke arahnya, setelah melihat wajahnya. Reina segera memeluknya dengan sangat erat, "bibi! Aku sangat merindukanmu,"

Dia menitikkan air mata bahagia karena berjumpa dengan pengasuh lamanya. Namanya Elena, pengasuh yang merawat Reina sejak bayi sampai akhirnya dia pergi ke luar negeri.

Dulu Reina sangat dekat dengannya, setiap kali Mamanya berpihak kepada sang kakak. Hanya dialah yang menghibur Reina dan menemaninya sampai larut malam. Dia juga yang mengobati luka-luka Reina semasa ditindas oleh Athalia.

"Huhu, bibi aku sangat-sangat merindukan mu,"

"Nona jangan sedih, saya ada di sini. Mari nona kita menuju taman belakang sembari menikmati cemilan yang saya bawa,"

"Bibi, tolong antarkan dua cangkir teh ke taman,"

****

Mereka mengobrol asyik di taman, Elen tidak lupa membawakan makanan ringan kesukaan Reina semasa kecil. Kue jahe bersama dengan cake keju, Reina tampah menikmati cemilan itu, sesekali dia menitikkan air mata lagi.

"Sudah nona jangan menangis lagi, ada saya disini. Nona bisa cerita kepada saya,"

Pengasuh itu sudah mendapatkan kepercayaan penuh di hati Reina, ia telah menganggap dia sebagai ibu keduanya. Reina mulai bercerita dengannya, di bawah rerimbunan pohon yang rindang.

Berjam-jam lamanya mereka menghabiskan waktu bersama, sampai-sampai ia melupakan jam makan siangnya. "Kita lanjutkan lagi ceritanya, lebih baik sekarang nona makan siang dulu,"

"Ayo bi, kita makan siang bersama,"

"Ah tidak nona, saya tidak lapar,"

"Baiklah, kita makan siang di luar saja,"

Reina menggenggam tangan Elena, ia menarik Elena masuk ke dalam mobil mewah yang biasa ia tumpangi.

Awalanya Mama Reina mencegahnya keluar, tapi dia tetap bersikeras untuk mengajak Elena makan di luar. Mama pun terpaksa mengalah, malam hari Reina kembali pulang sendirian dalam kondisi setengah mabuk.

Mengetahui akan hal ini, Mama Devira terlihat sangat marah kepada Reina dan bibinya. "Kenapa kamu pulang-pulang bisa seperti ini?!!"

Di sana minum-minum bersoda dan bir atau semacamnya itu merupakan hal biasa, dan hal biasa juga jika dia pergi ke dalam bar. Tapi.. Mama tetap tidak suka kalau Reina sampai seperti ini.

"Rein!!"

Ia langsung mencuci mukanya, Mamanya terus bertanya-tanya kepada Reina.

"Apa Elena mengajakmu pergi minum ke dalam bar?!"

"Semua ini tidak ada kaitannya dengan ibu pengasuh, aku telah mengantarkannya pulang dan setelah itu aku diajak oleh tuan muda Dean ke bar. Kami hanya mengobrol sebentar dan pulang,"

"Udah hanya itu,"

"Terserah kamu, Mama capek. Kenapa kamu tidak bisa mengerti Mama??" Devira segera pergi mendekati pintu kamar, ia merasa letih harus menghadapi ini. Pikirannya terarah kepada ketiga anaknya, yang membuatnya sedikit stres.

"Mama yang tidak bisa mengerti diriku!"

teriak Reina dari kejauhan, Mama hanya terdiam memegang gagang pintu kamar. Ia menghela napas dan menggelengkan kepala sebentar, lalu pergi menutup pintu kamar sedikit keras.

Brakk!!

Reina pusing memikirkan masalah yang tidak ada ujungnya, serasa dia pulang kesini untuk menyulitkan dirinya sendiri. Malam yang panjang, diterangi oleh sinar rembulan yang memancar terang membuat Reina tak bisa memalingkan pandangannya dari sana.

Ia ingin menjadi sinar rembulan yang bebas memancar ke penjuru dunia yang tak terbatas, akhirnya pada malam itu juga dia mengemasi barang-barangnya ke dalam koper besar.

Memang benar kata kakaknya, pulang ke rumah ini hanya untuk menyulitkan diri kita sendiri. Seperti menerobos masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi semua masalah, sekarang aku tahu betul mengapa kak Rezwan memilih untuk mengejar karirnya daripada harus menjadi boneka Papa disini.

Keesokannya, Reina memutuskan untuk olahraga pagi di taman belakang rumah. Ia ingin menenangkan diri untuk sementara waktu, setelah mengalami beberapa kejadian yang heboh.

Selesai berolahraga, ia bergegas untuk bersiap-siap dan sarapan bersama dengan semua anggota keluarga.

"Hari ini kak Athalia tidak kelihatan?! Apakah dia belum sembuh??"

Tiba-tiba terdengar suara Athalia yang lantang dari kejauhan, "siapa yang sakit??"

Reina bergegas menoleh ke arahnya, ia cukup terkejut melihat dandanan Athalia yang cukup glamor waktu itu. Dilihat dari data penyakitnya dan kejadian waktu pesta itu, dia masih tidak bisa percaya bahwa Athalia bisa langsung normal seperti itu.

"Kupikir mental mu masih belum normal, makanya aku tanya,"

Athalia mencekik keras leher putih Reina, anggota keluarga lainnya langsung berdiri melerai mereka. "Lia!! Cepat lepaskan adikmu!!" teriak Papa sembari menarik tangan Athalia.

"Bilang pada bocah *****, aku tidak pernah sakit mental!!! Mental mu yang terganggu!!" sambil meronta-ronta dari pelukan Papa.

Mulut Reina dibungkam rapat-rapat oleh Mama menggunakan lakban, segera ia dibawa ke kamar oleh Ezra dan Mama. Sedangkan Athalia kini sedang berusaha ditenangkan oleh kakak iparnya dan sang Papa.

****

"Um... um!!!"

Secara kasar Mama menarik lakban dari mulut Reina, "Ma!!"

"Diam!!! Kenapa kamu bisa sebodoh ini, sudah ku bilang berkali-kali jangan sampai membuat masalah dengan kakakmu,"

"Tapi kamu benar-benar tidak paham-paham juga!!"

Reina dimarahi habis-habisan oleh Mamanya, "cukup Ma!! Tapi itu yang sebenarnya terjadi kan?! Dia memang sakit mental!!" sekeras mungkin Reina mengatakan hal itu di hadapan mereka berdua. Tak segan-segan Mama menampar keras wajah Reina dihadapan Ezra.

🍁 Bersambung 🍁

Terpopuler

Comments

hamzah

hamzah

semagat kak author💪💪

2020-11-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!