" Sia, kamu di panggil ke ruangan Pak Direktur."
Sia mendongakkan kepalanya.
" Saya Pak? " Ujarnya seraya menunjuk dirinya sendiri.
" Memang disini ada lagi yang bernama Maureen Calysia Putri? " Ujar Pak Sean gemas.
" Ya cuma saya sih Pak." Jawab Sia.
" Ya sudah, cepat sana, udah di tunggu Pak Radit."
" Kenapa saya disuruh ke sana Pak? Apa saya ada salah sama selama saya kerja? " Sia mulai cemas dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
" Kalau kamu tidak merasa berbuat salah ya sudah tinggal ke sana saja tidak usah takut, cepat Sia." Pak Sean langsung keluar dari ruangan akutansi 2.
" Dian emang aku ada salah ya selama kerja disini? Terus aku bakal dipecat? " Sia merasa panik.
" Udah kesana dulu aja Si, gue akan selalu do'ain lo buat yang terbaik. " Ujar Dian berusaha menenangkan Sia.
" Kalau kamu tidak berani kesana sendiri biar aku temenin Si." Tambah Tio dari kubikelnya.
" Tidak usah mas, biar saya sendiri saja."
Sia langsung berpamitan untuk keluar dulu dan meninggalkan pekerjaannya yang masih menumpuk ke ruangan Direktur.
Di dalam lift menuju lantai 15 jantung Sia semakin berdetak kencang. Sia saat ini merasa gugup sekaligus takut.
Apa mungkin Pak Radit tersinggung dengan kejadian tadi pagi? Saat Sia nebeng di mobil Pak Radit tapi dia justru mengatainya sombong. Tapi masa Pak Radit tersinggungan gitu sih? Pikir Sia.
Sibuk dengan fikirannya tanpa sadar pintu lift sudah terbuka dilantai 15, yang merupakan lantai khusus direktur dan sekretarisnya.
Sia keluar dari lift, dia berjalan pelan karena semakin merasa gugup. Terlihat sekretaris Radit yang bername tag Lisa C ada di mejanya.
" Permisi Bu, saya dari divisi akutansi mau bertemu Pak Radit." Ujar Sia.
Lisa memperhatikan Sia dengan seksama, dengan bibir yang merah merona dan mata memakai kacamata baca.
" Apa kamu sudah ada janji? " Tanyanya dengan nada menilai.
" Saya tadi diberitahu sama Pak Sean katanya saya disuruh ke ruangan Pak Radit." Jawab Sia.
" Kamu buat salah apa sampai dipanggil ke ruangan Pak Radit? "
Pertanyaan sekretaris Pak Radit ini semakin membuat Sia menjadi tidak tenang.
" Sepertinya aku sudah membuat kesalahan fatal." Ujar Sia di dalam hati.
" Sebentar saya konfirmasi dulu ke Pak Andre."
Tidak adanya jawaban dari karyawan di depannya ini membuat Lisa langsung saja menghubungi Andre, asisten pribadi bosnya. Dia kasihan dengan wajah Sia yang terlihat tertekan setelah mendengar perkataannya.
" Selamat pagi Pak Andre, ada karyawan yang bernama Maureen dari divisi akuntansi, katanya dia dipanggil langsung oleh Pak Radit." Ujar Lisa.
"Baik, Pak." Lisa mengakhiri panggilan telfonnya.
Terdengar pintu ruangan direktur terbuka, keluar Andre dengan senyum ramahnya.
" Selamat pagi Mbak Sia, silahkan ikut saya. " Ujar Andre.
" Selamat pagi juga Mas Andre." Jawab Sia gugup.
Sia mengikuti langkah Andre berjalan ke arah ruang direktur. Begitu pintu terbuka Sia langsung masuk ke dalam. Sedangkan Andre keluar lagi dari ruangan tersebut.
" Selamat pagi Pak Radit." Sia menyapa Radit seraya menundukkan wajahnya.
" Dundaaa..... "
Yang terdengar hanya suara seoarang balita laki-laki. Spontan Sia langsung menegakkan badannya menghadap depan dimana disana ternyata tidak hanya ada Radit, melainkan balita kecil yang merupakan putra Radit yang Sia sendiri lupa namanya, dan seorang wanita paruh baya.
Sekarang Sia merasa bingung dengan keadaan ini. Sebenarnya ada apa?
.
.
.
Radit POV~
Sesampainya diruangan aku segera menyelesaikan pekerjaanku.
Tok... tok... tok..
" Ya, masuk." Jawabku dari dalam.
" Selamat pagi Pak Radit, saya akan membacakan jadwal bapak hari ini." Ujar Lisa yang merupakan sekretarisku.
"Hhmm... "
" Hari ini jadwal Bapak hanya ada pertemuan makan siang dengan investor dari Singapura jam 13.00. Selebihnya hanya jadwal harian seperti biasa."
" Baik, kamu boleh keluar." Jawabku datar.
" Oohh iya Pak, berkas yang kemarin saya berikan ke Pak Radit apa sudah selesai? Mau saya kirimkan kembali." Lisa mengingatkanku akan berkas kemarin yang seharusnya aku tandatangani kemarin, namun karena ucapan Mama yang selalu berputar di otakku, membuatku terpaksa membawa pulangnya ke rumah. Ditambah dengan aksi menguntit yang aku lakukan kepada Maureen.
" Sudah, kamu bisa mengirimkannya sekarang." Jawabku seraya memberikan berkas itu kepada Lisa.
Setelah Lisa keluar dari ruanganku, kembali aku mengerjakan pekerjaanku lagi. Hari ini pekerjaanki tidak terlalu banyak, namun tetap saja waktu yang aku punya hanya sedikit. Karena terpotong untuk undangan makan siang dengan investor Singapura.
Rasanya baru saja aku terfokus dengan pekerjaanku, tiba-tiba konsentrasiku buyar lagi karena telfon kantor yang berbunyi.
" Ya halo." Jawabku tanpa minat.
" Halo Pak, saya mau memberitahu jika Ibu Riana dan Kendra sudah ada di depan kantor." Ujar Andre.
Sebenarnya aku tidak terlalu terkejut dengan kedatangan mereka setelah tadi pagi mereka bersikeras untuk ke kantor bertemu dengan gadis itu.
" Jemput mereka Ndre." Jawabku singkat.
" Baik Pak."
Tanpa menjawab langsung saja aku matikan sambungan telfonnya.
Tidak berapa lama, pintu terbuka dengan Andre yang menggendong Kendra di lengannya, sedangkan Mama tentu saja dengan tas tangan yang tidak pernah terlepas.
" Ayahhhh... " Kendra langsung turun dari gendongan Andre dan berlari ke arahku. Sedangkan aku langsung berdiri dari dudukku.
" Jalan pelan-pelan jagoan, nanti kalau jatuh bagaimana?" Ucapku seraya meraihnya kedalam gendonganku.
" Tapi Kendla tidak jatuh, iya kan Oma? " Ujarnya meminta pembelaan dari Mama.
" Sekarang tidak jatuh, tapi lain kali tetep harus hati-hati ya." Ujar Mama juga menasehati Kendra.
" Iya Oma."
Aku langsung mencium pipinya yang gembil itu.
" Jadi gimana? Kendra senang main ke rumah tante Rida? Nggak Rindu sama Ayah? " Ujarku bertanya kepada Kendra.
" Kendla senang main ke lumah tante Lida, Kendla senang main sama dedek Ulel yang lucu. Kendla juga lindu sama Ayah sedikit, kalau Lindu sama Dunda balu banyak."
Ya Tuhan! Anak ini lebih merindukan gadis itu, gadis yang baru Kendra temui sakali namun langsung mendapatkan panggilan Bunda. Sedangkan denganku yang Ayah kandungnya sendiri justru rindu sedikit, apa-apaan ini.
" Jadi dimana Bundanya Kendra sekarang? " Tanya Mama tiba-tiba.
" Apaan sih Ma. "
" Mama kesini mau lihat mana gadis yang akan jadi Bundanya Kendra Dit. Iya kan nak? Kendra mau ketemu sama Bunda? " Benar-benar Mama ini mempengaruhi otak Kendra.
" Iya Ayah, Kendla mau ketemu Dunda." Jawabnya riang.
" Tapi sekarang Bunda lagi kerja Nak." Jawabku menolak.
" Panggil saja kesini." Ujar Mama santai.
" Maa... "
" Lihat tuh Kendra sudah mau nangis." Ujar Mama.
Dan ternyata mata Kendra sudah berkaca-kaca dengan bibir melengkung ke bawah.
" Iya iya, Ayah minta Bunda kesini." Pada akhirnya aku yang mengalah.
Kembali aku hubungi Andre.
" Ndre, kamu panggil Maureen untuk segera keruanganku. Hubungi saja kepala divisinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 255 Episodes
Comments
reza indrayana
Siipp...👍🏻👍👍🏻🩵🩵🧡🩵❤️😘😘
2023-11-28
0
Mommy JK 💜
mamanya pak Bos kompor meleduk 24 sumbu 🤣🤣🤣🤣🤣
2023-11-19
0
susi 2020
😂😂
2023-11-16
0