Ganis adalah sosok pekerja keras yang cerdas, hal itu terlihat dari bagaimana dia menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang harus dia tangani sekarang. Meskipun baru seminggu bergabung dengan Anaya, dia sudah mampu mengimbangi ritme bekerja dari Anaya.
"Aku senang dengan pekerjaan kamu Ganis, kamu sesuai harapanku" puji Anaya sambil melepaskan sepatu hak tingginya, mereka sudah tiba kembali di kantor setelah perjalanan menemui beberapa klien di luar hari ini.
"Berkat bimbingan Nona" Ganis merendah.
Anaya mengangat tangan kanannya, "No, ini memang kemampuan kamu, aku tidak rugi merekrut kamu, kamu gadis yang cerdas" ujar Anaya sambil tersenyum penuh arti.
"Terima kasih Nona, saya akan terus belajar" imbuh Ganis sambil membungkuk. Tangannya dengan cekatan mengambil sepatu Anaya dan menyimpannya ke dalam tas, lalu dia mengambil sepatu yang lain yang diinginkan Anaya.
"Kita ada agenda kemana lagi? sudah selesai kan? lagian ini sudah sore" Anaya melirik jam tangannya, jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Maaf Nona, apakah Nona tidak ingat agenda hari ini?" Ganis balik bertanya. Anaya menoleh ke arah Ganis sambil menyipitkan mata, dia benar-benar tidak ingat ada agenda lain selain tanda tangan dengan para investor hari ini.
"Ada?" tanya Anaya.
Ganis membuka buku agenda dan mendekatkan ke Anaya, di sana dengan jelas tertulis, "Makan malam dengan keluarga Saga"
Mata Anaya mengerjab, baru kali ini Ganis melihat Anaya gugup.
"Ada yang salah Nona?" Ganis khawatir, tangannya kembali menutup buku agenda. Anaya berdiri meninggalkan kursinya, Ganis mengambil tas Anaya dan juga tas bawaannya lalu ikut keluar membuntuti Anaya, mereka menuju lift.
Mereka sudah tiba di tempat parkir, Pak Sabar sudah siap dengan mobil Anaya dan siap membawa mereka pulang. Anaya bergegas masuk mobil tanpa menunggu Pak Sabar membukakan pintu untuknya. Tanpa bertanya, Ganis mengikuti Nona-nya.
"Kita pulang Bu?" tanya Pak Sabar sebelum menyalakan mesin.
"Kita ke butik biasanya Pak" ujar Anaya.
"Baik Bu" jawab Pak Sabar tanpa membantah.
"Untung kamu ingatkan, aku benar-benar lupa jika ada janji bertemu dengan keluarga Saga" Anaya menghela nafas, raut kegugupan masih belum hilang dari wajahnya.
"Nona tidak apa-apa? apa Nona sakit?" tanya Ganis agak sedikit khawatir, namun Anaya menggeleng. Terlihat Pak Sabar melirik ke wajah Bosnya dari kaca depan.
"Enggak, aku baik-baik saja, oh ya nanti kamu ikut ya, aku nggak bisa kalau datang sendirian kesana" pinta Anaya.
"Tapi Nona" Ganis enggan, karena ini acara privasi, dia tidak mau menjadi penganggu.
"Tidak ada tawar menawar, kamu harus ikut" suara Anaya sedikit meninggi.
"Baik Nona" Ganis menyerah.
Sekitar satu jam mereka berada di butik dan sekaligus menawarkan jasa salon tersebut, Anaya dengan member khusus di butik tersebut mendapat pelayanan yang cepat juga dan sangat mudah. Meskipun dengan situasi yang mendadak, dia mendapatkan gaun yang dia inginkan. Gaun tanpa kerah dengan model terbuka menjadi pilihannya, rambut dibiarkan tergerai dengan jepit mewah di sebelah kanan rambutnya menambah kecantikannya. Begitu juga dengan Ganis, Anaya memilihkan gaun yang hampir sama dengannya, namun dengan tatanan rambut yang dicepol, menampakkan sisi dewasanya, namun Ganis nampak sangat cantik. Hanya saja dia kurang begitu nyaman dengan gaun yang terbuka itu.
"Kamu cantik, sekali-kali pakai gaun seperti ini" ujar Anaya setelah mereka berada di mobil untuk menuju ke rumah Saga.
Ganis meringis, dia benra-benar kurang nyaman, sesekali dia menutupi tubuhnya dengan jaketnya.
"Lama-lama kamu akan terbiasa Ganis, kamu cantik, dan kamu jangan merasa malu, kamu pantas memakai gaun itu"
"Iya Nona" jawab Ganis lirih.
"Nanti kamu tetap berada di sekitarku, ketika nanti acara makan malam atau apa, kamu harus ada di sekitarku, jangan kemana-mana"
"Nona..."
"Apa? Saga? jangan hiraukan dia" ujar Anaya menyambar, dia seolah tahu apa yang akan dikatakan oleh Ganis sebelum kalimat itu terucap.
Degup jantung Anaya bergerak dengan cepat, inilah saatnya, akhirnya dia akan bertatap muka dengan Tuan Candra. Sesekali dia mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan. Mobil yang dikendarai Pak Sabar sudah memasuki pagar rumah yang besar, lalu perlahan berhenti. Pak Sabar membuka pintu mobil, Anaya keluar dengan perlahan. Begitu juga dengan Ganis, dia sibuk membenahi bajunya dan beradaptasi dengan sepatu hak tingginya yang membuatnya sungguh tidak nyaman.
Saga menyambutnya di depan pintu rumahnya dengan senyum khasnya, senyum cool, keren, setidaknya itu yang dilihat Ganis. Laki-laki tampan itu mengecup pipi kanan dan kiri Anaya, mereka sungguh pasangan yang serasi. Pikir Ganis.
Anaya membisikkan kalimat yang tidak bisa didengar oleh siapapun kecuali Saga, beberapa detik kemudian Saga melirik ke arah Ganis, mimik mukanya nampak sedikit kecewa, akan tetapi dia akhirnya mengangguk.
Ganis membuntuti Anaya yang sudah berjalan terlebih dahulu dengan Saga menuju ruang keluarga mereka. Ganis nampak ragu melangkah ke rumah yang sangat megah itu, kakinya sedikit sakit menyesuaikan sepatunya, sesekali dia meringis menahan sakitnya.
Nyonya Rima dengan tampilan yang sangat menawan segera memeluk Anaya, merangkulnya dengan hangat. Setelahnya Anaya menyalami Tuan Candra yang sedang berada di kursi roda. Laki-laki itu nampak memperhatikan Anaya dengan seksama lalu tersenyum.
"Selamat sore Om, Maaf saya terlambat" ujar Anaya sopan, suara gemuruh di dalam hatinya seolah ingin meledak begitu saja, tapi dia menahannya dengan baik.
"Oh mari silahkan duduk, kita langsung ke meja makan saja, ayo silahkan" Nyonya Rima menggandengan Anaya dan mengajaknya duduk. Saga mendorong kursi roda Tuan Candra, sementara Ganis menuruti perintah Anaya untuk ikut bergabung dengan keluarga Saga.
"Oh ya, siapa dia?" tanya Nyonya Rima dengan lembut sambil menatap Ganis.
"Oh..dia assisten saya tante, karena dia sudah aku anggap seperti saudara, maka dia kemana-mana harus saya ajak, maklum tante, kedua orang tua saya sudah meninggal, jadi saya kesepian" ujar Anaya tegas.
"Oh tidak apa-apa, selamat bergabung, siapa nama kamu?"
"Ganis Nyonya" jawab Ganis sopan sambil membungkuk, dia masih berdiri.
"Eh silahkan duduk Ganis, tidak apa-apa, ayo silahkan"
"Terima kasih Nyonya" Ganis melirik ke arah Anaya dan Saga bergantian. Laki-laki itu acuh saja dengan apa yang terjadi di meja makan.
"Ayo jangan sungkan-sungkan, kita mulai makan saja" Nyonya Rima memulai, dia mengambilkan makanan untuk suaminya.
Ganis dengan cekatan mengambilkan makan untuk Anaya, setelah piring tersebut penuh dengan makanan, Anaya memberikannya untuk Saga.
"Untuk kamu" Anaya tersenyum, Saga ingin menolak, tapi Anaya memaksa. "Anggap saja aku yang mengambilkan untukmu" imbuh Anaya.
Beberapa kali Anaya memperhatikan Tuan Candra yang sedang duduk di kursi roda, wajahnya nampak pucat, wajahnya kurus, bayangannya selama ini tentang Tuan Candra tidaklah sama. Tuan Candra nampak seolah seperti orang yang baik, tapi buru-buru Anaya menepis anggapan yang baru saja muncul itu.
Hanya beberapa sendok saja Anaya sudah menyelesaikan makannya, Ganis menuangkan minuman untuk Anaya.
"Kenapa? apa makanannya tidka enak?" tanya Nyonya Rima khawatir, dia tidak mau jika calon menantunya merasa tidak nyaman dengan pertemuan mendadak ini.
"Oh tidak tante, enak kok, hanya saja saya tidak mau jika nanti gaun pengantin saya tidak muat" ujar Anaya mengundang gelak tawa, Saga hanya tersenyum.
Selesai makan malam mereka berada di ruang samping rumah yang terkonsep sebagai ruang keluarga yang sangat nyaman. Mereka duduk bersama dan membicarakan masalah yang serius, hati Anaya semakin berdegup, sementara Ganis merasakan bunga-bunga kebahagiaan.
Enjoy...^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Erik Kurnianto
koyone kie y thor
aku jal arep nebak
mungkin Anaya due dendam to bpak e Saga
nk bener kasih like thor🤗
2022-12-03
1
Rina
🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2021-10-20
0
Anthy Khalid
apa mungkin anaya ada hubungan dng tuan candra...???apa ada dendam,atau ada anaya sdh mengenal tuan candra???apa mrk punya keterkaitan masa lalu...???
2021-09-03
0