"Jangan keras-keras, kalau sampai Ayahnya dengar kau akan dibunuh!"
Empat orang pemuda itu berlalu begitu saja, Xin Chen menatapi punggung mereka masih sedikit melamun. Namun sesaat sebuah uluran tangan tersodor padanya, sontak saja Xin Chen mengangkat wajah.
"Ayah? Itu... Maafkan aku, padahal sudah berjanji akan menunjukkan perkembanganku padamu. Justru sekarang hanya mempertontonkan kekalahanku lagi dan lagi."
"Kau sudah sedikit berkembang, hanya perlu latihan saja." Xin Fai menenangkan putranya itu, dia tahu Xin Chen mengalami banyak tekanan.
Baik dari mulut orang-orang yang menggunjingnya ataupun dari Xin Zhan. Kakaknya itu telah berdiri seratus langkah lebih maju darinya. Meskipun di dalam hati Xin Chen masih memiliki keinginan kuat untuk melampaui Xin Zhan dan membuktikan pada orang-orang bahwa dirinya tidak selemah yang mereka pikirkan. Akan tetapi melihat kekuatannya yang sekarang ini rasanya sudah mustahil.
Xin Chen memerhatikan telapak tangannya yang penuh dengan luka goresan serta darah. "Ayah, apa menurutmu aku bisa melampaui Zhan Gege?"
Angin lalu lewat begitu saja. Xin Zhan telah memasuki rumah bersama Ren Yuan dan Xin Xia. Sedangkan Lan An sendiri pamit kembali karena ada beberapa hal yang harus diurusnya terlebih dahulu. Tentu saja dia pergi setelah sedikit menggoda Xin Xia.
Xin Fai menjawab tenang. "Kau berpikir untuk melampaui kakakmu?"
"Apakah terdengar mustahil?"
"Kau tidak berpikir untuk melampauiku?" Xin Fai berhasil membuat putranya itu terdiam beribu bahasa. Bola matanya dapat menangkap kegelisahan di sana. Xin Chen masih takut untuk mengakui dirinya sendiri.
"Kau ingin diakui orang-orang, sedangkan kau sendiri tidak mengakui dirimu sendiri. Omongan orang-orang bukan menjadi tolak ukur kau hebat atau tidak, bukan?"
Namun Xin Chen membantah dengan sedikit meninggikan suaranya, "Aku sudah berlatih sebisa mungkin, tapi lihatlah, semakin hari hanya semakin tertinggal darinya. Aku sama sekali tidak memiliki bakat untuk bertarung. Ah, sudahlah lupakan saja, Ayah."
Xin Chen membereskan senjatanya dari tanah dengan kecewa. Sejak dulu dia selalu percaya omongan Ayahnya bahwa dirinya tidak lemah namun hanya kurang berlatih saja.
Tapi hari ini dia mengerti, kata-kata itu hanya sekedar untuk menghiburnya. Xin Zhan akan selamanya dipuja-puja dan dia disebut tak berguna. Mungkin sudah takdirnya menerima kenyataan pahit seperti itu.
"Kalau kau tidak melatih pedangmu itu, siapa yang kelak akan melindungi kami? Andai saja, suatu saat nanti musuh menyerang dan akan membunuhku dan juga ibumu sedangkan kau sendiri tidak pandai menggunakan pedang, apa kau hanya akan menonton kematian orangtuamu saja?"
Saat mengatakannya Xin Fai jadi teringat akan dirinya di masa lalu, saat Ayahnya dipenggal dan dirinya hanya bisa melihat ketakutan lalu pergi menyelamatkan nyawa sendiri. Hari itu adalah hari terberat yang pernah dilaluinya.
Kata-katanya tadi berhasil membuat Xin Chen berhenti berjalan.
"Ilmu pedang diciptakan bukan untuk diakui menjadi orang terhebat, tapi untuk melindungi orang-orang yang kau anggap berharga. Aku tidak melihat hasil latihanmu sama sekali, tapi bagaimana kau terus berlatih sampai sore ini. Kurasa aku cukup bangga memiliki anak sepertimu."
Terasa air mata mulai menggenangi pelupuk mata Xin Chen, anak kecil itu berlari kecil dan memeluk Ayahnya erat.
Lama tak berjumpa dengan Xin Fai dan mendapatkan kata-kata hiburan darinya setelah sekian lama dicemooh oleh orang-orang membuat Xin Chen dapat merasakan menarik napas tenang.
Kehangatan Xin Fai pada kedua anaknya membuat mereka selalu menurut padanya, meski senakal apapun Xin Chen di mata orang-orang atau sekejam apapun Xin Zhan dalam berbicara.
"Aku akan menjadi sehebat dirimu, Ayah! Melampaui Xin Zhan dan Paman Lan An! Sampai kau melihatnya, kau harus tetap hidup. Aku berjanji akan melindungimu." Xin Chen mengatakannya dengan pasti, seakan dirinya telah melewati ratusan pertarungan antara hidup dan mati.
Tentu saja Xin Fai menanggapi hal itu dengan antusias juga. Di sisi lain dia mengingat perkataan Ren Yuan tentang Xin Chen, membuatnya menggelengkan kepala sebentar. Memilih untuk tidak memikirkannya.
Xin Zhan diam-diam mengintip mereka, merasa cemburu pada Xin Chen. Tangan kecilnya terkepal erat. Meskipun dia telah diakui oleh semua orang akan tetapi dirinya masih belum merasa puas. Karena perhatian Ayahnya lebih banyak tertuju pada Xin Chen.
Awan kian menggelap bersama hilangnya pendar matahari di ufuk barat. Xin Zhan melewati jembatan-jembatan batu yang dihiasi oleh sungai mengalir di bawahnya, mengawasi langit yang mulai malam sendirian.
Meskipun umurnya masih terbilang muda namun pemikirannya lebih dewasa dari anak-anak seumurnya. Dia telah banyak belajar dari Ayahnya sendiri dan kelak ingin menjadi sepertinya.
Dari banyaknya pendekar baru yang muncul di Kekaisaran Shang dalam sepuluh tahun terakhir, yang diyakini sebagai periode jaya Kekaisaran ini tidak ada satupun dari mereka yang mampu membuat Xin Zhan kagum. Hanya Ayahnya yang terus maju berani dalam setiap pertarungan, pijakannya tak pernah mundur sekalipun ribuan sayatan telah merobek tubuhnya.
"Ah, aku ingin menjadi sepertinya..." Xin Zhan mengangkat tangannya ke atas, hendak menyentuh bulan di atas dengan tangannya. "Tapi Ayah masih terlalu jauh dari genggaman tanganku."
"Kalau kau berpikir begitu, maka aku yang akan lebih dulu mengambil posisi itu. Aku akan menjadi Pilar Kekaisaran berikutnya, kau mundur saja dan merengek sana pada Ibu!"
"Kau-" Xin Zhan berkata gemas. "Seharusnya kau sana yang menangis pada paman Lan! Setiap kalah bertarung pasti dia akan memanjakanmu. Dan Ayah... Ayah pasti membelamu," omel Xin Zhan.
Xin Chen menyinggungkan senyum hambar. "Mereka hanya menghiburku karena aku lemah, hanya sebatas itu. Kau tidak perlu merasa tersaingi."
Segera tanpa memberi jeda Xin Zhan menyahut, "Benar! Tanpa kau jelaskan kau memang lemah. Bahkan untuk membuka sepuluh lingkaran tenaga dalam saja sudah kesusahan. Kau memang tidak berguna." Xin Zhan membalikkan badannya kesal, tak berniat memperpanjang percakapan dengan adiknya yang bodoh itu
Lagi-lagi seperti biasa Xin Chen hanya bisa menerima mentah-mentah kata yang menusuk itu. Dia sadar tidak memiliki pembelaan apapun. Nyatanya apa yang dikatakan Xin Zhan benar sekali.
Dia masih payah dalam menggunakan tenaga dalam, bahkan walaupun Xin Fai telah mengeluarkan banyak uangnya untuk membeli sumber daya termahal demi mengembangkan tenaga dalamnya.
Karena alasan itu pula, Kitab Tujuh Kunci diberikan kepada Xin Zhan. Di umur 9 tahun saja, Xin Zhan dapat mengendalikan roh sesuka hatinya. Dia menggunakan kekuatan itu dalam pertarungan. Membuat Xin Chen yang berdiri di belakangnya merasa semakin tertinggal.
Sedangkan itu, Xin Chen tidak bisa menggunakan Kitab Langkah Petir yang diberikan Ayahnya. Dia mempelajari kitab tersebut siang, malam, petang hingga pagi buta untuk berlatih berjalan cepat di atas air. Alih-alih bisa berlari seperti kuda justru yang dia dapatkan hanyalah dirinya tak sadarkan diri dan tenggelam di dasar air. Untung saja hari itu Ren Yuan segera menyelamatkannya.
Dari semua yang telah dilaluinya wajar saja Xin Chen merasa takkan mampu melampaui Xin Zhan maupun Ayahnya. Kata-kata hendak menjadi Pilar Kekaisaran sendiri digunakannya untuk menghibur dirinya sendiri.
"Suatu saat nanti, aku ingin menjadi orang lemah yang melindungi semuanya. Tidak perlu kuat untuk bisa melindungi orang-orang, ibu yang bilang sendiri padaku." Pembelaan Xin Chen tidak didengar oleh siapapun, Xin Zhan telah meninggalkannya sendirian di jembatan tersebut.
Mendadak burung-burung yang bersembunyi di dalam hutan berterbangan secara bersamaan diiringi suara teriakan Xin Zhan. Seketika Xin Chen panik bukan main dibuatnya, dia menoleh kiri kanan dan mengingat dari mana arah Xin Zhan pergi kemudian mengikutinya secepat mungkin.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 372 Episodes
Comments
Alan Bumi
nafas woi
2022-11-03
0
JOE NATHAN ALFARYZy
mantap
2022-09-13
1
Agus
menarik jg
2022-09-03
1