Wajah Natasya terlihat cemas ketika dia sedang mengusap tengkuk Diandra yang sejak tadi terus muntah dengan wajah begitu pucat. Sudah satu minggu Diandra disini, tapi keadaannya tidak semakin baik karena dia sering sekali melamun dan hanya makan sangat sedikit dengan alasan mual.
Puncaknya dua hari belakangan ini Diandra selalu memuntahkan semua yang dia makan hingga wajahnya terlihat begitu pucat. Sungguh Natasya merasa cemas apalagi rumahnya cukup jauh dari rumah sakit dan dia tidak ada kendaraan selain motor.
Lama sekali Diandra berada di sana hingga ketika rasa mual itu perlahan hilang dia mendongak, tapi tubuhnya linglung seketika dan beruntung Natasya dengan sigap menahannya agar tidak jatuh.
"Ayo ke kamar dulu biar aku bantu." Kata Natasya
Dengan bantuan Natasya mereka berdua pergi ke kamar dan Diandra langsung berbaring disana sambil memegang kepala yang mulai berdenyut.
"Apa kita perlu ke dokter Ra?" Tanya Natasya
"Tidak"
Diandra menjawabnya dengan lemah lalu kembali berusaha memejamkan matanya, dia merasa sangat merepotkan Natasya, tapi Diandra tidak tau lagi harus kemana.
"Makan lagi?" Tanya Natasya
"Tidak Sya aku mual sekali masihan." Kata Diandra
"Yaudah aku buatkan teh hangat dulu ya?" Kata Natasya
"Maaf merepotkan." Lirih Diandra
"Siapa yang direpotkan? Aku tidak merasa begitu jangan cemas." Kata Natasya
Natasya berlalu keluar dari kamar dan pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat. Keputusannya sudah bulat hari ini dia akan mencoba untuk menghubungi Gibran.
Natasya akan diam-diam mengambil kartu ponsel Diandra yang ada di balik case phone temannya itu.
Tidak, bukan karena ingin Diandra cepat-cepat pergi, tapi karena rasa cemas Natasya melihat keadaan temannya yang malah semakin memburuk. Setidaknya kalau kekasih Diandra tau dia akan sedikit lebih tenang, dia takut kalau tiba-tiba Diandra pingsan.
Apa yang bisa dia lakukan?
Rumahnya jauh dari rumah sakit dan hanya motor yang dia punya.
Jadi, Natasya sudah memutuskan akan melakukannya.
Selesai membuat teh Natasya kembali ke kamar dan memberikannya pada Diandra yang langsung wanita itu minum dengan perlahan.
"Sudah lebih baik?" Tanya Natasya
"Hmm sudah masih sedikit mual." Kata Diandra pelan
"Masih belum mau memberi tau Ayah anak ini?" Tanya Natasya membuat Diandra terdiam dan menundukkan kepalanya
Diandra tidak tau harus memulainya dari mana kalau nanti dia bertemu Gibran dan lagi dia benar-benar lemas sekarang.
"Aku... aku..."
"Sudah tidak papa kamu juga masih sakit, tapi dengar ketika sudah membaik nanti telpon dia dan beri tau semuanya," Kata Natasya
Diandra kembali diam dan tidak memberikan tanggapan apapun.
"Aku bukan mau kamu cepat pergi, tapi aku mau hati dan fikiran kamu tenang jangan sampai berdampak pada bayi yang kamu kandung." Kata Natasya
Diandra masih tetap diam dan merenungkan semua perkataan Natasya yang memang ada benarnya.
Fikirannya di penuhi dengan Gibran dan kehamilan pertama yang dia rasakan juga cukup berat. Sering kali Diandra susah tidur atau terbangun tengah malam dan bukan sekali dua kali juga dia tiba-tiba menangis.
Tangan Diandra terulur untuk mengusap perut ratanya dengan dada yang terasa sesak.
"Sya aku ibu yang jahat ya?" Tanya Diandra pelan
"Tidak Diandra." Kata Natasya
Diandra menghela nafasnya pelan dan mebaringkan lagi tubuhnya di ranjang.
"Tidur saja biar lebih baik." Kata Natasya
"Maaf"
"Kenapa minta maaf? Kamu sudah seperti keluargaku Diandra bahkan kamu tau kalau orang tuaku juga merasakan hal yang sama kan?" Kata Natasya sambil tersenyum
Diandra tersenyum dan mengangguk singkat.
Menarik selimut hingga sebatas pinggang Diandra mulai memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur.
Menunggu untuk waktu yang cukup lama Natasya yang sudah memastikan kalau Diandra sudah terlelap dengan hati-hati mengambil ponsel yang ada di dekat bantal. Dibukanya case phone itu lalu Natasya mengambil kartu yang memang sengaja melepas kartunya agar tidak bisa dilacak.
Setelah mengambil kartu itu Natasya meletakkan kembali ponsel itu ditempatnya lalu bergegas pergi keluar. Memasukkan kartu itu ke dalam ponselnya Natasya mencari kontak milik Gibran disana dan berhasil dia menemukannya.
Tanpa menunggu lagi Natasya berusaha menghubungi Gibran dengan nomor telponnya.
Diangkat!
¤¤¤
"Kamu menemukannya?!"
Wajah Gibran berubah antusias ketika mendapat telpon dari Arjuna yang mengatakan bahwa mereka menemukan lokasi dimana sinyal nomor ponsel Diandra terlihat. Tanpa berfikir panjang Gibran bergegas mengambil kunci mobil yang tergantung dan keluar dari apartemen.
Sudah satu minggu dia hampir gila karena tidak menemukan Diandra dan sudah satu minggu juga Gibran diam di apartemennya tanpa pulang ke rumah. Memasuki mobil Gibran langsung mengendarai mobilnya dengan keceparan tingga sambil berbicara di telpon dengan Arjuna.
'Iya, ada di dekat pantai'
"Pantai?" Tanya Gibran tidak percaya
Jauh dari lokasinya sekarang.
'Mungkin itu rumah temannya lokasinya ada di salah satu pemukiman disana'
"Baiklah kirim lokasinya." Kata Gibran
Setelah itu Gibran mematikan ponselnya dan menunggu Arjuna mengirim alamatnya, tapi dia mendapat telpon dari nomor tak dikenal. Awalnya dia enggan untuk mengangkat hanya saja hatinya tergerak untuk mengangkat panggilan itu.
'Apa ini Gibran?'
"Iya, siapa?" Tanya Gibran dengan mata yang fokus pada jalan
'Aku teman Diandra'
Mata Gibran langsung membulat dan dia bertanya, apa wanita itu tau diama Diandra.
'Dia ada bersamaku'
"Diandra ada bersama kamu?! Kalian dimana sekarang?!" Tanya Gibran dengan cepat
'Sebenarnya Diandra melarang aku untuk memberi tau kamu, tapi keadaannya sangat tidak baik sekarang makanya aku menelpon kamu diam-diam'
Perkataan itu sudah cukup membuat Gibran cemas dan menepikan mobilnya untuk bicara dengan teman Diandra.
"Kalian dimana?!" Tanya Gibran tidak sabar
Setelah wanita itu menyebutkan alamatnya Gibran langsung mengendarai mobilnya lagi dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera sampai. Sungguh Gibran sangat merindukan Diandra dan dia begitu cemas ketika temannya itu mengatakan kalau wanitanya sakit.
Berkali-kali Gibran mengumpat karena lampu merah serta jalanan yang padat memgingat ini adalah akhir pekan, tapi dia berhasil sampai setelah menempuh perjalanan selama satu jam. Memarkirkan mobilnya Gibran keluar dan kembali menelpon nomor teman Diandra untuk mengatakan kalau dia sudah sampai.
"Gibran?"
Gibran menoleh dan menurunkan ponselnya yang masih berdering ketika seorang wanita menghampirinya.
"Iya aku Gibran." Kata Gibran
"Diandra ada di rumahku." Kata Natasya
Natasya meminta Gibran untuk mengikutinya dan mereka bersama-sama pergi ke rumah sederhana dimana Natasya tinggal. Sampai disana Natasya membuka pintu untuk memastikan kalau Diandra belum keluar dari kamar lalu menyuruh Gibran untuk masuk.
"Dia mungkin sedang tidur hampir seharian ini Diandra muntah-muntah bahkan wajahnya sangat pucat aku cemas karena rumahku jauh dari rumah sakit." Kata Natasya
"Terima kasih sudah menjaga Diandra." Kata Gibran
"Tidak perlu berterima kasih Diandra keluargaku, pergilah ke kamar dan bicara dengan Diandra aku akan berikan waktu untuk kalian berdua bicara, jangan marah dia sedang hamil dan sangat sensitif." Kata Natasya
Gibran mengangguk faham lalu pergi ke pintu yang tadi Natasya tunjuk dan berdiri disana untuk waktu yang cukup lama. Helaan nafas terdengar sebelum dia membuka pintu itu dan Gibran berlari kecil menghampiri Diandra yang tertidur.
Benar, wajahnya sangat pucat dan kalau diperhatikan tubuhnya juga sedikit kurus. Mendadak dada Gibran terasa sesak dia tangannya terulur untuk mengusap pipi itu dengan lembut.
Diandra menggeliat dalam tidurnya lalu perlahan matanya terbuka.
"Diandra"
Suara itu membuat mata Diandra membulat dan langsung bangun dari tidurnya.
"Aku pasti mimpi." Kata Diandra
"Kenapa kamu pergi hmm? Aku sangat merindukan kamu." Kata Gibran
Diandra mengusap kedua matanya dengan anggapan Gibran akan menghilang dari halusinasinya, tapi Gibran tetap disana.
Bahkan dia mendekat dan memberikan ciuman di keningnya.
"Bukan mimpi ini aku Gibran." Kata Gibran
Diandra menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa Kakak disini?" Tanya Diandra
"Kenapa kamu pergi?" Tanya Gibran juga
Saat Gibran menarik tubuhnya ke dalam pelukan Diandra menangis dengan hebat dan membalas pelukan itu dengan tak kalah erat. Berkali-kali Gibran membisikkan kata rindu ditelinganya dan mencium puncak keplalanya dengan sayang.
Entah berapa lama hingga akhirnya Gibran melepaskan pelukannya dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
Testpack
"Kamu pergi karena ini?" Tanya Gibran
Diandra menunduk dan kembali terisak membuat Gibran mengangkat dagunya agar Diandra tetap menatapnya.
"Katakan kenapa? Kamu menyesal? Kamu ingin menggugurkannya?" Tanya Gibran
Diandra dengan cepat menggelengkan kepalanya lalu kembali memeluk Gibran, menyandarkan kepalanya di dada bidang itu.
"Aku hampir Gila karena kehilangan kamu Diandra"
Gibran mengatakannya dengan frustasi.
"Maaf"
Isakan Diandra kembali terdengar bersamaan dengan pelukan yang mengerat.
"Maaf"
Gibran mencium puncak kepalanya lagi dan membisikkan sesuatu.
"Aku merindukanmu"
¤¤¤
Lagi gaaa??
Mau berapa part hari inii??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
putia salim
gibran benar2 pria brtanggung jwab,bukan bualan semata,tp emang benar2 tulus
2022-08-28
0
Badai
aaiiiihhhh........ luluh hati adek bg 😂
2021-12-24
0
M⃠💃Salwaagina khoirunnisa❀⃟⃟✵
huhuhu🤧ikut terharu
2021-10-22
0