Selama tiga hari Diandra tidak pergi ke butik dengan alasan sakit dan dia juga berusaha membuat Sahara untuk tidak datang ke rumahnya dengan alasan ada teman yang menjaganya. Sudah tiga hari juga Diandra banyak melamun dia berusaha menghindari Gibran, tapi pria itu terus datang ke rumahnya entah untuk membawakan makan atau untuk memeluknya sambil minta maaf.
Saat ini Diandra terus berdoa agar dia tidak hamil dan dia tidak akan tenang sebelum datang bulan. Terkadang Diandra menangis ketika malam, menangisi takdir yang begitu jahat padanya.
Dia ditinggalkan orang tua dan sekarang dia terbelenggu dengan masa lalu yang menghantuinya.
Terhitung sudah empat hari sejak kejadian itu dan Diandra akan mulai bekerja hari ini. Tadinya dia berniat pergi sendiri, tapi lagi dan lagi Gibran datang lalu memaksanya untuk berangkat bersama.
Diandra selalu berusaha untuk mengabaikan Gibran dan selama perjalanan dia hanya menyandarkan tubuhnya pada jok lalu menatap ke luar kaca mobil.
"Diandra"
Hanya gumaman pelan yang Diandra berikan membuat Gibran menghela nafasnya pelan.
"Aku mi...."
"Kak Gibran"
Gibran belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena Diandra sudah lebih dulu bicara.
"Mungkin akan lebih baik kalau dulu aku ikut mati dengan kedua orang tuaku." Kata Diandra pelan
"Kamu bicara apa Diandra?" Tanya Gibran dengan penuh kelembutan
Meskipun sekarang tangannya mencengkram stir mobil dengan kuat, tidak suka dengan apa yang wanita itu katakan.
"Kenapa Tuhan jahat banget sama aku Kak? Aku capek terus dihantui sama masa lalu, tapi kejadian malam itu membuat aku takut," Kata Diandra
Gibran diam dan menunggu wanita itu menyelesaikan perkataannya.
"Bagaimana kalau aku hamil? Aku belum siap dan Kak aku bukan tidak percaya pada Kakak, tapi sungguh hatiku selalu menolak setiap aku ingin melangkah maju," Kata Diandra
Gibran masih tetap diam, biarkan saja Diandra mengatakan semua yang ingin dia katakan.
"Hati aku selalu mendorong aku lagi dan aku lelah dengan semua ini Kak, aku harus bagaimana?" Tanya Diandra lirih
Tersenyum singkat Gibran meraih tangan Diandra dan menciumnya dengan lembut.
"Terima kasih karena sudah mau bicara." Kata Gibran
Selama tiga hari sebelumnya Diandra hanya bicara satu atau dua kata dan itu juga atas paksaan Gibran. Setelah melepaskan tangan itu Gibran menepikan mobilya dan menghadap Diandra.
"Look at me"
Diandra menurut dia menoleh dan menatap tepat dia mata indah milik Gibran yang penuh ketulusan.
"Apapun yang akan terjadi nantinya, kamu punya aku dan sudah berkali-kali aku bilang kalau aku akan tanggung jawab kan?" Kata Gibran
Tangan Gibran terulur untuk mengusap pipi Diandra dengan lembut.
"Kalau kamu belum siap aku akan buat kamu siap dan kalau kamu masih dihantui masa lalu aku akan membantu kamu untuk melupakannya." Kata Gibran
Diandra hanya tersenyum menanggapinya hingga ponsel di dalam tas berdering dan membuat Gibran kembali melajukan mobilnya.
"Iya Kak aku sudah di perjalanan ke butik bersama Kak Gibran." Kata Diandra setelah mengangkat panggilan telponnya
'....'
"Hmm sudah baikan kok." Kata Diandra lagi
Setelah panggilan telponnya mati Diandra kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas dan mereka berdua hanya diam hingga sampai di butik. Tanpa bicara apapun Diandra juga langsung turun dan berlari kecil memasuki butik meninggalkan Gibran yang menatapnya dengan senyuman tipis.
Hubungannya semakin renggang, tapi Gibran selalu berusaha membuat mereka berdua baik-baik saja dia tidak akan lelah untuk berusaha. Sungguh Gibran mengakui kalau dia salah dan terbawa emosi hanya saja cintanya tulus, dia benar-benar mencintai Diandra dengan sepenuh hatinya.
Menghela nafasnya kasar Gibran melepas sabuk pengamannya dan masuk ke dalam dengan raut wajah datar. Semuanya pasti baik-baik saja dan Diandra akan jatuh kedalam pelukannya.
Gibran bisa memastikannya.
¤¤¤
"Apa terjadi sesuatu?"
Pertanyaan yang diajukan oleh Sahara hanya Diandra jawab dengan gelengan singkat, dia memang terlihat murung dan tidak bersemangat tidak ada senyuman seperti biasanya. Melihat hal itu Sahara penasaran juga cemas melihat Diandra yang seperti sekarang karena tidak biasanya dia begitu.
Pertanyaan yang diajukan, tapi tidak dijawab oleh Diandra dan Sahara tidak bisa memaksa jadi dia hanya meminta Diandra untuk duduk didekatnya lalu memberikan pelukan. Mata Diandra terpejam merasakan pelukan hangat yang Sahara berikan, dia nyaman.
"Kalau kamu ingin cerita katakan saja ya?" Kata Sahara
"Iya, aku hanya sedikit lemas saja Kak." Kata Devina
"Kenapa kamu berangkat kerja? Kalau masih sakit istirahat saja dulu." Kata Sahara
"Tidak papa Kak aku malah semakin pusing kalau hanya berdiam diri di rumah, lebih baik disini kan?" Kata Diandra dengan senyuman
Sahara tersenyum juga lalu melepaskan pelukannya dan mengusap kepala Diandra dengan lembut.
"Benar, apalagi ada Kak Gibran kamu pasti jadi semakin bersemangat." Kata Sahara
Bukan senyuman yang Sahara lihat karena Diandra justru diam dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.
"Kenapa? Terjadi sesuatu dengan kamu dan Kak Gibran?" Tanya Sahara
"Tidak Kak aku hanya ingat betapa menyebalkannya sepupu Kakak itu." Kata Diandra dengan tawa palsunya
Sahara diam seolah bingung dengan apa yang asistennya itu katakan, apa Diandra mengatakan yang sebenarnya?
Tapi, dia tidak berhak ikut campur jadi Sahara hanya terkekeh pelan.
"Yaudah aku mau menemui Jenni dulu Kak." Kata Diandra
Mengangguk singkat Sahara membiarkan Diandra berjalan menjauh dan keluar dari ruang kerjanya.
Kembali pada Diandra yang berjalan menuju wardrobe dan masuk ke dalam untuk menghampiri Jenni. Temannya itu juga menanyakan hal yang sama padanya, tapi Diandra tetap tidak mengatakan yang sejujurnya.
Duduk di sofa Diandra menghidupkan laptopnya dan berniat untuk mengecek e-mail dari beberapa client, tapi dia malah mendengar percakapan yang membuatnya diam dengan dada yang terasa sesak.
'Gue denger mereka pacaran'
'Siapa?'
'Gibran sama Anetta'
'Hah? Serius? Tau dari mana?'
'Rame kali diomongin ada foto mereka lagi ciuman katanya'
'Yang bener?'
'Lihat deh di berita'
Kedua orang yang membicarakan itu pergi begitu saja dan setelah mereka keluar dari wardrobe Diandra meraih ponselnya.
Anetta itu model terkenal pasti ada berita tentangnya apalagi beberapa kali dia jug tampil di tv.
Dengan ragu Diandra mencoba melihat berita dan tangannya lemas seketika ketika melihatnya.
Benar
Foto Gibran dan Anetta tengah berciuman dan bukan di pipi, tapi di bibir.
Entah kapan foto itu diambil, tapi yang jelas Diandra merasa begitu sesak sekarang dan ketika telinganya mendengar suara yang sangat dia kenal Diandra langsung mematikan ponselnya lalu kembali fokus pada laptopnya lagi.
"Diandra mana?"
Tak butuh waktu lama untuk Gibran masuk ke dalam dan melihat Diandra yang terlihat fokus pada laptopnya.
Dia harap wanita itu belum melihatnya.
Berita sialan!
Dengan cepat Gibran duduk disamping Diandra lalu berniat mengatakan sesuatu, tapi wanita itu lebih dulu bicara.
"Kalian cocok"
Diandra mengatakannya dengan senyuman yang dipenuhi kesedihan.
Sungguh foto itu sudah lama sekali.
Kenapa setiap Diandra berusaha untuk percaya selalu ada hal yang menghancurkannya?
¤¤¤
Bagaimana dengan part iniii😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
putia salim
kalau teman ciup di pipi is ok,
tp kalau dibibir🤔 hmmm disebut apalah yg jelas gw kalau jd diandra jg bkalan kesel
2022-08-28
0
Tioria Hutagalung
nyesek di dada
2021-11-19
0
M⃠💃Salwaagina khoirunnisa❀⃟⃟✵
mungkin itu foto lama dan anneta sengaja membuat gosip basi kaya gitu
2021-10-22
0