Terbangun dengan Diandra dalam dekapannya membuat Gibran tersenyum, tapi ketika sadar apa yang telah dia lakukan tadi malam matanya terpejam dan rasa sesal mulai datang. Satu hal yang Gibran sesali hanyalah dia melakukannya dengan paksaan dan sekarang Gibran takut sangat takut kalau Diandra marah lalu menghindarinya.
Menghela nafasnya pelan Gibran mengeratkan pelukannya dan menyandarkan dagunya di kepala Diandra. Sampai sekarang Diandra masih terlihat lelap padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan, tapi dia masih belum ada keinginan untuk bangun dari tidurnya.
"Nghh"
Suara itu terdengar membuat Gibran menjauhkan tubuhnya dan menatap Diandra yang perlahan membuka matanya. Mata mereka saling bertatapan dan tidak ada kata apapun yang mereka keluarkan.
"Maaf"
Akhirnya Gibran mengatakan itu dan Diandra langsung menunduk lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Diandra"
Tak ada jawaban Diandra juga enggan untuk menatap wajah Gibran dadanya sesak seketika.
"Diandra"
Berkali-kali Gibran memanggilnya, tapi tetap tidak ada jawaban hingga akhirnya pria itu menarik dagunya untuk mendongak dan menatapnya.
Tatapan tulus serta lembut Gibran berikan untuk Diandra, tapi wanita itu masih merasa begitu terluka.
"Kak Gibran mandi duluan." Kata Diandra pelan
Tidak bisa menolak Gibran hanya mengangguk, tapi sebelum itu dia menarik dagu Diandra agar menatap matanya.
"Maaf"
Diandra kembali mengangguk dan dia merasakan kalau pria itu telah turun dari ranjangnya. Dada Diandra terasa sesak seketika ketika sadar bahwa mereka telah melakukan hal itu tadi malam.
Melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan, semuanya salah.
Sekarang bagian bawahnya terasa sangat nyeri Diandra ingin menangis, tapi dia berusaha menahannya. Semua ini juga salahnya harusnya dia tidak menggantung Gibran dan bersikap tegas akan jawaban.
Harusnya dia tidak membuat Gibran marah.
Mengusap kasar wajahnya Diandra semakin mengeratkan selimutnya dan menutupi seluruh tubuhnya. Nafasnya tak beraturan dan air mata mulai turun dari mata indahnya, dia takut.
Bagaimana kalau sesuatu yang dia bayangkan sampai terjadi?
Diandra belum siap, dia tidak mau.
Isakannya terdengar, tapi Diandra menggigit bibir bawahnya kuat untuk meredam suara isakan yang membuatnya sesak. Entah berapa lama hingga Diandra dapat mendengar suara pintu yang dibuka dan saat itu juga dia menghapus air matanya dengan kasar.
Suara langkah kaki mendekat terdengar dan Diandra dapat merasakan kalau Gibran duduk diranjang.
"Diandra"
Mendengar suara itu Diandra kembali menangis, dia takut.
"Diandra jangan menangis." Kata Gibran pelan
"Kak Gibran... keluar.. aku mau mandi." Kata Diandra sambil membuka selimutnya hingga sebatas leher
"Maaf"
"Keluar Kak." Pinta Diandra
"Setidaknya biarkan aku antar kamu ke kamar mandi pasti...."
"Kak, please." Kata Diandra dengan penuh permohonan
"Maaf Diandra." Kata Gibran
"Keluar Kak." Kata Diandra lagi
"Baik aku keluar, tapi katakan kalau kamu butuh sesuatu." Kata Gibran menyerah
"Aku butuh pakaian." Kata Diandra
Menghela nafasnya pelan Gibran mengangguk dan pergi menuju lemari lalu mengambil pakaian milik adiknya yang pernah tidur di apartemen.
"Ini baju Ghina sepertinya pas dengan kamu." Kata Gibran
"Terima kasih"
"Diandra a..."
"Keluar Kak kumohon." Kata Diandra
Menghela nafasnya pelan Gibran berjalan menjauh dan keluar dari kamar, tapi dia menarik kunci kamarnya karna takut kalau wanita itu akan mengunci dirinya di dalam. Sampai di luar Gibran menyandarkan tubuhnya di pintu dan menghela nafasnya panjang, ini akan menjadi hari yang panjang dia yakin.
Saat deringan ponselnya terdengar Gibran melangkahkan kakinya dan mengambil ponsel yang ada di meja lalu mengangkatnya.
'Kakk apa Kakak tau kenapa Diandra belum berangkat?'
Gibran terdiam kala mendapat pertanyaan itu dari Sahara, dia yakin Diandra tidak akan berangkat ke butik.
"Mungkin masih tidur." Kata Gibran
'Tidak biasanya, aku jadi cemas Kak'
"Aku akan pergi ke rumahnya dan melihat nanti aku hubungi lagi." Kata Gibran bohong
'Baiklah tolong cepat ya Kak? Aku cemas sekali'
"Iya Ra"
Setelah itu Gibran mematikan ponselnya dan menyandarkan tubuhnya pada sofa. Seandainya dia bisa memutar waktu Gibran tidak akan melakukannya, dia takut Diandra akan membencinya.
Amarah dan rasa cemburu sialan yang mengacaukan semuanya.
Sudah lebih dari lima belas menit Diandra tidak kunjung keluar dan membuat Gibran merasa sangat cemas lalu bergegas kembali ke kamarnya. Namun, tidak ada siapapun disana yang artinya Diandra masih di kamar mandi hanya saja tak ada suara air dan Gibran cemas.
Dia mengetuk pintu kamar mandi.
"Diandra"
Tak ada jawaban dan Gibran mengetuknya dengan tidak sabaran.
"Kamu baik-baik saja kan Ra?" Tanya Gibran panik
Masih tak ada jawaban dan Gibran mencona menarik knop pintu, tapi tidak berhasil Diandra menguncinya dari dalam.
"Diandra buka pintunya, kita bicarakan baik-baik aku minta maaf." Kata Gibran cemas
Berkali-kali Gibran mengetuk hingga suara kunci yang diputar terdengar dan membuat dia berhenti lalu menatap Diandra yang menundukkan wajahnya. Dengan tertatih wanita itu berjalan lambat dan duduk di ranjang lalu Gibran menundukkan tubuhnya sambil meletakkan tangannya di paha Diandra.
Wanita itu enggan menatapnya dan Gibran dapat melihat kalau wajahnya pucat.
"Diandra"
Diandra mencoba untuk menatap Gibran, tapi matanya langsung berkaca-kaca dan dia ingin menangis.
"Hey jangan menangis aku minta maaf." Kata Gibran pelan
Tak ada jawaban air mata Diandra mulai turun membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan dan ingin mengusap pipinya, tapi Diandra menepisnya.
"Aku akan tanggung jawab..."
"Bukan masalah itu Kak." Kata Diandra pelan
Air matanya turun semakin deras dan isak tangisnya mulai terdengar membuat Gibran merasa begitu bersalah. Mendudukkan dirinya disamping Diandra dengan penuh kelembutan Gibran menariknya ke dalam pelukan.
Gibran tidak mengerti Diandra belum siap dia bahkan tidak mau menikah, tapi bagaimana kalau dia hamil karena perbuatan Gibran tadi malam?
Diandra takut, bingung, dan cemas.
"Maaf"
"Kak Gibran jahat... jahat.. aku benci..."
Diandra terisak hebat bahunya bergetar membuat Gibran mengeratkan pelukannya dan mencium puncak kepalanya berkali-kali sambil menggumamkan maaf.
"Maaf"
Melepaskan pelukannya Diandra menatap Gibran dengan mata berkaca-kaca.
"Cincin ini... aku.. aku akan.... kembalikan..."
Baru ingin melepasnya Gibran langsung meraih tangan Diandra menggenggamnya dengan erat dan menautkan jarinya disana. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat Gibran tidak akan pernah membiarkan cincin itu terlepas.
"Jangan, aku minta maaf dan kamu boleh marah atau pukul aku, tapi jangan pernah lepas cincinnya." Kata Gibran
"Aku tidak bisa Kak... kenapa Kakak tidak mengerti?" Tanya Diandra lelah
"Kamu milikku Diandra." Kata Gibran
"Kak kumohon mengertilah, aku tidak bisa." Kata Diandra
"Kalau gitu kamu yang mengerti aku Diandra! Harusnya katakan tidak sejak awal dan jangan seperti ini padaku." Balas Gibran
"Kakak yang selalu memaksa dan mengancam aku." Kata Diandra pelan
"Iya dan aku akan melakukannya lagi!" Kata Gibran
"Kak jangan egois." Kata Diandra
"Kamu yang egois Diandra! Aku memberikan kamu waktu berbulan-bulan untuk menjawab, tapi kamu malah mempermainkan aku." Kata Gibran marah
"Kak aku tidak bisa..."
"Kenapa? Karena masa lalumu? Karena pernikahan orang tuamu yang gagal? Karena perceraian mereka?" Tanya Gibran membuat Diandra terdiam
Diandra menatapnya dengan tidak percaya, dari mana Gibran tau?
"Iya karena mereka! Karena itu kumohon Kak jangan paksa aku." Kata Diandra lemah
"Jadi, kamu anggap kalau aku tidak tulus kan? Kamu anggap kalau aku akan buat pernikahan kita hancur nantinya kan? Kamu anggap kalau aku bukan pria baik-baik kan?" Kata Gibran
Diandra menggelengkan kepalanya dengan cepat air matanya kembali jatuh.
Bukan itu dia percaya Gibran sangat percaya, tapi masa lalunya terus menghantui Diandra dan membuatnya terbelenggu.
"Kak..."
"Aku tidak akan membiarkan kamu menolak Diandra!" Tegas Gibran
Gibran berjalan menjauh dari Diandra dan mengacak rambutnya frustasi sambil mengumpat.
"Ahh brengsek!"
Diandra diam dan menundukkan wajahnya, dia bingung sekali sekarang.
Bukankah Gibran sudah bilang kalau ini akan jadi hari yang panjang.
Saat suara isakan kembali terdengar Gibran menghela nafasnya panjang dan berjalan mendekat lalu memeluk Diandra lagi.
"Jangan menangis"
"Aku harus apa Kak?" Tanya Diandra lirih
Gibran menumpukan kedua kakinya lalu menangkup wajah Diandra dan mencium keningnya.
"Dengar, aku minta maaf kamu boleh pukul aku dan menganggap kalau aku brengsek, ******** dan apapun itu, tapi jangan tinggalkan aku." Kata Gibran
Dengan lembut Gibran menghapus air mata Diandra.
"Lihat aku"
Menuruti perkataan pria itu Diandra menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Jangan meragukan aku Diandra, buang jauh-jauh ketakutan kamu dan percaya sama aku." Kata Gibran
Diandra menggelengkan kepalanya pelan, terlalu sulit.
"Aku cinta kamu sekarang dan selamanya"
Gibran mengatakannya dengan penuh ketegasan juga tatapan yang lembut.
"Aku tidak mungkin menyakiti kamu"
Tapi, terlalu sulit untuk terlepas dari belenggu masa lalu yang menghantuinya.
¤¤¤
Aku update langsung dua ya😊
Entah selesai reviewnya kapan, tapi maaf udah buat menunggu dari kemarin :(
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
putia salim
udah lah....diandra buang jauh2 traumamu,apa salahnya mncoba memulai suatu hubungan,kurang apa boca sm gibran paket sempurna brtanggung jwab pula
2022-08-28
0
M⃠💃Salwaagina khoirunnisa❀⃟⃟✵
udah terjadi andra mo apa lagi,terima aja gibran kamu pikir enak perempuan sudah tidak gadis lagi hidup menanggung sendiri.mana ada laki laki mau sama perempuan yang tidak suci lagi tanpa status janda.kecuali benar benar janda
2021-10-22
1
Wenny Nurwenda
jawab donk Diandra,,,,udah pindah ke cewe lain baru nyesel lho
2021-08-31
0