Sejak kedatangan Anetta ada perubahan yang Gibran rasakan di diri Diandra, wanita itu menghindarinya bahkan mencari berbagai alasan untuk tidak datang ke rumahnya. Tentu saja Gibran tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi, dia juga tidak menyukai Anetta dan tadi dia merasa tidak melakukan kesalahan karena Gibran tidak memberikan pelukan apalagi ciuman.
Sekarang masih pukul tiga yang artinya ada dua jam lagi sebelum butik di tutup, Sahara sudah pulang lebih dulu karena sepupunya itu memang pulang lebih awal. Berdiam diri di wardrobe Gibran menghubungi seseorang untuk menyiapkan sesuatu nanti malam karena dia sudah memiliki rencana.
Gibran akan melamar Diandra secara resmi dan akan melingkarkan cincin di jari manis itu entah dengan sukarela atau paksaan.
"Tidak, siapkan untuk jam delapan dan kosongkan tempatnya jangan sampai ada pengunjung lain selain kami berdua." Kata Gibran
'.....'
"Tentu saja buat suasana seromantis mungkin dan aku mau ada musik juga." Kata Gibran
'....'
"Hey kamu fikir aku menipu? Siapkan saja sialan." Kata Gibran membuat temannya yang di telpon tertawa
Iya, Gibran baru saja menghubungi temannya yang memiliki salah satu restoran dan memintanya untuk menyiapkan kejutannya.
'....'
"Baiklah aku tutup dulu." Kata Gibran
Masalah cincin tenang saja dia akan mencarinya nanti yang jelas Gibran harus membawa wanita itu ke rumahnya lebih dulu karena kalau di tinggal disini nanti Diandra pasti menghilang.
"Loh kamu mau kemana Ra?"
Pertanyaan itu membuat Gibran mendongak dan langsung keluar lalu melihat Diandra yang terlihat ingin pergi. Tentu saja Gibran langsung menahannya dan bertanya kemana dia mau pergi.
"Ke rumah Kak Ara." Kata Diandra santai
"Bohong!"
"Apasih Kak? Bener nih mau nganterin ini!" Kata Diandra sambil menunjukkan tas kecil milik Sahara
Tas itu berisikan sketsa dan alat tulis yang selalu sepupunya gunakan.
"Biar aku antar." Kata Gibran
"Aku sudah pesan ojek." Kata Diandra ketus
"Batalkan"
"Orangnya sudah ada di luar, aku pergi dulu." Kata Diandra
Tapi, Gibran kembali menahannya dan membuat Diandra berdecak kesal.
"Kamu balik lagi kan?" Tanya Gibran
"Iya, lagipula tas aku masih disini." Kata Diandra
Menghela nafasnya pelan Gibran melepaskan tangannya dan membiarkan Diandra pergi. Kesempatan bagus selagi wanita itu pergi ke rumah Sahara dia akan mencari cincin untuk nanti malam.
Bergegas pergi ke wardrobe dan mengambil kunci mobilnya Gibran menitip pesan pada Jenni agar menghubunginya kalau Diandra sudah pulang. Sebelum pergi Gibran menghubungi Arjuna untuk menanyakan dimana tempat dia membeli cincin dulu.
Gibran mana tau.
"Iya, cincin kamu kan tau dimana tempatnya." Kata Gibran sambil menghidupkan mobilnya
'....'
"Untuk siapa lagi? Tentu saja untuk Diandra." Kata Gibran
'....'
"Hmm aku ingin melamarnya dan memaksanya kalau dia menolak." Kata Gibran membuat Arjuna tertawa disebrang sana
'....'
"Ya terima kasih Jun." Kata Gibran
Setelah mematikan panggilan telponnya Gibran bergegas pergi ke toko yang tadi suami dari Sahara katakan, dia akan memilih cincin terindah yang akan sangat pas di jari manis Diandra.
Ah tapi bagaimana kalau kekecilan atau kebesaran?
Tidak masalah dia bisa membeli lagi nanti.
Cukup jauh hingga memakan waktu selama dua puluh menit padahal jalanan cukup lengang. Saat sampai di toko yang memang cukup besar Gibran tersenyum, memang toko ini cukup terkenal Gibran sering mendengarnya, tapi tidak tau tempatnya dulu.
Menghela nafasnya pelan Gibran masuk ke dalam dan matanya disuguhkan dengan berbagai perhiasan. Seorang pegawai langsung menghampirinya dan bertanya apa yang dia butuhkan tanpa banyak bicara Gibran duduk sambil menatap perhiasan yang terlihat dari etalase kaca.
"Aku butuh cincin." Kata Gibran
Pegawai itu tersenyum dan mengangguk faham lalu mengeluarkan cukup banyak cincin.
"Cincin-cincin ini keluaran terbaru dan baru datang kemarin." Kata pegawai itu dengan senyuman ramah
Gibran mengangguk faham lalu meneliti satu per satu cincin yang dapat dia lihat. Tangan Diandra itu mungil sepertinya dua kali lebih kecil dari tangannya.
Tiba-tiba matanya menangkap cincin yang begitu indah dan membuat Gibran tanpa fikir panjang mengambilnya. Pasti akan indah sekali kalau dipakai Diandra dan kelihatannya akan sangat pas juga di jari manis wanitanya.
"Itu yang terbaik Tuan dan cincin itu juga sepaket dengan kalungnya." Kata pegawai itu
Gibran diam dan memperhatikan pegawai itu mengambil patung dimana kalung dengan bandul yang sama ada disana.
Hanya satu kata, indah.
"Aku ambil yang ini." Kata Gibran tanpa berfiki panjang
Pegawai itu tersenyum dan mengangguk lalu menyiapkan kotak untuk cincin juga kalungnya. Setelah selesai Gibran memberikan kartu atm nya untuk membayar, dia tidak bawa uang kesini.
"Terima kasih"
Selesai membayar Gibran keluar dari toko dengan senyuman lebar, dia tidak sabar menunggu nanti malam.
Yang jelas Gibran akan membuat cincin ini melingkar di jari manis Diandra bahkan meskipun dia harus memaksa.
Malam ini adalah milik mereka berdua.
¤¤¤
"Kak pulang aja ya?"
Tanpa perduli perkataan itu Gibran menggenggam erat tangan Diandra dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah. Tepat waktu sekali kalau jam segini orang tuanya pasti ada di rumah dan adiknya yang menyebalkan juga.
Dapat Gibran rasakan tangan Diandra yang begitu dingin membuat pria itu tersenyum tanpa mengatakan apapun. Tidak mengetuk pintu atau memencet bel Gibran langsung membuka pintu yang sangat besar di mata Diandra itu lalu masuk ke dalam.
Benar-benar megah Diandra hampir tidak percaya kalau ini sebuah rumah dan bukannya istana. Matanya yang sejak tadi asik meneliti rumah beralih ke depan ketika mendengar suara yang memanggil nama pria disampingnya.
"Gibran"
Sejenak Gibran melepaskan tangannya lalu memeluk wanita paruh baya yang tetap terlihat cantik itu dengan cukup erat.
"Tidak punya rumah ya? Sudah dua hari kamu gak pulang!" Kata Dara sambil memukul lengan anaknya cukup kuat
Gibran tertawa dan mengatakan kalau dia menginap di rumah teman. Berdecak kesal Dara kemudian menoleh untuk menatap wanita yang datang bersama anaknya, kali kedua Gibran pulang bersama wanita.
Wanita itu menunduk tak berani menatap wajahnya membuat Dara tersenyum.
"Kamu ajak siapa Gibran?" Tanya Dara
"Pacar"
Perkataan itu membuat Diandra ingin protes, tapi Dara sudah lebih dulu berseru senang dan memeluk Diandra dengan sayang.
"Ya ampun akhirnya anak Mama punya pacar." Kata Dara senang
Dengan penuh antusias Dara menggandeng tangan Diandra dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah itu dia juga ikut duduk disebelah anaknya sambil berseru kencang membuat Diandra sedikit terkejut dan Gibran yang menggelengkan kepalanya pelan.
"PAPA GIBRAN PULANG BAWA PACAR"
Sesaat setelah seruan itu Diandra dapat melihat seorang pria paruh baya keluar dari salah satu pintu dan juga seorang gadis yang mungkin berusia sembilan belas atau dua puluh tahun berlari menuruni tangga. Semakin gugup jadinya Diandra bahkan meremas kuat ujung rok yang dia kenakan, apalagi ketika kedua orang yang baru saja datang itu menatapnya dengan tak kalah antusias.
Gadis itu duduk disamping Diandra dan meneliti wajahnya dengan lekat membuat Diandra semakin cemas.
Ini yang tidak dia inginkan.
"Siapa nama kamu sayang?" Tanya Dara dengan ramah
"Emm Diandra"
"Sudah berapa lama kalian pacaran?" Tanya Dara penasaran
Masalahnya Gibran tidak pernah sekalipun bercerita kalau dia memiliki kekasih.
"Tante sebenarnya aku....."
Tau kalau Diandra ingin mengatakan sesuatu Gibran langsung memotong ucapannya.
"Belum lama ini Ma dia asistennya Ara kami sering bertemu setiap hari." Kata Gibran membuat Dara semakin antusias
"Bagus sekali kan Pa?" Kata Dara
"Iya Ma bagus sekali berarti mereka sudah sangat dekat." Kata Farhan
"Kakak beneran mau sama pria itu?" Tanya Ghina sambil menunjuk Kakaknya
Gibran mendengus kesal dan menoyor kepala adiknya membuat Farhan langsung memperingati mereka berdua. Kedua anaknya itu tidak pernah akur selalu saja ribut terkadang waktu ada tamu juga masih sama.
"Katakan apa kalian sudah ada rencana menikah?" Tanya Dara dengan antusias
Diandra ingin menjawab, tapi Gibran sudah lebih dulu bicara.
"Aku sudah melamarnya." Kata Gibran membuat kedua orang tuanya merasa senang
"Bagus sekali kalau gitu kapan? Kapan rencananya kalian akan menikah?" Tanya Dara dengan senyuman manisnya
"Dia belum menjawab lamaranku." Kata Gibran membuat senyum Dara memudar perlahan
"Kenapa sayang?" Tanya Dara
Diandra terlihat bingung untuk menjawab sedangkan Gibran bersorak dalam hati, memang ini alasannya kenapa dia mengajak Diandra ke rumah.
"Aku.. emm.. aku belum siap menikah." Kata Diandra sambil menatap wajah Dara dengan rasa bersalah
Dara baru akan bicara, tapi Farhan sudah menahannya membuat wajah wanita itu mendadak murung.
"Ma sudah nanti juga kalau mereka sama-sama siap akan menikah." Kata Farhan
Diandra jadi tidak enak hati, tapi dia berkata jujur entah untuk sekarang atau nanti Diandra tidak pernah siap untuk membangun sebuah pernikahan.
Tidak, dia tidak sanggup terlalu banyak masa lalu yang menghalaunya untuk melangkah.
Bukan karena dia tidak percaya cinta, tapi karena dia tak sanggup melupakan.
¤¤¤
Dekorasi untuk nanti malam sudah selesai dipersiapkan tadi teman Gibran sudah menelponnya dan tentu saja itu hal yang membahagiakan. Sampai sekarang Diandra masih ada di rumahnya tadi wanita itu juga mengobrol dengan orang tuanya dan terlihat sangat akrab meskipun awalnya Diandra sedikit gugup.
Tentu saja orang tuanya sangat senang karena Gibran pada akhirnya membawa seorang wanita lagi ke rumah dan memperkenalkan sebagai kekasihnya. Tadi Dara juga menyalahkan Gibran karena Diandra yang tidak menjawab lamarannya.
'Makanya kamu itu jadi cowok jangan ganjen! Sana sini gandeng cewek!'
Dan Diandra juga setuju dengan perkataan Mama nya.
Saat ini Gibran dan Diandra sedang berjalan keluar rumah menuju garasi, mereka akan malam bersama atas paksaan Gibran. Berkali-kali Diandra menolak, tapi Gibran mengancam akan menciumnya di depan keluarga pria itu kalau dia menolak.
Memang Gibran sudah gila.
Setelah masuk ke dalam mobil tanpa menunggu waktu lama lagi Gibran langsung melajukan mobilnya ke restoran. Selama perjalanan keduanya hanya ditemani dengan suara musik, Gibran bertanya-tanya apa Diandra akan menolaknya lagi?
Sungguh dia tidak mengerti apa alasan wanita itu terus menolaknya?
Lima belas menit perjalanan mereka sampai dan tanpa banyak bicara Gibran membukakan pintu untuk Diandra lalu menggenggam erat tangannya. Sejak di parkiran Diandra sduah mulai merasa aneh karena tidak ada mobil lain selain miril Gibran disana dan dia semakin mereka gugup ketika mereka masuk ke dalam.
Melihat dekorasi di meja makan yang ada ditengah-tengah Diandra menghentikan langkahnya dan menatap Gibran.
Apa ini semacan kencan romantis?
"Kak..."
Gibran hanya tersenyum dan kembali mengajak Diandra untuk pergi kesana. Setelah mendudukkan dirinya disana Gibran menatap Diandra yang terlihat bingung juga gugup.
Tak butuh waktu lama beberapa pelayan datang dan menghidangkan berbagai makanan di atas meja.
"Makan dulu." Kata Gibran setelah para pelayan itu pergi
Diandra hanya mengangguk dan mereka berdua menyantap makan malam dalam diam hingga suara musik terdengar. Menatap Gibran lagi pria itu tersenyum manis ke arahnya, senyuman yang begitu tulus dan menenangkan.
"Kak kenapa..."
Diandra membulatkan matanya ketika Gibran berdiri dan pergi kesampingnya lalu mengeluarkan sesuatu dari kotak yang ada di meja.
Tak sampai disitu Diandra semakin terkejut ketika Gibran mengatakan sesuatu sambil membuka kotak itu dihadapannya.
"Marry me Diandra"
Cincin itu indah dan Diandra yakin harganya pasti sangat mahal.
"Aku melamar secara sungguhan sekarang." Kata gibran
"Aku tidak...."
"Terima penolakan artinya kamu harus bilang iya atau beri aku waktu untuk menjawab." Kata Gibran
"Baik beri aku waktu." Kata Diandra
Gibran mengangguk, tapi tetap meraih tangan Diandra dan membuatnya terkejut bukan main.
"Kak jangan"
"Kenapa? Kamu juga akan menjawab Iya nanti karena hanya itu jawaban yang tersedia." Kata Gibran
"Aku tidak pantas untuk Kakak." Kata Diandra
Gibran tersenyum dan menggenggam sebelah tangan Diandra ketika wanita itu juga ikut berdiri.
"Aku tidak pantas untuk menerima itu semua dan aku tidak bisa menerima la..."
Gibran membungkamnya dengan ciuman dan dia mengeluarkan cincin itu dari kotaknya lalu memasangkan di jari manis Diandra sebelum menjauhkan wajahnya.
"Sudah, kamu punya aku"
Tatapan mata Diandra begitu sulit untuk dibaca dia terlihat senang, tapi juga bingung serta takut di saat yang bersamaan.
"Aku..."
Tidak membiarkan wanita itu bicara Gibran menciumnya dan menaruh tangannya di pinggang Diandra.
Tangannya yang lain membawa kedua tangan Diandra untuk melingkar di lehernya.
Sudah Gibran bilang dia akan melingkarkan cincin itu di jari manis Diandra entah dengan suka rela atau paksaan.
Obsesinya mampu membuat Gibran melakukan itu semua.
¤¤¤
Sebentar lagi bakal ada part yang udah pernah aku post di Sahara In Love loh, tapi bakal ada tambahannya🌚
Makasih untuk dukungannya😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Rina
cinta itu atas dasar kepercayaan.. kalau ngga bisa percaya gimana mau cinta.. buktikan dulu jauhi para cabe, pelakor, ayam dll
2022-08-31
1
putia salim
gw suka cowok pemaksa😀🤭
2022-08-27
0
Kurnit Rahayu
jjur z kurang suka m Gibran terlalu memaksa kn dan tllu obsesi.
2021-11-22
0