Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah jendela kamar mengusik tidur nyenyak Diandra hingga perlahan dia membuka matanya. Rasa kantuk masih menyerangnya hingga dia belum sadar bahwa ada lengan kekar yang melingkar di perutnya.
Beberapa kali Diandra mengerjapkan matanya lalu ketika dia ingin bangun sesuatu menahannya dan membuat Diandra menunduk lalu mendapati bahwa ada lengan kekar yang memeluknya. Ingatannya mulai berkelana pada kejadian tadi malam dimana Gibran menginap dan memaksa dia untuk tidur satu kamar.
Mencoba melepaskan pelukannya tanpa sengaja lengan Diandra menyentuh perut Gibran, tapi dahinya berkerut ketika menyadari bahwa tangannya menyentuh kulit dan bukan kain. Jantung Diandra berdetak dengan sangat cepat dan perlahan dia berbalik membuat Gibran menggeram pelan lalu semakin mengeratkan pelukannya.
Diandra melotot karena gerakan tiba-tiba Gibran juga matanya yang menangkap bahwa sekarang pria itu bertelanjang dada.
"KAK GIBRAN!"
Seruan itu membuat Gibran terkejut dan ketika tangannya mulai mengendur Diandra langsung bangun sambil bergerak mundur. Sedangkan Gibran yang masih belum mendapatkan kesadarannya bersandar pada dinding ranjang sambil mengusap matanya.
"Kenapa Kakak gak pakai baju?!" Tanya Diandra marah
Perlahan Gibran mendapat kesadarannya dan dia menunduk melihat perut kotak-kotaknya, tadi malam dia kepanasan makanya dia melepas kemejanya.
"Panas Diandra"
"Tapi, harusnya jangan di lepas Kakak bisa menghidupkan kipas!" Kata Diandra
"Kenapa sih Ra? Lagian aku kan gak ngapa-ngapain." Kata Gibran santai
"Tapi, Kak aku...."
Rasa takut menghampiri Diandra ketika Gibran turun dari ranjang dan berjalan mendekat. Secepat kilat Diandra berusaha kabur, tapi Gibran sangat cekatan dan berhasil menahannya yang sudah sampai pintu.
Tubuh mereka berhadapan dan Gibran semakin mendorong tubuh Diandra ke tembok.
"Aku gak berbuat apapun Diandra atau kamu berharap aku melakukannya?" Tanya Gibran
Diandra menggelengkan kepalanya cepat dan berusaha mendorong Gibran menjauh, tapi pria itu malah melakukan hal yang membuatnya melotot. Tangan mungil Diandra di bawa untuk menyentuh perut Gibran dan pria itu menatap Diandra yang sekarang wajahnya sudah memerah dengan sempurna.
Gibran ingin tertawa melihatnya Diandra terlihat sangat lucu, seandainya ini wanita lain pasti dia sudah menyerang Gibran lebih dulu, tapi Diandra malah melotot dengan wajah memerah.
"Sentuh saja kalau kamu ingin." Kata Gibran
"Kak apaan sih?!" Tanya Diandra kesal
Dengan penuh kekuatan Diandra mendorong pria itu menjauh laku berlari kecil ke kamar mandi dan menutupnya dengan kencang.
Gibran tertawa kecil lalu kembali ke ranjang dan mengambil ponselnya yang ada di meja. Ada cukup banyak pesan yang masuk, tapi Gibran hanya membuka pesan dari Mama dan juga adiknya.
Astaga dia bahkan lupa memberi kabar hanya saja Gibran yang memang sering kali menginap tidak membuat keluarganya terlalu panik hanya mengomel saja.
Gibran! Kalau mau menginap itu bilang!
Kamu punya ponsel kan?!
Tersenyum singkat Gibran mengetikkan sebuah balasan untuk Mama nya.
^^^Maaf Ma tadi malam Gibran lelah sekali makanya lupa kasih kabar^^^
Kembali meletakkan ponselnya Gibran mengelilingi kamar Diandra yang ukurannya mungkin setengah dari kamarnya. Rapih sekali semua tersusun pada tempatnya berbeda dengan kamarnya yang sangat berantakan hingga membuat Mama nya selalu mengomel.
Senyum Gibran mengembang ketika melihat foto Diandra dengan balutan dress sederhana yang tetap membuat gadis itu terlihat cantik. Mendadak ingatannya beralih pada kejadian tadi malam dimana dia mencium gadis itu dengan liar bahkan memberikan kecupan di lehernya.
Shit, dia bahkan masih bisa merasakan bibir manis Diandra.
Ceklek
Mendengar suara pintu yang terbuka Gibran menoleh dan melihat Diandra yang sekarang memakai celana jeans serta kemeja putih dengan rambut yang masih basah.
Melihat hal itu saja fikiran Gibran mulai berkelana.
"Kak kenapa gak pakai baju juga?!" Seru Diandra sambil membelakangi Gibran
Gibran tertawa kecil dan berjalan mendekat.
"Kenapa memangnya Ra?" Tanya Gibran
"Kakak gak malu apa?!" Tanya Diandra kesal
Bukan menjawab Gibran malah memeluk gadis itu dari belakang dan dia dapat merasakan tubuh Diandra menegang.
"Kakk"
"Aku lupa kalau aku gak bawa baju." Kata Gibran
"Pakai yang kemarin aja habis ini Kakak pulang untuk ganti baju." Kata Diandra sambil berusaha melepaskan pelukan Gibran
"Tapi, aku gak mau pulang lebih suka disini sama kamu." Kata Gibran
"Kak jangan kayak gini, lepasin aku." Kata Diandra
"No"
Bukan melepaskan Gibran malah mengeratkan pelukannya.
"Kak ini gak benar Kak kita gak boleh kayak gini." Kata Diandra pelan
"Kenapa gak boleh?" Tanya Gibran
Membalik tubuh Diandra agar menghadapnya Gibran menatapnya dengan senyuman. Saat Diandra ingin bicara Gibran sudah lebih dulu mencium bibirnya.
Jantung Diandra berdetak dengan sangat cepat, dia semakin merasa kalau ini semua salah.
Mereka tidak seharusnya begini dan dengan sedikit paksaan Diandra mendorong Gibran menjauh.
"Disini ada baju teman aku mungkin bisa Kakak pakai." Kata Diandra membuat Gibran menatapnya dengan tidak suka
"Ada yang pernah menginap disini? Siapa? Pria yang pernah menjemput kamu di butik?" Tanya Gibran tidak suka
Diandra mengangguk lalu berjalan ke arah lemari, tapi Gibran langsung menahan dan menatapnya dengan tajam.
"Tidak perlu aku akan ganti baju di rumah saja." Kata Gibran
Setelah mengatakan hal itu Gibran mengambil kasar kemejanya yang tergantung dan pergi ke kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Mengerutkan dahinya bingung Diandra memilih untuk membuat sarapan dulu, dia tidak bisa memulai aktifitas kalau belum makan.
Membuka kulkasnya Diandra menghela nafasnya pelan, sudah hampir kosong. Tersenyum tipis Diandra kembali menutup kulkas dan membuka lemari lalu mengambil dua bungkus mie instan serta telur.
Entah Gibran suka atau tidak, tapi karena pria itu ada disini dia juga akan membuatkan untuknya.
Bersamaan dengan Diandra yang selesai Gibran juga keluar dari kamar lalu menghampirinya. Wajahnya terlihat lebih cerah pasti pria itu habis membasuh wajahnya dengan air.
"Aku cuman punya mie instan emm kalau Kakak tidak mau...."
"Mana? Aku lapar." Kata Gibran
Diandra tersenyum dan memberikan mie yang sudah dia masak lalu mereka berdua pergi ke ruang makan. Duduk berhadapan sesekali Gibran melirik Diandra dan entah kenapa fikirannya kembali berkelana.
Bukankah mereka sudah seperti pasangan suami istri?
Ya ampun Gibran jadi membayangkan kalau mereka benar-benar menikah dan pasti dia akan mengurung Diandra seharian di rumah ah tidak bukan di rumah, tapi di kamar.
"Kamu beneran tidak mau Diandra?" Tanya Gibran tiba-tiba
Diandra mendongak dan menatapnya dengan alis bertaut.
"Mau apa?" Tanya Diandra bingung
"Menikah denganku, kita sudah cocok menjadi suami istri kan? Seperti tadi malam kita tidur bersama dan pagi ini kamu membuatkan aku makan ah jangan lupakan juga kalau kamu sering buatkan aku kopi." Kata Gibran
Diandra tidak menjawab dan kembali melanjutkan makannya membuat Gibran menghela nafasnya pelan. Memang dia belum pernah melamar secara resmi, tapi Diandra seolah menunjukkan penolakan padanya bahkan selalu menghindar dengan topik itu.
"Katakan, kenapa kamu sensitif sekali dengan topik menikah? Kamu punya trauma atau semacamnya?" Tanya Gibran
"Tidak Kak." Kata Diandra
"Kalau gitu karena kamu tidak menyukai aku?" Tanya Gibran
"Bukan gitu Kak." Kata Diandra
"Kalau gitu kamu menyukai aku?" Tanya Gibran
Diandra membuka mulutnya ingin menjawab, tapi mengurungkan niatnya. Dibilang tidak itu semua salah karena Diandra menyukai Gibran, tapi dia tidak berani mengatakannya.
"Hey jangan buka mulutnya begitu aku jadi mau cium kamu." Kata Gibran
"Kakk"
Gibran tertawa ketika melihat Diandra yang mengatupkan kedua bibirnya setelah mendengar perkataannya.
Gibran benar-benar penasaran, kenapa Diandra selalu menghindar dari topik pernikahan?
¤¤¤
Diam-diam Diandra memperhatikan Gibran yang tengah fokus dengan kameranya dan tanpa sadar dia tersenyum. Rasanya ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya ketika melihat pria itu tersenyum, dia seperti penguntit.
Ada alasan kenapa Diandra selalu menghindar dari topik pernikahan bahkan dia tidak pernah sekalipun berfikir akan menikah, baginya kata menikah itu hanya sekedar status. Meskipun dia menyukai Gibran, tapi untuk menikah rasanya Diandra tidak bisa dan lagi pria itu masih terlalu sering bermain-main dengan banyak wanita.
Gibran seolah sangat menyukainya, tapi dia bisa dengan mudah memeluk dan mencium pipi banyak wanita.
"Hayoo ngapainn?"
Diandra tersentak dan langsung menoleh lalu dia melihat Sahara yang tertawa karena habis menangkap basah dirinya yang tengah memperhatikan Gibran yang merupakan sepupu dari atasannya.
"Emm itu Kak... aku..."
"Kamu memperhatikan Kak Gibran kann?" Tanya Sahara dengan suara yang cukup keras
Secara refleks Diandra meletakkan telunjuknya di bibir dengan wajah panik, malu sekali kalau sampai Gibran tau.
"Sst Kak jangan keras-kerasss." Kata Diandra
Sahara tertawa, tapi benar saja Gibran menoleh lalu tersenyum pada mereka dan kembali fokus dengan kamera di tangannya.
"Ya ampun muka kamu merah." Kata Sahara sambil tertawa
"Kak Araa jangan gituuu." Kata Diandra
"Iya maaf, baiklah aku mau pulang dulu ya? Nanti telpon kalau ada apa-apa aku takut Angga rewel karena dia sedang bersama Oma nya." Kata Sahara
Diandra mengangguk faham, setelah menikah atasannya itu memang jarang berada di butik.
"Hati-hati Kak"
Selepas Sahara pergi Diandra melangkah mendekat ke tempat pemotretan karena dia dan Jenni memang biasa membantu masalah pemotretan. Disana sebisa mungkin Diandra menghindari tatapan Gibran dan pria itu memang cukup profesional dalam bekerja jadi Gibran benar-benar fokus dengan objek yang akan dia potret.
Sekali lagi Diandra memperhatikan Gibran yang ketampanannya bertambah berkali-kali lipat ketika dia sedang fokus. Namun, senyumnya memudar dan dadanya terasa sesak seketika ketika Alicia yang merupakan salah satu model berjalan mendekat untuk melihat hasil pemotretan.
Wajah mereka sangat dekat dan mereka berdua juga saling melemperkan senyum. Menghela nafasnya pelan Diandra mengalihkan pandangannya dan berjalan ke arah wardrobe untuk beristirahat sejenak.
Tugasnya sudah selesai untuk sekarang.
Duduk di dekat kipas Diandra mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri lalu melihat foto yang diam-diam dia simpan.
Foto dia dan Gibran.
Foto itu diambil oleh seseorang ketika mereka berdua membantu Wenda melakukan foto pre wedding untuk client nya di pantai dan tiba-tiba Gibran meminta seseorang untuk mengambil mereka berdua.
Entah pria itu menyimpannya juga atau tidak.
Saat suara deringan terdengar Diandra mengalihkan pandangannya dan melihat ponsel mikik Gibran yang sedang di charger. Ada nama Anetta disana dan Diandra berusaha mengatur ekspresi wajahnya lalu berjalan keluar.
"Kak ada telpon"
Gibran berhenti sejenak lalu menghampiri Diandra dan mengambil ponselnya.
"Halo Ta"
Gibran tersenyum pada Diandra sebelum berjalan menjauh lalu samar-samar dia dapat mendengar perkataan pria itu.
"Iya jadi nanti habis makan sian ya? Hmm aku yang jemput kamu, oke see you"
Lihat kan?
Memang benar kata pernikahan hanya sekedar ikatan dan status belaka.
Diandra tidak berniat menikah atau menjalin kasih dengan siapapun.
Hatinya telah mati.
¤¤¤
Hai haii update nihh😚
Makasih untuk dukungannya yaa❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
putia salim
kalau g mau ,knp wkt dicium diam saja🤦♀️
2022-08-27
0
M⃠💃Salwaagina khoirunnisa❀⃟⃟✵
diandra menyukai gibran,tapi takut dikecewakan karna banyaknya cewek yang dekat dengan gibran
2021-10-21
0
Istrinya Kim Samuel
pleaseee thorrr the best banget karya mu sukaaaa banget yampuun lngsung jatuh cinta sma novel mu, sekian lama cari2 novel yg sesuaii sma yg aku mauu dan ini bner2 pas bangeet
2021-10-17
0