Harga Sebuah Pengorbanan (Sita'S Love Story)

Harga Sebuah Pengorbanan (Sita'S Love Story)

Jual Mahal

"Maaf", Kata Sita sembari merenggangkan tangan Rafi yang tiba-tiba melingkar ke pinggangnya dari arah belakang. Wanita itu dengan lincah menjauh dari laki-laki yang telah menjadi tunangannya itu.

Ya, sudah 3 bulan ini Rafi Zulfa Ananta menjadi tunangan dari Rosita Salsabila Akbar. Namun, meski sudah bertunangan, Rafi sama sekali tak pernah bisa menyentuh Sita, meski itu hanya sekedar menggandeng tangannya.

Tentu saja hal itu membuat Rafi Jengkel. Ia ingin seperti kebanyakan pasangan lainnya yang sering menghabiskan waktu berdua, bergandengan tangan, memeluk dan mencium, bahkan mungkin bercinta. Apalagi status mereka sudah bertunangan.

"Kita jadi makan siang berduakan?" Tanya Rafi yang masih tetap berdiri di tempatnya, sementara Sita yang sudah menjauh dari tunangannya itu nampak sibuk memasukkan barang-barang pribadinya yang tadi berceceran di atas meja ke dalam tasnya.

Sita sejenak menghentikan aktivitasnya, dan menoleh ke arah Rafi. "Maaf, siang ini aku akan menjemput Gala ke sekolah. Mbak Saroh menelponku barusan, katanya Gala ngambek, maunya aku yang jemput, nggak mau dijemput sopir".

"Kalau begitu, kita jemput bersama, setelah itu kita pergi makan siang, bagaimana?" Ucap Rafi sambil berjalan mendekati Sita.

"Maaf, aku tetap tidak bisa. Aku akan pergi kesana bersama Ratih dan Bayu, karena setelah itu aku ada agenda bertemu klien di luar", kata Sita yang kemudian melangkah keluar dari ruangannya tanpa memperdulikan Rafi yang kini tengah mengeraskan rahang sambil mengepalkan tangannya.

"Perempuan Sialan! Padahal kamu juga punya anak tanpa suami, tapi masih saja jual mahal kepadaku!" Gerutu Rafi sambil memukulkan tangannya ke meja, setelah Sita menutup kembali pintu ruangannya.

*******

"Bunda!" Teriak Gala, tatkala melihat Sita tengah berjalan ke arahnya. Anak laki-laki berusia 3 tahun itu berlari dan menghambur ke pelukan bundanya.

"Kenapa nggak mau dijemput Pak Didin?" Tanya Sita sambil memberikan ciuman gemas di kedua pipi anaknya itu. Namun anak itu sebatas menggelengkan kepalanya, tak menjawab apa yang ditanyakan oleh Bundanya.

Sita menggandeng tangan Gala, berjalan menelusuri jalan menuju gerbang sekolah. "Bagaimana kalau kita makan siang di tempat kesukaanmu, terus kita beli mainan? Tapi nanti setelahnya, kamu ikut Mbak Saroh sama Pak Didin Pulang ya, karena Bunda ada meeting?" Kata Sita.

Langkah Sita berhenti, seiring dengan berhentinya langkah Gala dan lepasnya gandengan tangan mereka, karena Gala menarik tangannya dari genggaman Sita.

"Nggak mau", kata Gala, sambil membuang muka dan menyilangkan tangannya di depan dada, layaknya orang dewasa.

Sita menoleh ke arah putranya yang kini tengah cemberut, kemudian berjongkok untuk menyeimbangkan tingginya dengan Gala. "Terus, Gala maunya gimana?" Tanya Sita sambil memegang kedua lengan putranya.

"Gala mau ikut Bunda", kata Gala dengan muka yang masih cemberut.

"Bunda meetingnya bukan di kantor Bunda, tapi di kantor teman kerja Bunda. Jadi Gala nggak bisa ikut, nanti Bunda dimarahi orang", ucap Sita memberi pengertian.

"Siapa yang marahi bunda? Aku pukul orangnya", kata Gala dengan mimik yang lucu.

"Hussttt...", Sita memeluk putranya. "Nggak boleh ngomong begitu, ya", lanjutnya, sambil mengelus punggung putranya dengan sayang.

"Baiklah, Gala boleh ikut bunda, tapi disana Gala harus nurut omongan bunda. Harus sopan sama siapa saja dan nggak boleh lari-larian di dalam kantor", kata Sita. "Gimana?"

"Ok bunda", kata Gala sambil mengacungkan Jempolnya, kemudian mencium pipi bundanya dengan sayang.

*******

"Mbak, info dari sekretaris Pak Johan, yang memimpin rapat siang nanti adalah Pak Tara. Beliau adalah putra Pak Johan yang baru pulang dari luar negeri. Beliau sudah satu minggu ini menggantikan Pak Johan, karena kesehatan Pak Johan akhir-akhir ini kurang begitu bagus", kata Ratih, asisten pribadinya yang kini tengah duduk sampingnya.

"Ada info lainnya tentang putra pak Johan? Apa dia punya pengalaman di bidang yang sama dengan ayahnya sebelumya atau info-info lain terkait pengadaan proyek ini?" Tanya Sita, sambil memeriksa kembali bahan meeting yang ada di dalam tabletnya.

"Pak Tara sebelumnya pernah bekerja di perusahaan penerbangan besar di Itali selama 4 tahun. Ide tentang proyek ini juga katanya sumbangan dari Pak Tara, sehingga perusahaan Pak Johan menjamin bahwa Pak Tara menguasai seluk beluk proyek ini meski beliau baru kerja di perusahaan milik orang tuanya satu minggu ini", kata Ratih menjelaskan dengan hati-hati.

"Hemm", Sita hanya menanggapi singkat sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bay, nanti tolong izinkan kita masuk ke ruang meeting lebih awal, ya!" Perintah Sita, yang kemudian diangguki oleh Bayu, asistennya yang lain, yang kini sedang ada di belakang kemudi.

"Aku ingin mengodisikan Gala dulu, agar tenang ketika kita sedang meeting. Jika dia rewel, tolong bawa dia keluar segera dari ruangan dan antar ke Mbak Saroh!" kata Sita lagi kepada Bayu dan diiyakan oleh asistennya itu.

Gala yang mendengarkan pembicaraan Bundanya, memilih berdiri di atas bangku mobil dan menghadapkan kepalanya ke arah bundanya. "Bunda tenang saja ya... ya...aku nggak akan rewel kok", kata Gala yang kemudian menebarkan senyum ke arah Bundanya.

"Iya tuan muda, Bunda percaya kok", kata Sita dengan suara yang dibuat-buat. Tapi sekarang, Gala turun ya, duduk yang baik, biar nggak jatuh", lanjut Sita.

"Ok, Bunda", ucap Gala, yang kemudian duduk kembali, menuruti permintaan bundanya.

Tak lama, mobil yang Sita tumpangi masuk di area parkir sebuah perusahaan yang cukup ternama di kota itu. Semua penumpang dalam mobil segera turun, sesaat setelah mesin mobil dimatikan.

"Ayo Bunda, buruan jalannya! Aku sudah tidak sabar", ucap Gala sembari menarik tangan Sita, agar berjalan lebih cepat.

Tentu saja sikap Gala yang menggemaskan membuat Sita dan asistennya senyum-senyum dibuatnya. Mau tak mau semua orang mempercepat langkahnya, menuruti permintaan sang balita lucu itu.

Setelah mendapat izin untuk masuk ke ruang meeting lebih awal, mereka segera memposisikan diri mereka. Sita nampak lebih sibuk menjelang meeting. Selain harus menyiapkan materi meeting, dia juga harus mengkondisikan putranya. Memberikan nasihat-nasihat ke laki-laki kecil itu agar bersikap dengan baik dan menurut apa yang sudah dipesankan olehnya.

Lebih beberapa menit dari jadwal yang direnacanakan, seorang laki-laki tinggi kurus membuka pintu ruangan itu dan masuk ke dalamnya.

"Selamat siang Ibu Sita dan tim", ucapnya sambil membungkukkan sedikit punggungnya, sebagai tanda penghormatan. "Tuan Tara sebentar lagi akan segera datang, beliau sedang menuju kemari", katanya lagi, sebelum berjalan menuju tempat duduknya.

Benar saja, tak lama kemudian seorang laki-laki yang berbadan tinggi besar dan terbilang cukup muda dengan mengenakan jas berwarna navy, masuk ke ruang meeting. Disamping laki-laki itu ada seorang wanita berkaca mata dengan wajah agak judes membawa tumpukan kertas di tangannya.

"Selamat siang!" sapa laki-laki itu.

Sita yang sedari tadi fokus dengan tabletnya, mengangkat kepalanya, menyengaja untuk melihat siapa gerangan yang baru memberikan sapaan.

"Julian", nama itu meluncur begitu saja dari mulut Sita tatkala melihat laki-laki yang merasa ia kenali di masa lalu, ada di hadapannya.

Mendengar namanya di sebut, sekilas Tara melirik ke arah orang yang memanggilnya dengan muka yang datar. Lalu dengan segera memalingkan mukanya dan duduk di kursinya.

"Tuan Tara, silahkan", wanita berkaca mata itu memberikan satu bendel kertas kepada Tara.

Sita yang sedari tadi mengamati Tara, bertanya dalam hati. "Tara? Berarti Julian itu Tara?" Seketika ingatannya beberapa tahun yang lalu kembali muncul, membuatnya tak lagi fokus ke rapat.

"Bunda...bunda...", panggil lirih pria kecil di sebelah Sita, sembari menarik-narik ujung baju bundanya itu, membuat lamunan Sita seketika buyar.

Sita menengok ke arah Gala. "Ada apa, sayang?" Tanya Sita pelan.

"Aku mau minum, bun", kata Gala sambil menggerakkan jempolnya ke bibirnya.

Baru saja Sita memberikan segelas air kepada Gala, tiba-tiba brakkkkk..... terdengar suara pukulan di meja yang mengejutkan semua peserta rapat. Semua mata tertuju pada pelaku yang memukul meja, yang tak lain adalah Tara.

Dengan wajah yang dingin dan angkuh, pria itu menatap Sita. "Kenapa ada anak kecil di dalam ruangan ini? Ini bukan taman kanak-kanak, ini adalah ruang meeting! Sungguh saya kecewa dengan ketidakprofesionalan anda!" Bentak Tara.

"Ma_maaf!" ucap Sita hati-hati.

Meski takut karena adanya suara bentakan, Gala memberanikan diri untuk turun dari tempat duduknya. Bocah itu kemudian memeluk bundanya, sambil matanya mengarah pada Tara yang kini masih menatap bundanya.

"Jangan marahi bunda!" Teriak Gala. "Bundaku tidak salah, bundaku baik. Omm itu yang jahat!" teriaknya lagi.

Sita berusaha menenangkan Gala dengan mengusap lembut punggung bocah itu. "husttt....Gala nggak boleh berkata begitu, paman itu tidak jahat", katanya lirih. "Gala sekarang sama Omm Bayu dulu ya", ucapnya lagi.

"Bay, tolong bawa Gala ya", kata Sita.

Bayu segera melaksanakan apa yang diperintahkan Sita, meski Gala menolak ikut dengannya, bahkan bocah itu menangis dan meronta, sambil mengatakan Omm jahat kepada Tara.

_________

Selamat Datang di Novel kedua saya. Semoga suka, Happy Reading😘

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

mampir thor

2024-09-16

0

Mia Mobateng

Mia Mobateng

Tara bapaknya gala x yaaa

2021-07-24

0

Mia Mobateng

Mia Mobateng

Tara bapaknya gala x yaaa

2021-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!