JODOH PILIHAN AYAH BUNDA
Happy Reading.
Nabila Asofi, seorang gadis manis mere mas re mas ujung jilbab yang dipakainya. Ia seperti terdakwa dihadapan ayah dan ibunya. Ujung matanya pun terlihat basah oleh air mata, tak menyangka jika ayah dan ibunya secara sepihak menerima lamaran dari seseorang yang tidak dia kenal sebelumnya.
Walaupun dia sebenarnya kenal baik dengan kedua orang tua, terutama ibu dan juga adik dari pria itu, tapi pernikahannya adalah masa depannya. Jalan yang akan dia tempuh seumur hidup. Berkomitmen untuk menjalani biduk rumah tangga bersama pria yang dicintai adalah impian. Tapi tiba tiba saja.... Aahhh! mengapa jadi kacau begini? Pikirnya.
"Ayah! ibu, Bukan maksud Sofi untuk durhaka pada ayah dan ibu! Tapi, tidakkah ayah dan ibu mengerti perasaan saya? Saya punya kekasih yang saya cintai, tolong mengerti perasaan Sofi. Dia berjanji mau segera melamar secepatnya, Yah! Ibu!" rengeknya hampir menangis.
"Saya hanya mau nikah sama dia, Yah...Ibu...!" imbuhnya lagi.
Sofi, nama panggilan gadis itu, sudah tak bisa lagi membendung air matanya. Dia terisak dengan bahu berguncang. Sebenarnya ayah dan ibu pun merasa iba pada anak sulungnya itu, tapi mereka juga tak bisa berbuat banyak.
Seperti kata pepatah, hutang emas dibayar emas, hutang budi dibawa mati, adalah benar adanya. Hutang budi di masa lalu saat mereka kesulitan keuangan, karena kehilangan pekerjaan. Kala itu untuk makan saja mereka sangat sulit. Minta pada orang tua juga enggan, karena sebagai anak merasa belum bisa membahagiakan orang tua.
Lagi pula, waktu itu sang istri sedang hamil. Jalan satu satunya yang mereka tempuh adalah meminta bantuan tetangga yang baik hati, tetapi telah pindah ke ibukota. Karena sang suami mendapat jabatan yang cukup bagus di perusahaan tempat dia bekerja. Sedang sang istri juga bekerja membantu perekonomian keluarga.
"Ayah minta maaf nak, kami juga tidak punya pilihan lain. Selama ini, ayah tidak minta apapun padamu. Ini adalah permintaan ayah yang pertama dan juga yang terakhir." Ayah bicara dan ibu hanya diam menunduk.
"Tanpa mereka dulu, ayah tak tahu seperti apa kehidupan kita sekarang, Nak. Ayah tak punya keahlian khusus, ayah juga tidak berpendidikan tinggi. Sangat sulit bagi ayah untuk mendapat pekerjaan yang layak, ibumu juga sedang hamil Sofi kala itu. Tolong kami di mengerti ya, Nak! " Pinta Ayah lagi.
Ibu Sofi hanya diam tak bisa berkata apa apa, dia juga mengerti perasaan anaknya sekarang. Bagaimanapun ikatan batin seorang ibu dan anak sangatlah kuat.
*****
Dan sekarang, disinilah Sofi berada. Terduduk diam ditepi ranjang pengantin yang dihias begitu indah. Gelisah memikirkan malam pertamanya. Ya, malam ini adalah malam pertamanya. Pernikahan yang tak di inginkan.
Sofi menggigil karena gelisah, dan ia masih berpakaian pengantin yang cantik dan terkesan mewah. Ia mencengkeram sprei dengan kuat. Indahnya baju pengantin dan cantiknya riasan oleh penata rias ternama di kota ini yang menjadi periasnya. Siapapun gadis yang dijodohkan pastinya dengan senang hati menikah dengan pria kaya yang tampan, dengan fisik yang nyaris sempurna. Tapi tidak dengan Sofi.
Sofi POV
Aku masih diam mematung, duduk ditepi ranjang kamar. Kamar yang dihias begitu rupa, dengan kelopak mawar berbentuk hati ditengah ranjang, juga dimeja rias dan disudut ruangan terdapat bunga yang indah dan harum semerbak memenuhi ruangan kamar. Tapi hatiku merasa kosong, terasa hampa.
Keningku berkerut memikirkan malam pertamaku bersama suami yang belum lama kukenal. Takut, gelisah, dan rasanya tak sudi.
Aaaaah! Kalau mau turuti kata hati, aku mau pergi saja. Pergi dan lari jauh kemanapun yang penting tidak melihat dia yang sekarang jadi suamiku. Tapi sekarang aku adalah seorang istri, sekarang aku adalah tanggung jawab suami. Bukan lagi menjadi tanggung jawab ayah dan ibuku. Gila rasanya kalau aku lari dimalam pengantinku, yang akan berimbas pula pada kedua orang tuaku tentunya.
Tapi malam ini aku bertekad untuk menolak bila dia mengajakku untuk melakukannya. Aku tak mau bersentuhan dengannya, apalagi berbuat lebih jauh lagi. Kalau perlu aku akan memberi batas ranjang ini, sebagian untukku tidur dan sebagian lagi lainnya buat dia.
Membayangkan tidur berdua seranjang dengannya saja bagiku begitu menyeramkan.
Dan kalau aku benar benar menolak ajakannya berhubungan layaknya suami istri, apakah dia akan memaksaku? Apakah dia akan bisa terima? Ataukah dia akan marah? Hiiiii!
Takut sekali aku membayangkan dia memegang-megang tubuhku.
Air mataku mulai menetes. Makin lama makin deras. Aku telah menjaga kehormatan ku sebagai seorang gadis, memang untuk suamiku. Tapi bukan laki laki itu. Laki laki yang tidak kukenal. Aku tak tahu seperti apa perangai dia. Bagaimana agamanya, sudahkah dia menjalankan perintah agamanya dengan baik? Dia memang kaya harta, tapi bukankah kaya harta saja bagiku tak cukup untuk menerima dia sebagai seorang suami.
Memang aku membayangkan akan menjadi pengantin secantik sekarang ini, tapi tentunya dengan laki laki yang aku cintai, bukan laki laki yang menikahi aku karena keluargaku terhutang budi kepada keluarganya. Aku mau menikah dengan orang yang kucintai dan bukan dia! Bukan laki laki yang bernama Muhammad Faiz ini.
Berkali kali bibirku mengatakan dengan lirih, aku tak mau dia! Aku tak mau pria ini. Seolah olah aku menolak takdir ku bahwa aku telah menikah dengan seorang Faiz. Bahwa Faiz adalah jodoh yang diberikan Tuhan untukku walaupun tanpa didasari rasa cinta sebelumnya.
Ya Alloh! Dosakah aku menolak ketetapan jodoh ku. Ampuni aku ya Alloh!... Hiks hiks....
Tok tok tok!
"Nabila Asofi!" Sebuah suara yang lembut memanggilku dari luar kamar. Aku tahu itu suara suamiku. Segera aku menghapus air mataku dan bergegas mengayun langkah ke atah pintu dan membukanya untuk dia.
Faiz datang dengan senyum manis yang mengembang.
Sumringah sekali wajahnya. Dan dia perlahan menutup pintu rapat dan menguncinya. Setelah itu mendekatiku yang duduk kembali ditepi ranjang seperti semula.
Ya Tuhan, aku begitu gugup. Bahkan kakiku gemetaran.
"Kau sedari tadi sudah masuk kamar, hmmmm! sudah tak sabar ya?" ucapnya sambil tersenyum. Haish, geli sekali aku melihat senyumnya. Reflek aku menggeleng.
Mendengar ucapan nya saja membuat aku begidik, seolah aku begitu bahagia menikah dengannya. Cihhh!
Kau dengan orang tuamu yang tak sabar. Seenaknya melamar, tanpa menanyakan aku mau atau tidak. Juga ayah dan ibu, tanpa bertanya langsung saja menerima lamaran itu. Aaaaaa! hiks hiks... inikan bukan zaman Siti Nurbaya.... tapi aku tak berdaya.
Ia menjejeri dudukku ditepi ranjang, namun aku segera menghindar.
Aku segera bangun menuju meja rias tanpa menjawab perkataanya tadi. Hatiku merasa dongkol sekali. Aku pun sudah tak nyaman dengan pakaian pengantin yang aku pakai. Memang sih bajunya sangat indah, tapi menyesakkan karena cuma pas di badan. Belum lagi renda renda dan manik manik yang membuat kulit terasa gatal.
Aku menatap pantulan wajahku di depan kaca rias. Lalu berusaha melepas kerudung yang banyak sekali terdapat jarum pentul, Huuuuh! merepotkan sekali. Gerutu Sofi dalam hati.
Melihat aku yang kesulitan melepaskan jarum jarum di kerudung, Faiz berjalan mendekat.
"Mas bantu ya, melepas kerudungnya? jarum pentul nya banyak banget jangan sampai membuat kulit dan jarimu terluka."
Ucap Faiz sambil memegang bahuku.
Tubuh ini rasanya seperti tersengat aliran listrik saat dia menyentuh kepalaku dan dengan reflek aku menjauhkan kepala dan menolak dengan tegas, membuat Faiz tertegun. Ia menegakkan kepalanya kembali. Senyumnya yang tadi mengembang kini berubah berwajah datar.
"Eh enggak! Enggak usah aku bisa sendiri kok. Dan lagi jangan sentuh sentuh aku!" ucapku ketus, namun bergetar.
"Loh! Emangnya kenapa? kita sudah sah menjadi suami isteri. Tak ada salahnya jika aku menyentuhmu, bahkan lebih dari itu! Kamu wanita halal untukku" ia menegaskan kata katanya.
"Saya masih merasa belum siap saja! Maaf!" aku menangkupkan kedua tanganku agar ia tidak marah.
Kerudung Sofi sudah setengah terbuka, itu yang membuat Sofi segera berlalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Dia berfikir akan menyelesaikan membuka kerudung dan baju pengantin di kamar mandi saja.
"Sofi sebentar! saya mau bicara sebentar saja!"
Faiz menyambar tangan Sofi yang berusaha meninggalkannya dan ditariknya untuk duduk lagi ditepi ranjang. Sofi gelisah dalam duduknya.
Ah! bagaimana ini, aku belum mandi. masa iya dia mau aku melayaninya sekarang? Batin Sofi.
"Sofi! aku tahu, kau tak suka dengan perjodohan ini. Aku tahu kau terpaksa menikah denganku. Aku tahu juga kalau kau mempunyai kekasih yg kau cinta!" ia menyambar tangan Sofi dan menggenggamnya erat.
"Kalau kau tahu ya sudah! Lalu kenapa kau tetap menikahiku kalau tahu aku tak menyukaimu?" Sofi berkata dengan ketus dan berusaha melepas genggaman tangan Faiz. Namun tak bisa. Tatapan lelaki disampingnya yang telah sah menjadi suaminya itu menghujam ulu hatinya.
"Aku percaya kalau hidup, mati, jodoh dan rezeki itu sudah diatur oleh Alloh. Dan aku sangat yakin kalau kamu adalah jodoh yang dikirimkan Alloh, yg tercipta dari tulang rusuk ku." Jawab Faiz penuh percaya diri. Sofi melengos.
" Dan aku tahu saat ini kau tak mau melakukannya denganku malam ini kan?"
Eeh! dia seperti bisa membaca fikiranKu" batin Sofi.
" Kalau aku jawab iya!?" jujur Sofi.
"Oke.Its ok. Baiklah aku tak kan paksa kau melayani ku malam ini. Tapi kita sudah sah suami istri Sofi! Berusahalah kau membuka pintu hati untukku. Untuk menerimaku sebagai jodohmu. Kita masih sangat banyak waktu untuk saling mengenal. Ingat Sofi, surga seorang istri terletak pada ridho suami. Tak selamanya kita akan seperti ini kan? aku akan menunggumu untuk membuka pintu hati untukku."
" Kau tahu! mengapa aku tak menolak saat Papa dan Mamaku memilih kamu menjadi istriku. Itu Karena aku memang menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu."
Apa?
Faiz berkata dengan lembut sambil tangannya berusaha membuka kerudung Sofi. Sofi diam mematung entah kenapa ia seperti tersihir oleh kata kata lembut Faiz. Tapi Sofi berusaha untuk tidak terlena.
Sofi menoleh dan memandang Faiz yang juga sedang memandangnya. Hati Sofi terasa berdegup kencang saat pandangan mereka bertemu. Tatapan mata Faiz terasa teduh bagi Sofi.
Haaah! dia memang tampan... tapi entah mengapa aku tidak menyukainya. Atau mungkin belum.
Sofi merasa bimbang. Mereka memang belum mengenal satu sama lain karena masih dua bulan dipertemukan. Itupun intensitas nya sangat sedikit karena mereka bertemu juga bersama beberapa keluarga untuk membicarakan rencana pernikahan waktu itu. Belum pernah bicara empat mata dengan Faiz.
Sofi buru buru berdiri dan masuk ke kamar mandi. Hatinya masih berdebar hebat, jantung seakan mau loncat dari tubuhnya. Baru kali ini dia tidak memakai kerudung didepan laki laki selain ayah dan saudara laki lakinya.
Sofi termangu dibalik pintu kamar mandi, tak menyangka Faiz dengan begitu mudahnya menyetujui untuk tidak melakukan hubungan suami istri malam ini. Sekaligus ia merasa lega, walaupun disalah satu sudut hatinya ia merasa bersalah. Sebelum ia menutup pintu kamar mandi tadi Sofi mendengar Faiz menggumam. "Cantik sekali" Sofi tersenyum dari balik pintu kamar mandi yang tertutup.
_____________________
Hai! aku datang lagi dengan cerita lain... jangan lupa tinggali jejak ya. like koment dan votenya mksiiiiih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Yeni Eka
Hadir lah mulai baca yg ini
2022-12-19
0
Emymariyana
aku mampir Thor lanjut nyimak🙏🏻😊🤗
2021-12-14
0
Via🔥💰
aku mampir thor..
2021-11-26
0