Ajakan Golek Gadun

Setelah menyelesaikan ritual mandinya, Sita keluar dengan handuk di kepala dan bathrobe warna senada. Gadis yang sudah gak gadis lagi ini, selalu mandi basah tiap pagi.

Terlahir sebagai blasteran Arab Madura membuatnya memiliki garis muka seperti kebanyakan orang Arab, alis tebal, hidung mancung dan bibir tipis. Cantik. Keberuntungan inilah yang dia manfaatkan untuk menarik perhatian pria berhidung belang.

Sekali lagi dia buka tas merk 'H' yang baru seminggu lalu di belikan pelanggannya. Dia longokkan kepalanya mencari ponsel berlogo apel kegigit separuh itu. Ponsel dengan harga kira-kira dua puluh lima juta itu semakin memperlihatkan dimana kelasnya sebagai penjaja kenikmatan.

"Ya ampun, banyak banget panggilan tak terjawab dari Pak Darmaji, pasti nagih janji. Haduh, de'remma riyah ( Gimana ini ), aku belum dapat lagi."

Bergegas dia turun setelah penampilannya terlihat rapi. Dia turun ke bawah, pandangan matanya tertuju pada 3wanita cantik lainnya penghuni GGS.

"Pagi Bu Tedjo ..." sapa Sita pada Bu Tedjo yang sibuk menghitung gelang di tangannya. Wanita dengan nama asli Metha itu hanya melirik sekilas. Takut lupa di nomor berapa dia mengabsen gelangnya.

"Pagi Kak Dhe ..." wanita yang di sapa hanya tersenyum kecut.

"Pagi JengAt ..." sapa Sita dengan menahan tawa.

"Ehh, barudak. Sakali deui ngageroan uing jengat, ku uing rek dibere kulkas. Dibaledog ka hulu maneh, meh polo na ngambyar ngagurecek. (Eh ni bocah, sekali lagi manggil Jengat dapat hadiah lemari es. Dijatuhkan langsung ke kepalamu, biar otakmu semakin lembek )" pekik Jeng Atik.

Sita yang gak ngerti hanya tersenyum nakal menanggapi ocehan Jeng Atik.

Sita meletakkan tasnya di bangku kantin GGS, memilih tempat duduk di samping Dhe yang memasang wajah cemberut sambil menggigiti sedotan.

"Loh, cangkruk tok ta piye iki? Ra Ono sing sarapan? ( Loh nongkrong saja atau gimana ini? Gak ada yang sarapan? )" sindir Sita.

"Wes pesen, iseh kelon paling bakul e. ( Sudah pesan, tapi penjualnya masih kelonan)" sahut Bu Tedjo yang setelah menghitung gelangnya, sibuk membenahi pembukuan arisan.

"Aku pusing Dek, ngene men urip nak aku, nyanyi ngalor ngidul mung cukup di gawe bayar kost tok. Kok koyok ra diwawo duet ( Gini amat ya hidup padaku, nyanyi kesana kemari cuman cukup di buat bayar kost. Kok seolah dijauhi uang )" keluh Dhe.

Tiba-tiba ide nakal muncul di benak Sita.

"Eh kak Dhe, iki aku ono kenalan wong kelas duwur, sampean gelem ora tak kenalke? Wong e gelek bojo-bojoan. Gelem ora?? Timbang e karo sopo kae, wong sing ambu wedhus ( ini aku punya kenalan orang kelas atas, kamu mau gak aku kenalin? Orangnya nyari istri simpanan. Mau gak? Daripada sama siapa itu, orang yang bau kambing)" ucap Sita setengah berbisik tapi nampaknya bisikan itu masih bisa di dengar Bu Tedjo dan Jeng Atik.

"Lah iku, wes ra usah suwe mikir. Timbang dadi penyanyi karaoke bayaran ra sepiro, penyanyi panggung saweran limang ewu di lebokke nak susu. Lak mending nyanyi nganggo mic urip nak ranjang ae. ( lah itu, gak usah kelamaan mikir. Daripada jadi penyanyi karaoke bayaran gak seberapa, penyanyi panggung disawer lima ribu di masukkan ke payudara. Kan mending nyanyi pakai mic hidup di ranjang aja)." seru Bu Tedjo.

"Kenapa Atuk kok gak kamu ambil sendiri kalau pejabat?" tanya Jeng Atik ke Sita penuh selidik.

"Masih pengen bolang Jeng ..."

"Ojo suwe-suwe bolang, selak konokanmu lower mangap ombo ra iso mingkem ( jangan kelamaan bolang, keburu itumu tambah menganga lebar gak bisa mingkem)" sindir Bu Tedjo. Sita cuman diem enggan menanggapi omongan Bu Tedjo.

"Waduh, sarapan di kampus ae, yang jual gak nongol-nongol, keburu telat" ujar Sita sambil mencangklong tasnya lalu pergi.

"Assalamualaikum ...." pamit Sita.

"Waalaikumsalam" jawab tiga cewek cantik itu.

#######

Sita, mahasiswi semester empat ini tetap terlihat wooooowwww meskipun berpenampilan ala kadarnya. Dia tidak perlu lagi memoles wajahnya dengan make up mahal karena memang sudah cantik dari sananya.

Setiap langkah kakinya mengundang mata pria memandangnya. Tapi Sita bukanlah Dhe yang mau berkencan dengan seorang Makelar kambing. Astagah, makelar kambing. Makelar tanah kek, atau apa gitu yang lebih keren.

"Heh, curut!!! Mbadok gak towo-towo ( Hei, anak tikus!!! Makan gak ajak-ajak )" seru Sita. Dia jatuhkan tubuh bongsornya ke tubuh gadis kecil bernama Iim.

Imroatus Sholeha, teman satu desa dengan Sita. Sama-sama dari Kepulauan Kangean Sumenep Madura. Siapa sangka kalau gadis dengan hijab style ini adalah teman seperjuangan Sita.

"Dungaren ... (Tumben)" sindir Iim dengan mulut penuh makanan.

"Iyut, Ebok kantin e tang kos, kelon tak remareh ( Iya, Ibu kantin di kosku, kelon gak selesai-selesai)." ujar Sita.

"Buk, Sego soto tambah jeroan koya e sing akeh. Minum e jeruk anget ae" ujarnya lagi pada Buk Narseh, penjaga kantin yang kebetulan lewat.

"Nggeh cah ayu" sahut Buk Narseh.

"Kamu jadi pulang gak liburan semester ini??" tanya Sita ke Iim sambil mengotak atik ponsel barunya.

"Leh, HP anyar pole (Loh, HP baru lagi)??" sentak Iim.

"Engko sing lawas, pke kamu lah"

"Gak punya sangu aku Crut. Tapi kangen pengen muleh"

"Mun be'na muleh, engken tak nyareh mobil gratisan. Iyo ta??? Muleh bereng gih (kalau kamu pulang, entar aku cariin mobil gratisan. Iya ya?? Pulang bareng ya)"

"Cak'en be'na pon ( Terserah kamu aja deh )" ucap Iim yang dibalas dengan senyuman manis Sita.

Nasi soto dan jeruk anget pesanan Sita datang. Sambil bicara dengan Iim, Sita menyantap sotonya.

🍀🍀🍀

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***