Ketika terbangun di pagi harinya Kindaru hampir tidak bisa bangkit dari bale tempat tidurnya, seluruh tubuhnya terasa teramat sakit terutama selangkangannya, untuk sekedar membuka bibirnya mengucapkan sesuatu pun terasa amat sangat menyakitkan sehingga mengurungkan niatnya, dipastikan penampilan KIndaru sangat mengenaskan pagi ini.
Raden Abisaka masih duduk disamping ranjang Kindaru mengusap keningnya sesekali merapihkan rambutnya yang acak- acakan. Kindaru telah membuka metanya beberapa saat yang lalu, menatap kosong langit- langit kamar yang beratap 'bilik' (nyaman bambu).
"Raden Jagdish akan kembali ke Kota Raja hari ini, Raga akan mengantarnya sampai perbatasan, apa Nyai butuh sesuatu?". Tanya Raden Abisaka, setelah penjelasan kepergiannya yang tidak Kindaru perdulikan.
"Tidak", jawaban si ngkat Kindaru meringis karena lika sobek dibibirnya. Raden Abisaka menatap Kindaru dengan pandangantak terbaca.
"Setelah urusan Raga selesai, mungkin setelah waktu santap petang atau lebih larut raga akan datang," Sejak kapan orang dihadapanyanya ini jadi banyak bicara fikir Kindaru.
"Raga akan mengutus seseorang untuk memanggil Juru Tamba", tuturnya lembut.
"Tidak perlu," sambar Kindaru cepat, tatapan Raden Abisaka menunjukan rasa tidak suka. Untungnya Kindaru segera menyadari ini tidak ingin membuat msalah baru.
"Mbok Pur akan datang hari ini, Dia saja cukup". Sedikit penjelasan menghindari konflik baru.
"Pergilah". Usir Kindaru kemudian.
Satu kecupan mendarat dikening Kindaru sebelum Raden Abisaka beranjak dari posisinya.
"Hampunten, Kanjeng Gusti Raden, Abdi tua ini tidak tahu bila Kangjeng Gusti Raden Ada disini",ucap Mbok Pur, bersimpuh didekat pintu masuk, menunduk, tidak ketinggalan kedua tangan mengatup didepan dada.
"Urus Nyaimu dengan baik". Kecap Raden Abisaka dingin, sebelum berlalu begitu saja keluar dari kamar.
Mbok Pur bangkit segera setelah putra raja itu berlalu dengan beribu tanda tanya bergelayut dihatinya. Bergegas menghampiri gadis cantik yang sedari bayi diasuhnya.
"Ya Gusti...", hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutnya melihat apa yang terjadi pada putri asuhnya.
Mbok Pur mengangkat kepala Kindaru kepangkuannya, kain selimut usang yang menutupi tubuh polos Kindaru tersingkap sebagian menampilkan pemandangan mengenaskan. Separuh tubuh bagian atas yang tersingkap nampak dipenuhi memar kebiruan bagian paling memalukan adalah banyaknya jejak ciuman yang ditinggalkan menunjukan seberapa beringasnya tubuh Kindaru menjadi sasaran palampiasan nafsu. Kulit yang tadinya berwarna kuning pucat terawat kini tampak menyedihkan.
Kindaru tidak pernah merasa seemosional ini, dijaman modern sebelum bisa sukses dirinya bertahan hidup dengan menjadi pemuas hasrat hidung belang, lalu dijaman kuno sekarangpun dirinya tetap dijadikan objek pelampiasan pemuas nafsu. Membenamkan wajah yang juga dihiasi memar dan sisa darah mengering masih tersisa disudut bibirnya ke perut pengasuhnya.
Isakan diikuti tangisan lirih terdengar menyayat hati.
Raden Abisaka masih diluar memberikan beberapa instruksi pada beberapa ponggawanya, tangisan Kindaru terdengar di indra pendengarannya, ingin dirinya berbalik memeluk wanitanya, tapi ada beberapa hal penting yang harus dilakukan berkaitan dengan masa depannya.
Tangan Mbok Pur bergetar mengusap kepala Kindaru menenangkan, mati- matian menyembunyikan air matanya.
Setelah puas menangis melepas emosinya Kindaru sudah jauh lebih tenang menyisakan sembab di matanya.
"Mbok tolong, jangan mengatakan siapa pelakunya", Mohon Kindaru sungguh sungguh.
"Tapi Nduk Raden Abisaka harus mempertanggung jawabkan perbuatannya", Bantah Mbok pur tidak terima.
"Kemarin sebelum musibah ini terjadi Daru sudah menerima pinangan dari Raden Wesiangra untuk menjadi selirnya." Kindaru terpaksa berbohong dengan mengatakan sudah menerima pinangan Raden Wesiangra. Rencananya hampir berantakan , dirinya harus menemukan rencana lain, dan tentunya menghindar dari para 'pemangsa' semua harus tetap berada dalam kontrolnya, jangan sampai kejadian seperti ini terulang. Orang yang menyebabkan kematian Bapa masih hidup nyaman dan bahagia didirinya pasti menagih hutang yang belum terbayarkan.
"Gelang kelat bahu itu milik Raden Wesiangra". Menunjuk meja tempat gelang milik Raden Wesiangra diletakan semalam.
Mbok Pur terkesiap, Putri asuhnya dalam masalah besar. Menyaksikan wajah pucat Mbok Pur Kindaru benar- benar merasa buruk, 'maaf Mbok" ucap Kindaru dalam hati.
"Nduk, Mbok harus bicara dengan Nyai Tunjung, Emakmu mungkin punya jalan keluar". Wajah tua iyu begitu pucat jelas ketakutan.
"Kita tidak bisa memanggil Juru Tamba, mencegah aibini tersebar, Emakmu mengerti ilmu pengobatan, pilihan terbaik adalah memanggil Emakmu jangan merahasiakan ini darinya". Tutur Mbok Pur meyakinkan.
"Emak akan sedih mendapati anaknya seperti ini Mbok", ucap Kindaru, dirinya khawatir membuat wanita yang melahirkan Kindaru sedih.
"Semua pasti baik- baik saja, Jang Tara mungkin sudah didepan, tadi hanya mampir ke pasar mengambil pesanan bunga".Sepertinya Mbok Pur memutuskan untuk mengirim putranya Kang Kustara meminta Emak untuk datang.
###
Emak tidak menangis dihadapan Kindaru tapi mata tuanya yang sembab menjelaskan segalanya. sebelum memasuki bilik kamar Emak sempat berbicara serius dengan Mbok Pur.
Kang Kustara adalah orang yang disuruh Mbok Pur untuk menjemput Nyai Tunjung bahkan diperitah untuk menyewa bendi agar perjalanan dari saung rare ke kediaman Kuwu Desa Bukbak bisa lebih cepat. padahal jarak normal bila ditempuh dengan berjalan kaki bisa ditempuh kurang dari satu jam. Entah untuk urusan penting apa yang membuatnya harus membawa Nyai Tunjung sesegera mungkin.
Emak memberi arahan pada Kang Kustara membeli beberapa obat saya, serta memberikan beberapa arahan pada Mbok Pur cara mengolahnya.
Emak membawa air hangat dalam baskom berwarna sedikit hijau kekuningan, Tidak ada pertanyaan apa lagi penghakiman dalam merawat Kindaru, ketika Kindaru berusaha turun dari bale untuk membersihkan diri namun justru dirinya tidak mampu menyembunyikan rasa sakitnya, sehingga desisan halus tetap terdengar sampai telinga Emaknya.
Emak melarang Kindaru turun dari bale, membantu Kindaru membasuh dirinya, membantu mengobati luka- lukanya termasuk pada bagian intimnya, bahkan membantu memakaikan Kindaru pakaiannya, berkali- kali Emak menyembunyikan air matanya yang meluncur dipipinya.
Kejadian ini bukannya membuat Kindaru ciut untuk mencari kebenaran atas peristiwa yang menimpa keluarganya, justru memberi tambahan tekad untuk membalas kematian Bapa, saat ini dirinya lalai dalam permainanya sendiri, dan ini harga yang harus dibayarnya, kedepannya harus lebih berhati- hati.
"Mak..." panggil Kindaru manja dan suara seceria mungkin.
Jangankan untuk berbicara untuk sekedar menarik bibir untuk tersenyum saja rasanya begitu menyakitkan, dan untuk Emaknya Kindaru menahannya. Bibirnya sobek karena tamparan dan gigitan hasil perbuatan Raden Abisaka. 'Dasar laki- laki maniak' rutuk kindaru dalam hati.
"Kenapa geulis?", Emak menjawab dengan tersenyum lembut,rasanya rasa sakit yang di tahan Kindaru tidak lagi semenyakitkan sebelumnya setelah melihat senyum Nyai Tunjung, ibunya.
"Daru mau bicara". Ucap Kindaru hati- hati.
Emak duduk mendekat dengan KIndaru tepat disampingnya diatas bale yang menjadi saksi penyiksaan sang putra raja padanya semalam.
"Setelah bicara Kamu harus makan, dari pagi perutmu kosong, 'matahari sudah diatas kepala' (waktu kira- kira tengah hari)", tawar Emak.
"Hmn, baiklah". Menatap bubur yang telah dingin karena Mbok Pur sudak mengantar makanan itu sejak beberapa jam lalu.
"Daru takut hamil', Ucap Kindaru dengan ekspresi yang dibuat selugu mungkin. Emak mendonggak menatap mata Kindaru.
"Akan Emak buatkan ramuan penegah kehamilan", kesedihan tidak dapat ditutupi ketika Emak mengucapkan kalimat itu. "Boleh Emak tahu sesuatu dari Daru sendiri?". Tanya Emak lembut.
"Sebelumnya Emak mendengar Akangmu mengatakan Raden Jagdish sudah menyimpan kata untuk memintamu menjadi selir utamanya". Emak mengusap lembut tulang pipi Kindaruyang terdapat uka memar.
"Seandainya Kanjeng Maha Raja Duranjaya mengiizinkan Raden Jagdish ingin Kamu menjadi Garwanya, tapi dirinya tidak bisa menjanjikan itu pada Kang Waru, karena semua kembali pada titah Raja , jadi posisi pasti yang bisa diberikan Raden Jagdish adalah selir utama".
Kindaru tahu untuk menjadi menantu keluarga kerajaan tidak mudah, babat, bibit dan bobot sangat diutamakan, Kindaru hanya gadis desa biasa tidak mungkin bisa lolos kualifikasi itu, lagi pula Kindaru tidak menginginkan menjadi bagian dari intrik drama kolosal seperti yang sering ditontonnya dalam film bertema kerajaan. Kindaru hanya menginginkan hidup damai bersama suami dan anak- anak mereka kelak, Kindaru mengerjap segera membuang fikiran bodoh soal keluarga dimasa depan yang diharapkannya, menelan ludah kasar menyingkrkan segala hal bodoh yang berbau romantis dari benaknya.
"Apa yang harus Akangmu katakan pada Raden Jagdish karena lalai menjagamu?". Wajah Emak jelas tersirat kekhawatiran.
"Emak tidak pernah membayangkan putri Emak bisa memikat tiga putra Raja sekaligus,Mereka sedang bertarung untuk tahta, Emak takut putri Emak hanya dijadikan tumbal peperangan mereka, pertarungan menuju tahta sangat mengerikan Geulis". Tutur Emak panjang lebar.
"Emak bisa menahan segala derita tapi tidak bisa bertahan bila melihat anak- anak Emak menderita". Air mata diwajah wanita yang masih menampakan kejayaan masa mudanya mengalir tidak terbendung, ada banyak luka yang disembunyikan disana, hati Kindari seperti diremas dilanda rasa bersalah telah menambah duka Emaknya. Seandainya saja dirinya tidak berambisi untuk balas dendam mungkin Emaknya tidak mengalami ini, lalu apa ada jaminan bila tidak melakukan pembalasan semua yang terjadi hari ini tidak akan terjadi.
"Mak, maukah membantu Kindaru untuk 'mati'", Ucap Kindaru dingin namun air mata mengalir diwajah pucatnya.
"Emak boleh menangis satu hari itu untuk Kindaru. setelahnya jangan meneteskan air mata lagi untuk Kindaru ini".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
sukabaca
gak ngebosenin ceritanya Thor bikin gereget...
2021-01-30
1
Cahya
Daru mempesona
2021-01-23
2
Lyn smi
👍😍👍
2020-11-19
2