"Mami jangan gitu dong, malam ini Tian pengen ajak Amel nonton. Mami ke pesta itu sama papi aja, oke!"
"Enggak, Tian, sekali mami bilang enggak ya tetap enggak! 'Kan mami udah bilang toh dari kemarin malam, kalau mami tuh pengen perginya sama Amel. Biar teman-teman mami semua tahu, kalau mami sebentar lagi bakalan punya menantu."
"Pokoknya Tian gak izinin Camelia pergi!" ujar Sbastian tak mau kalah.
"Terserah kamu, dasar anak nakal." Ibu Sbastian mendelik dengan kesal, lalu berbalik pergi meninggalkan Sbastian yang masih uring-uringan.
"Hei, kamu." Sbastian memanggil salah satu pelayan yang kebetulan melintas di depannya.
"Ya, Tuan, ada apa?" tanya pelayan itu dengan gugup.
"Kamu tahu di mana Amel? Tunangan saya, calon istri saya?"
"Ooh Nona muda yang cantik itu?" tanya si pelayan memastikan.
"Ya benar, yang cantik. Kamu lihat?"
"Iya, Tuan, saya lihat setelah tiba dari danau pagi tadi, Nyonya langsung membawanya keluar, saya tidak tahu kemana tujuannya. Saat kembali ke rumah, Nyonya cuma sendirian, Nona muda yang cantik itu tidak kembali ke rumah."
"Argh Mami! di kemanakan Camelia!" ucapnya kesal sambil berlalu pergi.
Sbastian kemudian menghampiri ibunya yang sedang berjalan dengan terburu-buru menuju halaman, sepertinya hendak pergi ke luar rumah.
"Mami mau kemana?" tanya Sbastian,
"Mami mau keluar sebentar."
"Aku ikut!"
"No way! Kayak anak kecil aja sih mau ikut kemanapun mami pergi."
"Bukan begitu, tapi aku khawatir kenapa Amel gak kembali sama mami ke rumah ini. Padahal pelayan tadi bilang, Mami dan Amel tadi pergi berdua. Tian takut kalau Amel Mami jual ... aw, aw, Sakit, Mi! "
Nyonya Handoko memukul kepala anak satu-satunya itu dengan gemas.
"Sembarangan kalau bicara. Sudah ah, nanti Mami telat," ujarnya lalu meninggalkan Sbastian yang terlihat kesal sekali.
Sbastian sangat khawatir kenapa Camelia tidak terlihat semenjak mereka kembali dari danau.
Sejak ciuman panas mereka di atas perahu, Camelia tidak mengeluarkan satu patah katapun. Ia langsung berlari ke arah rumah begitu perahu bersandar di dermaga.
Sbastian ingin memastikan apakah Camelia marah padanya atau tidak. Namun, kemudian ia mendapat telepon dari kantor yang mengharuskan ia datang ke kantor saat itu juga.
Setibanya dari kantor Sbastian tidak melihat sosok cantik itu sama sekali, bahkan ponselnya pun tidak dapat dihubungi.
***
Sekarang sudah malam dan Sbastian masih belum mengetahui kemana Camelia pergi.
Sbastian sedang berdiri di balkon lantai dua rumahnya ketika dirinya melihat sebuah mobil memasuki halaman rumah yang luas itu. Sbastian segera turun menghampiri mobil yang merupakan milik ibunya.
"Mami, cepat katakan di mana Camel ...." Belum Ia menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba gadis yang ia cari sejak siang tadi muncul di samping ibunya.
Sbastian tidak bisa berkata-kata, Camelia terlihat sangat cantik dengan gaun malam berwarna hitam yang sangat pas menempel di tubuhnya, pada bagian pundaknya sedikit terbuka, dan rambutnya di biarkan tergerai indah, hanya di hiasi oleh tiara kecil di atas kepalanya.
"Mami mau bawa dia ke pesta dengan penampilan seperti ini?" tanya Sbastian dengan wajah cemberut.
"Kenapa? Aku cantik kok!" Camelia menjawab dengan lantang, rasanya sakit hati sekali mendengar perkataan Sbastian. seolah-olah ia tidak pantas jika harus berangkat ke pesta dengan orang tua Sbastian.
"Justru karena kamu cantik, bahkan terlalu cantik ... aku bisa kerepotan. Pokoknya titik kamu gak boleh pergi."
"Oh, ayolah, Sbastian, kalau dia cantik terus apa masalahnya. Setiap perempuan pasti ingin tampil cantik jika ke pesta, Kenapa jadi kamu yang repot!" ujar sang ibu mulai kesal.
"Orang-orang di sana akan memperhatikan dia, Mi, dia akan jadi pusat perhatian!"
"Ya bagus dong, orang-orang akan melihat betapa cantik sekali menantu pilihan mami!" ucap Ibu Sbastian sambil tersenyum menatap Camelia.
"Cowok-cowok di sana juga akan sibuk memperhatikan dia!"
Kali ini wajah Camelia merona merah. Jadi itu sebabnya Sbastian melarangnya ikut ke pesta, rupanya dia cemburu.
"Oh, jadi gara-gara itu. Tenang saja, 'kan ada mami yang jagain. Sudahlah minggir, mami mau ganti anting dulu, anting mami terlihat berlebihan," ujarnya lalu meminta Camelia untuk menunggunya sebentar.
Sekarang hanya tinggal Sbastian dan Camelia di ruangan itu. Sbastian terus menatap Camelia, tapi Camelia tidak berani balas menatap Sbastian. Dia masih tidak nyaman karena ciuman mereka pagi tadi di danau, dirinya masih malu sekali.
"Kamu yakin mau tetap ikut," tanya Sbastian memecah keheningan di antara mereka.
"Iya!"
"Kalau ada yang menggoda kamu di sana bagaimana?"
"Ya gak apa-apa, sekalian cari jodoh," jawab Camelia santai.
"Kamu serius?" Sbastian melempar tatapan kesal ke arah gadis cantik yang berdiri di hadapannya.
"Apa aku terlihat bercanda?"
Sbastian terlihat semakin kesal mendengar jawaban yang terlontar dari bibir Camelia. "Kalau begitu tunggu di sini," titahnya, lalu ia berlari ke arah kamarnya yang berada di lantai atas.
Saat kemudian Sbastian kembali ke ruang keluarga, Camelia dan Nyonya Handoko sudah bersiap akan berangkat.
"Aku ikut!" teriak pria itu.
Camelia menoleh dan ia takjub melihat bagaimana Sbastian bisa secepat itu merubah pembawaannya, hanya dengan mengganti pakaian yang dikenakannya tiba-tiba saja pria itu terlihat sangat berbeda.
Tadi ia terlihat seperti pemuda tampan yang santai, tetapi sekarang ia terlihat seperti pria dewasa yang berkarisma. Hanya karena ia menggunakan setelan jas santai berwarna hitam dan sepatu formal berwarna senada, ia sudah terlihat sangat berbeda.
Sbastian melangkah dengan pasti ke arah Camelia lalu berhenti tepat di hadapan Camelia dengan jarak yang begitu dekat. "Kenapa? Terpesona?" Ia bertanya sambil menyunggingkan senyuman, membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.
Camelia berdeham. " B saja!" Lalu berbalik pergi menyusul Ibu Sbastian yang sudah berjalan terlebih dahulu ke mobil.
***
Saat tiba di tempat acara, Sbastian langsung menggenggam tangan Camelia.
"Ingat Sbastian, jangan bertingkah aneh-aneh. Jika ada yang tersenyum maka kamu harus balas tersenyum, jika ada yang menyapa kamu harus balas menyapa. Oke!"
"Siap!" jawab Sbastian singkat.
Mereka lalu berjalan memasuki hotel tempat acara itu berlangsung.
"Mami antusias banget ya ke acara ini, kayaknya pak Alex itu orang penting banget, ya? Sampai-sampai kamu aja pakai acara diajarin cara bersikap gitu, kayak anak-anak," ujar Camelia sambil tertawa.
"Bukan begitu, sebenarnya Pak Alex ini anak buahnya papi. Mami ngomong begitu karena aku gak pernah datang ke acara-acara seperti ini. Aku gak begitu suka keramaian."
"Ooh begitu. Terus kenapa sekarang kamu mau datang, padahal kamu gak suka keramaian?"
"Karena kamu datang!" jawab Sbastian, sambil menatap lurus ke mata Camelia. Camelia membuang muka, ia takut akan menjadi salah tingkah jika membalas tatapan dari Sbastian.
"Mel!"
"Hem!"
"Yang di danau tadi--"
"Sudahlah gak usah dibahas. Gak apa-apa kok, anggap aja kita sama-sama khilaf," ujar Camelia dengan pipi yang semakin merona.
"Khilaf?" Sbastian menaikan sebelah alisnya, merasa kurang setuju dengan pernyataan Camelia.
"Iya, khilaf. Ciuman itu sungguh tidak berarti apa-apa buatku. Kita hanya terlalu terbawa suasana, gak usah terlalu di pikirkan," ucap Camelia berbohong, padahal ciuman itu adalah ciuman pertamanya dan dia merasa sangat beruntung ciuman pertamanya dilakukan dengan pria yang sangat tampan seperti Sbastian.
"Jadi Ciuman itu gak berarti apa-apa, ya, buatmu?" tanya Sbastian dengan wajah masam. Camelia merasa nada suara Sbastian berubah kesal, tapi ia tidak mengatakan apapun lagi.
"Hei Nyonya Handoko, selamat datang. Wah tumben anak Anda yang sangat tampan berkenan untuk hadir." Seorang wanita yang berpakaian sangat mencolok datang menghampiri mereka, begitu mereka tiba di pintu masuk.
"Selamat, ya, Jeng Mano. Maaf suami saya gak bisa hadir, ada urusan pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Iya gak apa-apa, Jeng, yang penting Jeng Ani hadir. Oh, iya, siapa dia?" tanya wanita itu yang di sapa dengan sebutan Jeng Mano sambil menatap Camelia dengan tatapan penasaran.
"Oh, dia calon menantu saya, namanya Camelia. Sini, Sayang, kenalan dulu sama Jeng Mano."
Camelia maju dan berjabat tangan dengan wanita itu.
"Bukankah tunangan Sbastian adalah Isabel?" tanya wanita itu bingung.
"Sbastian dan Isabel sepakat untuk mengakhiri hubungan mereka, karena tidak adanya kecocokan," jawab Nyonya Handoko singkat.
Sang pemilik acara hanya mengangguk lalu mempersilakan mereka untuk menyantap hidangan yang tersaji.
Camelia kemudian saja sudah berkenalan dengan Jeng Mira, Jeng Nisa, Jeng Mariska, Jeng Salsa dan masih banyak Jeng lainnya, yang semuanya menyambut Camelia dengan hangat. Sepertinya mereka semua adalah konglomerat yang ramah, karena mereka semua menyambut Camelia dengan tangan terbuka, bahkan tidak ada satupun dari mereka yang menanyakan asal-usulnya.
Karena merasa lelah, Camelia menghampiri Sbastian kemudian duduk di sampingnya.
"Aku memperhatikan beberapa pria dari tadi memperhatikanmu!" ucap Sbastian datar, begitu Camelia telah duduk di sampingnya.
"Oh, ya! Bagus dong, katakan yang mana orangnya. Siapa tau kami berjodoh," ujar Camelia santai sambil menyeruput minumannya.
"Jangan macam-macam, kamu itu tunanganku."
"Tunangan pura-pura." Camelia menambahkan.
"Bagaimana kalau kita benar-benar bertunangan ?" tanya Sbastian serius, yang disambut dengan tawa oleh Camelia. Camelia ingin menjawab, tetapi kemudian ia melihat sosok yang tidak asing baginya. Sosok itu adalah Isabel, ia bersama dengan seorang wanita paruh baya yang terlihat angkuh. Wanita itu pasti ibunya, karena wajah mereka mirip sekali.
Isabel menatapnya dan Sbastian dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Camelia menunduk, ia merasa sangat tidak nyaman menerima tatapan seperti itu.
"Hei, Jeng Martha, apa kabar?" Nyonya Handoko menyapa wanita itu sambil hendak memeluknya, tapi wanita itu malah mendorongnya. Camelia bergerak dengan sigap, ia berlari dan menangkap tubuh Nyonya handoko tepat sebelum tubuhnya jatuh menyentuh lantai.
"Mami gak apa-apa?" tanya Camelia, terlihat khawatir.
"Apa dia orangnya Isabel?" tanya martha kepada putrinya dengan suara nyaring, membuat orang-orang di sekitar mereka langsung memandangi mereka, terutama Camelia.
Dari jauh, Camelia melihat Sbastian berdiri hendak menghampiri mereka, tapi kemudian nyonya Handoko menggelengkan kepala ke arahnya dan Sbastian kembali ke tempatnya.
"Apa yang Jeng Martha maksud?" tanya nyonya Handoko.
"Semua yang hadir di sini pasti tahu kalau anak saya satu-satunya, Isabel adalah tunangan Sbastian Selama dua tahun ini. Anak saya sangat setia, sudah dua tahun ini Isabel mendampingi Sbastian, tetapi kemudian Sbastian pergi ke Kalimantan untuk perjalanan bisnis dan di sanalah dia tergoda, atau lebih tepatnya digoda oleh wanita murahan ini. Mereka sudah tidur bersama, itulah sebabnya Tian memutuskan pertunangannya dengan Isabel. Mungkin karena wanita murahan ini sedang hamil." Martha bicara dengan suara nyaring yang dibuat-buat, seolah sengaja agar semua yang hadir di tempat itu mendengar semua yang ia katakan.
"Jeng Martha, apa yang Anda katakan, jangan asal bicara. Bukan seperti itu kejadiannya. Camelia--"
"Sudahlah jeng Ani, jangan di tutup-tutupi kesalahan Tian. Walaupun sebenarnya semua yang terjadi ini bukan kesalahannya seutuhnya. Wanita mana yang tidak tergiur dengan sosok Tian. Tampan dan pewaris tunggal dari Handoko Group. Apalagi gadis yatim piatu seperti dia yang berasal dari kalangan kelas bawah, pasti dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk menggoda Sbastian. Benar begitu, 'kan?" Martha menatap tajam ke arah Camelia.
Camelia menundukkan wajahnya, tadi ia baik-baik saja, bahkan saat ia disebut dengan sebutan wanita murahan, tapi saat wanita itu mengatakan bahwa Ia yatim piatu, entah kenapa hatinya merasa sedih. Bagaimana wanita itu tahu kalau ia adalah seorang yatim piatu. Apakah wanita itu dan anaknya sudah mencari tahu tentang asal-usulnya? Jika memang begitu, apakah adik-adiknya di panti juga berada dalam bahaya. Ia lalu teringat pada ucapan Isabel yang mengancam akan menghancurkan hidupnya tanpa ampun.
Camelia tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis dan berusaha menyembunyikan tangisnya, sementara itu ia mendengar Ibu Sbastian berdebat dengan Ibu Isabel dan orang-orang di sekitar mereka mulai kasak-kusuk, bahkan tidak segan menunjuk-nunjuk Camelia.
Kemudian ada tangan yang merangkulnya, hangat dan menenangkan. Tangan itu adalah tangan Sbastian. Camelia mendongak menatap sosok tampan itu. Sbastian balas menatapnya dan menghapus bulir bening di pipi Camlia dengan lembut lalu mengecup kening gadis itu.
"Mari kita pulang," ujarnya pelan, Camelia hanya mengangguk dan membiarkan Sbastian merangkulnya lalu menuntunnya untuk keluar dari kekacauan yang dibuat oleh Martha.
"Hei, perempuan murahan! Dasar tidak tahu malu. Bisa bisanya kamu merebut tunangan anak saya, hah! Kamu pakai guna-guna, ya?" Ibu isabel terlihat murka sekali melihat perlakuan lembut Sbastian kepada Camelia. "Kalian semua lihat 'kan, Tian bukan sosok yang seperti itu, dia sangat kaku dan cuek, tapi lihat sekarang! Dia bersikap lembut kepada perempuan itu bahkan di hadapan orang banyak. Sungguh tidak masuk akal, Isabel saja tidak pernah diperlakukan seperti itu!" teriaknya.
Sbastian berbalik, masih dengan merangkul pundak Camelia, ia menghampiri Isabel dan ibunya. Isabel tertawa sinis melihat Camelia menangis.
"Maaf, Tante Mano, acara Anda jadi terganggu gara-gara saya. Saya mohon maaf dan saya akan pertimbangkan proposal yang om Alex ajukan beberapa bulan yang lalu, saya akan tinjau ulang dan akan berinvestasi di perusahaan yang di kelola om Alex, anggap saja itu sebagai kado ulang tahun pernikahan kalian sekaligus permintaan maaf dari saya," ujar Sbastian sambil menundukan kepala.
"Iya, iya gak apa-apa, Tian, gak apa-apa beneran," ucap Jeng Mano dengan tatapan tak percaya.
"Dan untuk Tante Martha, saya koreksi sedikit perkataan anda. Pertama, Camelia bukan wanita murahan. Kedua, Camelia tidak pernah sekalipun menggoda saya, sayalah yang jatuh cinta kepadanya. Ketiga, Camelia tidak pernah tidur dengan saya dan dia sedang tidak hamil, tapi saya pastikan setelah menikah dia akan segera memberi saya bayi yang lucu. Keempat, Camelia bukan dari kalangan kelas bawah, dia memang berasal dari panti asuhan, tapi jelas sekali sikapnya jauh melebihi wanita kelas atas seperti putri anda. Kelima, Camelia tidak pernah melakukan guna-guna kepada saya, kalaupun misalnya ia mengguna-gunai saya, maka saya akan sangat bersyukur sudah di guna-guna oleh wanita cantik dan anggun seperti dia. Lalu satu lagi tante, katakan pada Om Surya bahwa saya akan menghentikan segala bentuk dukungan saya di perusahaan yang Om Surya kelola, anggap saja itu sebagai hadiah untuk Om Surya karena tidak bisa mendidik istri dan anaknya dengan baik. Terima Kasih!" ucapnya panjang lebar, lalu berbalik pergi sambil merangkul Camelia yang masih terisak di pelukannya.
Saat mereka melewati kerumunan orang-orang menuju pintu keluar, terdengar celoteh dari wanita-wanita di sana,
"Oh, ya, Tuhan dia so sweet banget."
"Astaga, laki laki sempurna, seandainya aku yang jadi tunangannya."
"Dia memang cool, dari dulu dia paling ganteng di sekolah, aku teman satu kelasnya."
"Keren, seandainya dia jodohku."
"Perempuan itu beruntung sekali, siapa namanya tadi? Oh ya Camelia."
Masih banyak lagi bisik-bisik yang terdengar di sekitar mereka, tetapi Sbastian tidak memedulikannya. Ia hanya fokus dengan Camelia seorang.
"Sudah aku bilang jangan terlalu cantik. Lihat 'kan, ibu Isabel saja sampai cemburu melihatmu. Jangan dengarkan kata-katanya," ucap Sbastian, masih terus merangkul Camelia.
"Benar, terlalu cantik ternyata merepotkan," ujar Camelia berusaha tertawa.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Dzakiah Azzura Rahnah
lanjuuut
2020-11-29
0
Humara
like❤
(Al Garryl) up mampir yuk
2020-11-08
1
~Nessa
Hadir
jangan lupa selalu mampir di karyaku ya!
makasih.
2020-11-08
1