Sbastian sibuk berpikir, ia tidak menyangka bahwa rencananya bisa gagal seperti ini. Siapa sangka ayahnya akan langsung memintanya menikahi Camelia.
Camelia sesekali terdengar terisak, Sbastian menoleh kepadanya. "Kenapa?" ia bertanya lembut sambil mendekat pada Camelia. "Kamu masih memikirkan perkataan Isabel tadi? Tenanglah, dia gak mungkin bersungguh-sungguh."
"Kalau beneran gimana?" tanya Camelia. "Kamu tahu 'kan, kehidupanku cuma seputar panti dan kampus. Kalau dia berniat menghancurkan hidupku, maka sama saja dengan menghancurkan hidup adik-adikku."
Sbastian memegang pundaknya lalu mendekap Camelia dalam pelukannya. "Tenang saja, ada aku," ujarnya berusaha menenangkan Camelia.
Camelia mendorong tubuh Sbastian menjauh. "Sudahlah. Nggak ada siapa-siapa di sini, kita gak perlu berpura-pura."
"Pura pura?" ujar Sbastian bingung.
"Iya pura pura. Bukankah kamu baik sama aku karena pura-pura?!" ujar Camelia sambil mengelap pipinya yang basah karena air mata. "Ngomong-ngomong dimana ibumu?" Tanya Camelia.
"Mami pasti sedang di bawah sana." Sbastian menunjuk ke arah danau.
"Aku gak lihat siapapun di sana."
"Pasti di sana, gak mungkin enggak. Yuk turun, biar kukenalkan sama mami," ajak Sbastian sambil menawarkan tangannya pada Camelia.
Camelia menatap curiga pada Sbastian. "Kamu gak akan dorong aku, 'kan? aku gak bisa berenang," ujar Camelia polos.
Sbastian tertawa terbahak-bahak. "Engak! Astaga, lagian buat apa aku dorong kamu ke danau? Gak ada untungnya, yang ada malah mencemari danau itu."
Camelia mengerucutkan bibirnya, kemudian pergi meninggalkan Sbastian yang masih tertawa terbahak-bahak, ia bahkan tidak menghiraukan uluran tangan Sbastian.
Di tepian danau terasa sangat sejuk. Camelia menggulung rambutnya yang tertiup angin, kemudian berjalan menghampiri perahu kecil yang terdapat di pinggiran danau.
Danau itu sangat luas dan indah, Camelia berfikir berapa banyak uang yang keluarga ini keluarkan untuk membuat danau seluas ini, lengkap dengan dermaganya pula.
Saat sedang asyik menghitung dengan jari, tiba-tiba saja muncul sesosok wanita dari dalam danau, refleks Camelia berteriak karena terkejut, tetapi kemudian sosok itu berbicara kepadanya. "Hai kamu, cepat kemari. Bantu aku mengangkat ini!" seru wanita itu dari pinggir dermaga.
"Apa itu? Dan siapa kamu?" Camelia balas bertriak, belum berani mendekat ke arah wanita itu.
"Jangan banyak tanya, cepat kemari! Ini berat. Kalau sampai ikan ini lolos lagi ke dasar danau, maka aku gak akan sungkan-sungkan memintamu mengambilnya kembali!"
Mendapat ancaman seperti itu, Camelia langsung menghampiri wanita itu dan membantunya mengangkat ikan yang berukuran sangat besar ke atas dermaga. Ikan itu sangat besar dan masih dalam keadaan hidup. Dengan susah payah dan butuh tenaga yang besar, akhirnya Camelia berhasil menarik ikan itu naik ke atas dermaga.
"Sekarang bantu aku untuk naik," ujar wanita itu sambil mengulurkan tangannya. Camelia mengangguk dan membantu wanita itu. Namun, tubuh Camelia yang kurus tidak sebanding dengan tubuh wanita yang berada di dalam air tersebut, tubuh Camelia limbung dan tubuhnya terasa tertarik ke depan. Camelia merasa tubuhnya akan jatuh ke dalam air, ia memejamkan mata . Tetapi Sbastian tiba tepat pada waktunya, pria itumelingkarkan tangannya di pinggang Camelia dan menariknya, manahannya di sana agar Camelia tidak terjatuh.
Camelia membuka matanya. "Aku belum mati?" tanyanya sambil mengembuskan napas lega.
"Jelas belum, karena masih ada aku yang ganteng ini di pantulan matamu, jika di pantulan mata itu ada malaikat penjaga pintu neraka, maka bisa dipastikan kalau kamu sudah mati," jawab Sbastian asal.
Camelia mendorong tubuh Sbastian menjauh, lalu berbalik menghadap pada wanita yang dari tadi memandanginya dan Sbastian dari dalam air.
"Mami! Kenapa masih di diam di situ? apa mami gak kedinginan?" Sbastian mengulurkan tangannya pada wanita itu. Camelia menatap takjub, sang nyonya rumah yang di bayangkannya adalah sosok yang anggun, dengan wajah angkuh dan berwibawa. Sungguh di luar dugaan, yang ia temui justru wanita dengan tubuh tambun, dengan rambut pendek berantakanyang muncul dari dalam danau dengan jaring ikan yang berisi ikan besar di dalamnya.
Camelia mengerjap tidak percaya.
"Hei, Nak, kenapa menatapku seperti itu? Terima kasih, karena kamu sudah membantuku membawa ikan itu naik ke atas sini. Hei, mana ikan tadi?" tanyanya sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Terlihat Sbastian berusaha menyelamatkan ikan yang masih bergerak-gerak lincah itu dari dalam jaring, lalu melemparkannya kembali ke dalam danau.
"Sbastiaan!" Seru wanita itu sambil menghampiri putra satu-satunya lalu menjewer telinganya. "Kamu ini selalu saja seperti itu! Anak nakal, mami sudah susah payah menangkap ikan itu. Kenapa kamu kembalikan ke danau, hah!"
"Aw, Mami, lepas!" ujar Sbastian sambil meringis, Camelia hanya tertawa melihat kelakuan ibu dari si pria macho tersebut.
"Hei, Sayang, naiklah. Ganti pakaianmu, apa kamu tidak kedinginan!" Handoko berteriak dari balkon lantai atas rumah mereka.
"Baiklah, baiklah." Ibu Sbastian menyahut sambil berjalan menuju rumah mereka. "Kalian gak ikut naik?" tanyanya pada Sbastian dan Camelia. Camelia berjalan hendak menyusul wanita itu, tapi Sbastian dengan sigap menangkap pergelangan tangannya. "Mami duluan aja, kita masih mau di sini," Lalu menarik Camelia mendekat ke arahnya.
"Heem ya, ya, mami ngerti, kalian mau romantis-romantisan ya. Hahaha, sebentar lagi matahari terbenam, pemandangan bisa jadi lebih indah. Jangan lupa adegan ciumannya, ya, Tian, seperti yang pernah mami ajarkan!" ujar wanita itu sambil tertawa terbahak-bahak lalu pergi meninggalkan mereka.
Camelia tertawa melihat kelakuan wanita itu.
"Dia bukan mamimu, 'kan?"
"Dia mamiku!"
"Masa, sih?" Camelia sangsi. "Kamu gak mirip dengan papi ataupun mamimu. Kamu pasti anak pungut," ujar Camelia santai.
"Heeem kesimpulan yang bagus, mungkin aku ini anak dari Bill Gates." Sbastian menjawab asal. Camelia tertawa mendengar ucapan Sbastian.
Mereka berjalan menyusuri tepian danau sambil saling berbincang. "Kedua orang tuamu terlihat santai kamu putus dengan Isabel, terutama papimu. Padahal kalian sudah dua tahun bertunangan."
"Ya. Sebenarnya papi dan mami gak begitu suka dengan Isa."
"Kalau gak suka kenapa sampai tunangan?"
"Itu permintaan dari ayah Isa, ayah Isa dan papiku bersahabat. Papi merasa gak enak kalau harus menolak perjodohan ini, jadilah akhirnya kami tunangan, dengan syarat pernikahan hanya akan terjadi kalau aku sudah siap."
"Dan selama dua tahun kamu belum juga siap?"
"Ya begitulah. Papi dan mami ngasih aku waktu untuk mendapatkan calon istri secepatnya, sebelum ayah Isa mendesak agar kami segera menikah."
"Jahat banget, kalian sekongkol!" Camelia mendelik pada Sbastian.
Sbastian hanya tertawa. "Tidak juga. Sebenarnya pernikahan itu mungkin saja bisa terjadi, kalau Isabel bersikap baik, tapi kamu lihat sendiri 'kan, dia sangat pemarah. Mana bisa aku menikah dengan perempuan seperti itu."
"Tapi kenapa kamu panik banget waktu Isabel marah, sampai-sampai kamu bawa aku ke Jakarta cuma buat jelasin ke dia tentang kesalahpahaman itu?"
"Oooh itu. Isabel itu berlebihan, takutnya dia ngadu yang enggak-enggak ke orang tuanya dan itu akan mencoreng nama baik keluargaku." Sbastian menjelaskan.
"Ooh begitu. Jadi sekarang kamu senang udah putus sama dia?"
"Senang banget. Berkat kamu." Sbastian tersenyum ramah kepada Camelia, membuat jantung Camelia bergetar hebat.
Camelia berbalik, hendak pergi menjauh dari Sbastian, dia tidak tahan menatap senyum itu. Rasanya ingin Ia melemparkan tubuhnya ke arah Sbastian dan memeluknya erat. Sbastian memang sangat tampan, menatapnya membuat suhu tubuh Camelia memanas dan tentu saja ia seperti akan kehilangan akal sehat. Maka sebelum akal sehatnya menghilang, ia berbalik memunggungi Sbastian. Namun, kemudian terasa punggungnya menghangat. Sbastian memeluknya dari belakang.
Camelia terkejut. "Apa apaan ini, lepasin. Jangan cari kesempatan, ya."
"Shut, diamlah beberapa menit. Ada yang memperhatikan kita."
"Siapa?" tanya Camelia.
"Papi."
"Huft okelah, jadi kita berakting lagi, nih?" tanya Camelia.
"Iya, nanti aku beliin mie instan yang banyak buat kamu," ujar Sbastian sambil mengeratkan pelukannya.
Mereka berpelukan erat di tepian danau, sambil menatap matahari yang turun perlahan dengan anggun.
Camelia tersenyum. "Seandainya ini sungguhan."
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Nunu Adelia93
d sogok SMA mi instan 🤪🤪🤪
2021-05-20
0
Naifa Azahra
bucin ni
2021-01-06
0
Lux Pras
📌 Aku mampir bawa Like👍👍juga Rate 🌟🌟🌟🌟🌟 dan sudahah aku LoveList ❤️❤ karyamu.
📌 Yuk saling dukung. Salam dari:
🐯 Mulutmu Harimaumu 🐯™
2020-11-02
1