Camelia tersedak, ia sama sekali tak menyangka kalau Sbastian benar benar mendengarkan sarannya. Padahal ia hanya asal bicara, tapi lagi-lagi mulutnya yang tidak bisa di jaga ini membuahkan sebuah masalah. Ia memukul kepalanya, sambil meringis dalam hati. "Jika masalah yang sebelumnya saja membuatku harus pergi ke Jakarta, aku yakin masalah yang baru ini akan membuatku harus pergi ke neraka!" batinnya. Sebenarnya itu tidak berlebihan, dengan melihat ekspresi wajah Isabel saja sudah bisa ditebak bahwa masalah kali ini sangat serius.
Isabel berlari mengejar Sbastian yang sudah berada di dalam kamar dan menutup pintunya, membuat Isabel maupun Camelia tidak bisa menyusulnya.
Tok, tok, tok!
"Tiaaan buka pintunya! Kamu gak boleh kayak gini, kamu gak boleh Tian. Kita ini sudah dijodohkan, lagi pula selama hidupku belum pernah ada satupun laki-laki yang berani mutusin aku. Kalau kamu mau pisah, gak gini caranya. Kamu sama aja merendahkan aku Sbastian!!" pekik Isabel, lalu melanjutkan, "Kamu gak boleh mutusin aku cuma gara-gara perempuan jelek yang mirip bekantan ini!" ujarnya asal sambil mendelik ke arah Camelia.
"Yaelah, kalau aku bekantan terus dia apaan?" desis Camelia tidak terima.
"Hai, kamu orang utan dari Kalimantan," teriak Isabel sambil menunjuk Camelia. "Cepat kemari, bantuin aku ngedobrak pintu ini!"
"Hah! Ngedobrak! Enggak ah, kurang kerjaan banget. Mending kamu pulang deh sana, ntar juga kalau udah nggak ngambek itu si tuan bucin pasti dia nyamperin kamu. Udah sana pulang hush, hush!" Camelia menarik tangan Isabel dan mengantarkannya ke depan pintu.
Isabel menepis tangan Camelia, "Iih lepasin, jijik tau gak! Pokoknya ingat ya, kalau sampai Sbastian beneran ninggalin aku, aku nggak akan lepasin kamu sampai kapanpun. Ingat itu!" ujarnya, kemudian melangkah pergi dengan tergesa-gesa.
Camelia menutup pintu sambil menghela napas lega, "Huft!Akhirnya pergi juga tuh nenek sihir! Kalau enggak, entah apalagi panggilan sayang darinya buat aku."
Camelia kemudian melangkah menuju ke kamar Sbastian lalu mengetuknya berkali-kali kali, tapi tidak ada jawaban.
"Hai, Tuan Bucin, kenapa sih nggak mau buka pintunya? Kamu nggak lagi nangis 'kan di dalam? Aku tau pasti kamu terpukul banget, laki-laki macho kayak kamu harus menerima tamparan dari perempuan. Harga dirimu pasti terluka banget, iya, 'kan? Jadi ya nggak heran kalau kamu sekarang lagi mewek di pojokan kamar," ujar Camelia, berpura pura ikut prihatin, padahal sedari tadi ia berusaha menahan tawanya.
"Menangislah, kalau menangis dapat meringankan bebanmu. Aku janji nggak akan bilang sama siapa-siapa kalau kamu nangis gara-gara ditampar Isabel," ujarnya lagi sambil terkikik.
Saat sedang tertawa sendiri tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Camelia yang daritadi menyandarkan tubuhnya di daun pintu tentu saja langsung terjatuh tanpa ampun.
"Aw! Kasih kode dong kalau mau buka pintu!" Camelia berujar kesal sambil meringis kesakitan.
"Mana Isabel?" tanya Sbastian pelan.
"Sudah pulang! Sekarang cepat bantu aku berdiri." Camelia mengulurkan tangannya pada Sbastian. Sbastian menariknya dengan kasar dan cepat, lalu melepaskannya begitu saja. Membuat tubuh Camelia membentur bingkai pintu.
"Aw! Keterlaluan! Gini banget nasibku," keluhnya, kembali meringis kesakitan, karena kepalanya terbentur bingkai pintu.
"Sekarang cepat siap-siap! Kita belanja."
"Belanja? Mau belanja apaan? Aku ke sini cuma bawa duit dua ratus ribu. Itu pun udah kusiapkan buat beli kerak telor nanti! " jawab Camelia enteng.
"Aku yang bayar belanjaanmu kali ini."
"Memangnya mau belanja apaan?"
"Baju, sepatu, tas dan lainnya."
"Buat apa beli barang-barang begitu?" tanya Camelia bingung.
"kenapa harus banyak tanya sih? Nggak bisa apa langsung siap-siap kayak yang aku minta."
"Nggak bisa, Tuan, karena aku bukan siapa-siapanya kamu. Tugasku di sini pun sudah selesai, nggak bisa dong kamu perintah aku seenak jidatmu itu!" omel Camelia.
"Kalau begitu mulai hari ini akan kubuat kamu menjadi 'siapa-siapanya aku'!"
"Maksudnya?"
"Kamu Camelia, mulai sekarang berstatus sebagai tunanganku. Cepat siap-siap, kamu harus belanja. Besok kita berdua temui mami dan papi ku!"
"Eeh , eeh, tunggu dulu. Memangnya kamu siapa? Seenaknya jadiin aku sebagai tunangan. Aku nggak mau TITIK!"
"Ini bukan masalah mau nggak mau, Camel, tapi masalah tanggung jawab. Kamu yang ngasih saran ke aku buat putusin Isabel, maka kamu harus bertanggung jawab untuk menempati posisinya saat ini."
"I-iyaa aku yang kasih saran, tapi 'kan aku cuma bercanda. Kamu yang memutuskan sendiri. Kenapa jadi aku harus bertanggung jawab?"
Sbastian menjentikkan jarinya, "Nah itu dia, kamu ngasih saran di saat aku sedang emosi, pikiranku sedang tidak jernih. Di situlah salahmu, harusnya kamu menasehatiku dengan baik, tapi enggak 'kan, kamu malah ngasih saran yang buruk."
"Iya, tapi kan--"
"Ah sudah, aku nggak mau dengar. Sekarang cepat siap-siap. Aku nunggu di lobi." Setelah mengatakan itu, Sbastian lalu pergi dari hadapan Camelia.
Camelia menatap kosong, kakinya terasa lemas. "Ah sial, sial sial, aku terjebak!"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Naifa Azahra
hdir
2021-01-06
0
Dzakiah Azzura Rahnah
ceritanya tmbah asiik semangat author
2020-11-28
0
you_are_nana1485
hdr lg
2020-11-04
0