Mobil mewah itu berhenti tepat di depannya. Camelia mendongak, sang pemilik mobil turun dari kendaraan mewahnya dan datang menghampirinya.
"Masuklah!" Ucapnya, sambil mengedikan kepala. "Ini sudah malam!"
Camelia menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku sedang menunggu seseorang."
Tian menaikan sebelah alisnya, "Tapi ini sudah hampir jam dua belas malam. Mungkin orang yang kamu tunggu gak akan datang."
"Dia pasti datang," ucap Camelia ngotot.
"Baiklah kalau kamu menolak. Aku cuma tidak ingin kamu kenapa-kenapa!"
Wajah Camelia memerah, ia mengulum senyumnya. "Aah pasti sekarang wajahku memerah seperti tomat," pikirnya sambil tersenyum.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Tian, melihat lawan bicara di depannya senyum-senyum sendiri. Lalu menambahkan. "Jangan Ge-Er! Aku cuma gak mau kalau kamu nanti kenapa-kenapa dan akhirnya gak bisa bersaksi di depan Isabel," kata Tian mantap.
"Idiiiih siapa juga yang mikir macam-macam," jawabnya, kemudian menghampiri mobil Tian, membuka pintunya dan masuk ke dalam kendaraan mewah itu. "Duh stupid, stupid, stupid, kenapa juga pake acara ke Ge-Er an segala sih!" batinnya sambil memukul-mukul kepalanya.
Sbastian hanya menatap bingung, sebelum akhirnya menyusulnya ke dalam mobil. "Dasar perempuan aneh!" pikirnya.
Kendaraan mewah itu melaju tanpa hambatan menuju kediaman Camelia.
"Jadi kamu tinggal di panti?" tanya Sbastian, membuka percakapan.
Camelia mengangguk.
"Anak pemilik panti?"
Camelia menggeleng.
"Relawan? Pengasuh yang merawat anak-anak di sana?"
Camelia menggeleng lagi.
"Tukang masak? Tukang kebun? Atau tukan cuci, atau mungkin tukang--"
"Aku penghuni di sana sejak masih bayi!" ucapnya memotong kalimat tebak-tebakkan yang diucapkan Sbastian.
"Dan tidak ada yang mengadopsimu sampai kamu sebesar ini?" tanyanya acuh.
"Memang benar-benar tidak berperasaan, bisa bisanya ia bertanya seperti itu," pikir Camelia.
"Aku ini anak asuh kesayangan para pengasuh di sana, kalaupun ada yang datang ingin mengadopsiku, mereka pasti menola," ujar Camelia asa-asalan.
"Benarkah?"
"Yups, tentu saja benar!"
Sbastian mengangkat kedua pundaknya, sambil memberikan tatapan tak percaya kepada Camelia.
Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Sampai akhirnya tiba di tempat tujuan. Camelia barusaha membuka sabuk pengaman pada tubuhnya, tapi tidak bisa. Tangannya sibuk mengutak ngatik benda tersebut. "Ah, sial! Kenapa susah sekali," batinnya.
Sbastian hanya memperhatikan sambil berusaha menahan tawanya. Camelia meliriknya dengan wajah merah padam. Campuran antara malu dan marah.
"Butuh bantuan?" Tanya Tian, saat yang di tanya tidak menjawab, Sbastian mencondongkan tubuhnya ke arah Camelia, berusaha membuka sabuk pengaman yang sedari tadi dengan susah payah berusaha di lepaskan oleh Camelia.
Jantung Camelia berdebar, berada sedekat itu dengan Sbastian, membuat hatinya kegirangan. "Ya Tuhan, semoga debarannya tidak terdengar," batinnya.
"Masih gak mau turun?" Sbastian membuyarkan lamunannya.
"Oh, sudah ya?" tanyanya ling-lung, sambil melihat ke arah sabuk pengaman yang sudah terlepas. Kemudian melanjutkan, "Benda ini pasti rusak!" katanya, berusaha untuk membuang rasa malunya.
"Ini gak rusak!" jawab sbastian singkat.
"Kamu saja yang memang nggak bisa membukanya."
"Aku 'kan bukan seles mobil kayak kamu, jadi wajar dong kalau aku kesulitan!" ucapnya, kemudian keluar dari mobil mewah itu.
"Aku. Seles mobil?!" ucap Sbastian pada diri sendiri. Lalu keluar menyusul Camelia.
"Kenapa ikut turun?" tanya Camelia, saat melihat pria itu berjalan menyusulnya.
Sbastian terlihat bingung. "Oh iya kenapa aku ikut turun," batinnya.
"Cuma mau memastikan kamu masuk dengan selamat, yaaah siapa tahu kamu kabur, bisa-bisa aku akan dituduh menculikmu," ucap sbastian membela diri.
"Ya sudah pulang sana! Hush, Hush."
"Dasar tidak tahu terima kasih!" omel Sbastian, kemudian berbalik memasuki mobilnya, dan melesat pergi.
***
Tok, tok, tok!
Terdengar samar suara pintu diketuk. Camelia membuka matanya dengan paksa, ia masih sangat mengantuk. Semalaman ia tidak bisa tidur karena sibuk mencari ponselnya yanglup dari saku jaketnya. Pasti terjatuh, tapi , entah di mana jatuhnya.
Camelia berjalan limbung dan membuka pintu kamarnya. Ternyata Bu Lastri yang mengetuk.
"Ada apa, Bu?"
"Ada yang datang mencarimu, Nduk. Cepat cuci mukamu terus bedakkan sedikit, pakai liptin sedikit, biar gak terlalu jelek begitu," ucap Bu Lastri sambil mesam-mesem. Kemudian pergi dari hadapannya sambil meneriakan, "Buruan, ya, Nduk!"
Camelia garuk-garuk kepala, dan bertanya-tanya. Siapa gerangan yang datang mencarinya. "Kok Bu Lastri girang banget, sampai-sampai aku disuruh dandan dulu. Apa jangan-jangan ada yang datang mau mengadopsiku? Aku sudah setua ini, gak mungkin ada yang mau mengadopsi!"
Tak butuh waktu lama bagi Camelia untuk membuat wajah bantalnya menjadi cantik bak Cinderela, karena dia memang sudah memiliki wajah yang cantik.
Ia bergegas ke ruang tamu, tapi tidak ada siapapun di sana. Kemudian dirinya berjalan ke teras, tidak ada siapa-siapa juga. Malahan terkesan terlalu sepi. Tidak ada seorang pun di sana.
Sayup-sayup terdengar suara dari halaman belakang, ia menuju ke sana. Lalu matanya terpaku pada satu sosok, sosok tinggi dan tampan yang sejak beberapa hari ini selalu membuat jantungnya berdebar.
Pagi ini pun jantungnya dibuat berdebar dengan kehadiran sosok tampan itu, sosok itu terlihat mempesona dengan menggunakan kemeja Overshirt berwarna putih. Tampilannya lebih santai, tidak kaku seperti pertama kali ia melihatnya. Sosok itu sedang asyik bermain dengan beberapa anak panti. Camelia sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya.
"Ganteng, ya!" seru sebuah suara.
"Iya," jawabnya.
"Kayak malaikat."
"Bener banget," jawabnya lagi, tapi sejurus kemudian ia tersadar dari lamunannya dan menoleh untuk melihat dengan siapa ia bicara.
"Idiiih, Mba Siska. Kayak udah pernah lihat wujud malaikat aja," serunya sambil memukul pundak wanita di sampingnya.
"Udah dong! Di drama korea, malaikat gantengnya kayak dia itu, Mel!" Seru siska sambil menunjuk Sbastian.
"Hust aah, Mba, jangan tunjuk-tunjuk," seru Camelia, saat menyadari Sbastian memerhatikan mereka.
Sbastian berjalan menghampiri mereka, sambil tersenyum sesekali saat anak-anak kecil di panti menyapanya. "Ya Tuhan, sungguh indah ciptaan Mu," batin Camelia.
"Terjatuh," ucap Sbastian singkat, sambil menyodorkan ponsel milik Camelia.
"Oooh syukurlah, aku cariin semalaman. Kupikir sudah hilang. Trims!" Serunya sambil menciumi ponselnya.
"Harus, ya, berlebihan begitu. Itu cuma Hp!"
"Ini Hp bersejarah tahu, belinya aja harus nabung berbulan-bulan," sahut Camelia.
"Mel, kamu semalam pergi sama dia? Pantesan kamu pulang kemalaman. Heem nakal, ya, nakaaal," bisik Siska di sebelahnya.
"Huust, apaan sih, Mba. Aku cuma diantar pulang sama dia. Siapa juga yang mau pergi sama cowok jutek kayak dia. Idiiiih amit-amit, Mba!" Camelia balas berbisik.
"Aku bisa dengar!" Seru Tian.
Camelia dan Siska hanya nyengir kuda.
"Ya udah gih, pulang sana, 'kan hpnya udah sama aku nih."
"Eeh Amel, gak boleh gitu sama tamu. Jarang-jarang loh ada teman kamu yang main ke sini. Kok langsung disuruh pulang." Bu Lastri tiba-tiba muncul dari dalam rumah, membawakan senampan camilan.
"Duduk dulu, Nak tampan, ini udah ibu buatin pisang goreng."
"Tian, Bu, namanya Tian. Bukan tampan!" sahut Camelia.
"Iya ibu tahu kok, Mel, tadi di depan udah kenalan. Tapi gak apa-apa toh kalau ibu panggilnya Nak tampan."
"Sesuka ibu saja," jawab Sbstian sambil tersenyum.
Mereka pun duduk lesehan di halaman belakang panti. Cuaca hari ini memang pas untuk bersantai. Apalagi hari ini Camelia tidak ada mata kuliah. Rasanya cuaca Mendukung sekali untuk merasakan sensasi rekresi, walaupun cuma di halaman belakang rumah.
"Nak tampan sudah lama kenal dengan Amel," tanya Bu Lastri.
"Barusan, Bu!" Amel yang menjawab.
"Teman kampus, ya, Nak?"
"Enggak, Bu, Amel bakal berhenti kuliah kalau punya teman kayak dia." Lagi, Camelia yang menjawab pertanyaan Bu Lastri. Bu Lastri melirik Camelia dengan kesal, begitu juga dengan Sbastian. Ia memberikan tatapan tajam pada gadis itu.
"Nak Tampan kerja kalau begitu, ya. Kerja di mana, Nak?"
"Seles mobil, Bu!" Camelia menjawab malas-malasan.
"Duh amel, ibu itu tanyanya sama Nak tampan. Kok ya kamu terus yang sahutin!" seru Bu Lastri.
"Buu, Ibuuu, ada yang nyariin tuh!" teriak Siska dari pintu belakang.
"Siapa, Sis?"
"Gak tahu, Bu, buruan," jawab Siska
Bu Lastri pun bangkit dari duduknya. "Ibu tinggal dulu ya, Nak tampan, ada tamu. Santai saja, Nak, sambil diminum tehnya," kata bu Lastri ramah, lalu melanjutkan, "Amel, jangan judes-judes." kemudian ia pergi sambil mengomel, "Makanya gak pernah punya pacar, wong judes banget begitu!"
"Apa!!" seru Camelia saat melihat Sbastian terus memandanginya dengan dahi berkerut.
"Reaksimu berlebihan. Harusnya kamu santai saja saat aku ngobrol dengan Ibu tadi."
"Gak ada kata santai kalau sudah berurusan sama Bu Lastri dan ibu-ibu lainnya di sini. Karena mereka sedang dalam misi mencarikan aku jodoh. Kalau aku beramah tamah sama kamu, bisa dipastikan kamu bakalan jadi target selanjutnya. Kamu pasti gak mau 'kan?"
"Gak mau banget!" seru Sbastian dengan suara lantang sambil mengedikan bahu.
"Yaelaaah segitu gak maunya! Aku juga ogah."
"Oh iya ada perubahan rencana!" ucap Sbastian. "Kita berangkat besok."
"Haaah, besok. Itu mendadak banget! Apa gak bisa diundur?"
"Gak bisa. Ini darurat!" ujarnya, kemudian bangkit berdiri bersiap hendak pergi. "Oke, siap-siap. Besok kita ke Jakarta!" Kemudian ia berlalu pergi, meninggalkan Camelia yang masih diam mematung.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Nelly Katanya
seegitu nya GK mau kah Bastian SMA Amel. kusumoahin Lo kena penyakit bucin
2022-11-29
0
Naifa Azahra
besok
2021-01-06
0
Dzakiah Azzura Rahnah
nixt
2020-11-28
0