"Jakarta! Mana mungkin aku ke sana, Jakarta itu jauh. Yang benar aja. Engaaak, aku gak mau!"
"Kamu ke sana bareng aku, cuma untuk menjelaskan ke Isabel saja, setelah itu kamu bisa kembali ke sini lagi," ujar Tian, santai.
"Sebucin itu kah kamu? Dasar, Tuan bucin."
"Bucin?" Sbastian terlihat kebingungan.
"Iya, bucin. Budak Cinta!"
"Aku! Aku bukan bucin, hanya saja--"
"Aaah sudahlah, sekali bucin tetap bucin!" sela Amel, tak acuh.
"Terserah apa katamu! Jadi sudah jelas ya, kamu akan ikut aku ke Jakarta dua minggu lagi. Setelah urusanku di sini selesai, aku akan langsung kembali ke Jakarta. Kamu! Mau tidak mau, suka tidak suka, harus ikut kesana."
"Iya, tapi bagaimana dengan kuliahku dan pekerjaan ku?"
"Kamu bisa minta izin 'kan! Lagi pula ini gak akan lama, aku juga gak mau menampung kamu lama-lama di sana."
Camelia hanya melirik Sbastian dengan sinis. Sebelum melanjutkan. "Masalah ongkos gimana. Kamu yang bayar 'kan?"
"Aku? Ooh tidak, tidak. Kamu bayar sendiri, kamu bisa mengumpulkan uang selama dua minggu."
"Whaat! Mana bisa begitu, aku ikut ke Jakarta bukan atas kemauanku, kamulah yang memaksaku, maka kamu yang harus mengurus segalanya. Mulai dari ongkos pesawat, taksi, penginapan dan konsumsi lainnya." Camelia berujar dengan penuh percaya diri.
Sbastian tertawa sinis. "Hai nyonya yang cerdas, pikiiiir! Kamu ke sana karena kamu harus menyelesaikan permasalahan yang kamu buat. Mana bisa kamu minta gratisan sama korbanmu!"
Camelia tertunduk menatap sepatunya. "Tapi aku gak punya uang sebanyak itu," ucapnya polos.
Sbastian merasa iba mendengar perkataan Amel, terdengar jujur sekali. Tidak ada kepura-puraan di dalamnya. "Baiklah kalau begitu, aku akan meminjamkanmu uang. Setelah uangmu cukup, kamu harus kembalikan padaku,"
"Sekarang berikan alamat lengkapmu, nomor hp, alamat kampus, dan alamat tempatmu bekerja!" ujar Sbastian sambil menyodorkan ponselnya ke Camelia. "Tulis saja di sini," tambahnya, menjawab kebingungan di wajah Camelia.
"Untuk apa semua itu? Alamat kampus, bahkan alamat tempat kubekerja."
"Hanya untuk jaga-jaga, memastikan agar kamu enggak kabur."
"Huft, segitunya!" Camelia menuliskan semua yang di minta Sbastian, lalu menyodorkan kembali ponselnya. Sbastian menerimanya sambil mengangguk.
"Sudah puas! Gak sekalian minta ukuran sepatuku?" cemoohnya. "Kalau sudah gak ada yang mau di bahas lagi, aku pergi sekarang," ucap Camelia.
"Oke silakan! Ingat ya, jangan coba-coba kabur!"
"Gak akan, Tuan bucin."
***
"Aduuh telat, telat, telat!" Pagi ini Camelia bangun kesiangan, karena semalaman ia tidak bisa tidur. Dirinya sibuk memandangi langit-langit kamar. Bukan sedang berkhayal yang macam-macam, Ia hanya tidak bisa tidur.
"Al ... Aaal!" teriaknya, saat memasuki ruang tamu. "Bu, Al udah berangkat belum?" Tanyanya pada bu Lastri yang sedang serius menyaksikan sinetron kesayangannya.
"Sudah, Mel," jawabnya singkat. "Nah! 'Kan, makanya jadi laki-laki itu jangan suka selingkuh, heem, tampar! Tampar saja. Yaa begitu, kuapoookmu kapan!" cercanya pada layar televisi di hadapannya. Camelia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Ya udah, Bu, kalau gitu Amel berangkat ke kampus dulu." Camelia menghampiri Bu Lastri sambil meminta tangan Bu Lastri untuk diciumnya.
"Gak sarapan dulu toh, Nduk."
"Gak usah, Bu, Amel udah telat. Ntar makan di kampus aja."
"Oh, yo wes, hati-hati di jalan. Belajar yang bener, ya." Bu Lastri mengusap kepala Amel.
"Sip, Bu. Oh iya, jangan kebanyakan ngomel sama TV, kasihan TV nya. Ntar konslet kalo ibu omelin terus." Ledeknya, sambil berlalu.
Pagi ini Camelia terlihat sangat cantik dengan rambut indah yang dibiarkan tergerai. Ia mengenakan sweater rajut berwarna soft pink, celana jeans, dan tidak lupa ia mengenakan topi model baseball cap favoritnya.
Ia melangkah dengan tergesa-gesa menuju halte terdekat. Ada sebuah mobil sedan mewah terparkir di sebrang jalan, ia melirik sekilas sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya.
Drrtt ....
Drrtt ....
"Halo!"
"Ya halo, di mana posisi?"
"Maaf, ini siapa?"
"Sbastian!"
"Oh, aku lagi otw kampus. Kenapa?"
"Oke!"
Tuut.
"Hah, apa-apaan itu. Dasar orang aneh! Dia pikir aku bakalan kabur. Tenang bang, adek gak akan meninggalkanmu!" ujarnya dramatis, sambil memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.
Sesampainya di kampus, ia di sambut dengan teriakan histeris dari sahabat tercintanya--Ola.
"Huwa Amel, syukurlah kamu masih hidup. Aku pikir kemarin adalah pertemuan terakhir kita!" teriak Ola, sambil memeluknya.
"Duh apaan sih Ola, berlebihan banget deh." Camelia berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Ola.
"Ya, habisnya kamu gak ada kabar dari kemarin sore, 'kan aku pikir terjadi sesuatu. Barangkali sebelum kamu sukses mendorong si tunangan dari atas jembatan, kamu di dorongnya terlebih dulu!"
"Ya, maaf. Kemarin hp ku law batt, makanya gak sempat buat kasih kabar ke kamu." Camelia terkekeh.
"Terus, terus ... gimana hasil pertemuan kemarin dengan si tunangan? Tampangnya gimana, Mel? Ganteng gak? Cool gak?"
"Ganteng sih, cool ... cool banget, tapi sayang sombong banget. Tampangnya sih oke, di kampus ini gak ada yang sekeren dia. Tapi sifatnya, hih amit-amit, aku di kasih cowok gratisan kayak dia juga gak bakalan mau, mending disumbangkan ke panti jompo."
Ola tertawa mendengar ucapan sahabatnya. "Jangan gitu, Mel, ngomongnya. Kalau memang dia ganteng ... awaaaas nanti jatuh cinta." Ola menyanyikan lirik lagu armada sambil menyikut lengan sahabatnya itu.
"Gak lah!" Camelia bergidik.
"Terus gimana. Dia ribut gak sama tunangannya? Dia maafin kamu gak?" Ola kembali mengajukan banyak pertanyaan kepada Camelia.
"He'em. Si nenek sihir nelepon dia dan ngomong kalau aku bilang dia lagi mandi. Aku dipaksa minta maaf ke tunangannya itu, dan ngejelasin kejadian sebenarnya. Dua minggu lagi aku berangkat ke Jakarta."
"What?! Jakarta, mau ngapain kamu ke sana?"
"Piknik! Ya mau ngapain lagi, mau nyamperin si nenek sihir itu terus minta maaf ke dia. Ternyata si Tian itu orang Jakarta, dia ke sini karena ada urusn bisnis, dua minggu lagi dia balik ke Jakarta dan aku wajib ikut."
"Hati-hati loh, Mel, jangan-jangan dia sindikat perdagangan manusia. Kok sampe segitunya harus ketemu langsung segala, 'kan bisa menjelaskan lewat hp. Hari gini gitu loh, 'kan bisa video call!" ujar Ola, dengan tatapan sok menyelidiknya yang dibuat-buat.
Camelia hanya mengedikan bahu, lalu terus berjalan menuju kelas. Hari ini tidak ada hal istimewa yang terjadi, hanya aktifitas seperti biasa. Masuk kelas, belajar, rehat, kemudian kembali masuk kelas lagi, belajar lagi, rehat lagi. Tanpa terasa matahari sore datang menyambut.
Camelia memasukan buku-bukunya sambil menebak-nebak dengan Ola, apa pekerjaan si pria sombong sok tampan itu. Mereka berspekulasi sesuka mereka sambil tertawa.
Hingga mereka sampai pada kesimpulan, bahwa si pria sok tampan itu adalah seorang sales mobil. Camelia dan Ola menarik kesimpulan karena pria itu memakai jas rapi, lengkap dengan dasi, pasti sales!
Mereka beriringan berjalan ke luar kampus menuju halte terdekat. Seperti biasa Camelia akan menunggu Al datang, sementara Ola akan ikut duduk manis di samping Amel, menanti kedatangan Alvian.
Lagi, ada sedan mewah itu lagi tepat di sebrang jalan. Apa hanya kebetulan, atau mungkin cuma mirip saja. Camelia hanya melirik sekilas ke mobil mewah itu sebelum akhirnya di kejutkan dengan pekikan Ola.
"Ooh God, pangeranku datang!"
Camelia menoleh, angkot Alvian terlihat dari kejauhan. Camelia melambai girang. "Aku balik, ya, La!" ujarnya saat angkot tersebut semakin dekat. "See you tomorrow sayang!" ucapnya lagi, sambil melambai pada Ola.
"Sampaikan salam cintaku pada babang Al, ya, Mel!" teriak Ola bersemangat, sambil melambaikan tangan. Camelia hanya mengangguk dan tersenyum.
"Tuh, dapat salam dari Ola," ujarnya pada Alvian, setelah ia duduk dengan nyaman di sampingnya.
"Waalaikumsallam." Alvian menjawab sambil nyengir.
"Hem dasar. Jangan jual mahal. Dia udah lama naksir kamu, Al."
"Lah terus?" Al mulai menjalankan angkotnya.
"Ya masa kamu gak berniat membalas cintanya gitu, 'kan Ola cantik, humoris, dan bonusnya dia anak orang kaya."
"Sudah ada yang aku taksir, Mel!" jawabnya santai.
"Hah, serius! Siapa, Al, siapa?" Camelia menjadi sangat antusias mendengar pengakuan dari Al, karena sejak kecil mereka tinggal bersama belum pernah sekalipun Al membicarakan tentang 'Naksir cewek' atau apalah yang berbau cinta-cintaan.
"Kamu, hahaha!"
"Ih dasar!" Camelia mencubit lengan Al, kemudian bersandar pada pinggiran jendela kendaraan tersebut. Dengan posisi seperti itu, ia dapat dengan jelas melihat kendaraan yang ada di belakangnya lewat kaca sepion. Sedan itu lagi, pikirnya.
Al mengantar Camelia ke tempat kerja, ia bekerja di salah satu mall terbesar di kota Balikpapan, E-walk.
"Trims, ya, Al, ntar jam sepuluh jemput, ya."
"Siap! Gak salaman sama abang dulu, dek, biar berkah. Sekalian latihan jadi calon istri abang gitu," gurau Al, sambil menaik-turunkan kedua alisnya.
"Ckckck, salah minum obat deh kayaknya kamu, Al." Cemelia berpura-pura iba sambil meletakan telapak tangannya di kening Alvian. Saat hendak menurunkan tangannya, Al menangkapnnya.
"Aku serius Mel!" Sekilas mata Alvian tetlihat sangat serius, membuat dada Camelia jadi berdebar. "Haha! Gitu aja gugup, aku bercanda kali. Udah sana buruan turun, ntar kamu telat." Alvian mengelus puncak kepala Camelia. "Buruan!" tambahnya, saat melihat Amel tak bergerak sedikit pun.
"Eh, iya." Camelia tersentak, lalu kemudian buru-buru turun dari angkot yang dikendarai Al. Ia berjalan menuju bangunan megah di hadapannya dengan perasaan yang masih bingung.
Waktu memang begitu cepat berlalu, rasanya baru saja ia mengganti pakaiannya dengan seragam kerja, sekarang ia harus mengganti seragamnya lagi dengan oakaian yang tadi siang ia kenakan. Waktunya pulang!
Camelia berdiri di tepian jalan sambil mendekap tubuhnya, malam ini terasa dingin sekali. Berulang kali ia menengok jam di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam tetapi Alvian belum juga menampakkan wujudnya.
Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, dan matanya melihat sedan itu lagi. Tidak salah lagi, itu sedan yang sama dengan yang di lihatnya di depan panti, di depan kampus, dan sekarang di sini. Tidak mungkin kebetulan!
Ada satu sosok yang sedang asyik berbicara melaluI ponselnya sambil bersandar pada badan mobil tersebut.
Postur tubuh itu tidak asing bagi Camelia. Ia mendekat perlahan, suara pria itu sayup-sayup terdengar olehnya. Suaranya pun tidak asing.
Ya benar, dia si pria sombong tu.
"Hola!" Sapa Camelia, membuat pria itu terkejut. "Kamu mengikutiku seharian ini?!"
"Tidak, untuk apa?" Sbastian berusaha berkilah, walaupun wajahnya terlihat sangat terkejut.
"Ya, mana aku tahu, tapi yang jelas kamu memang mengikutiku. Mobil jelekmu ini ada di mana-mana sejauh aku memandang. Ngaku aja deh, gak usah ngeles! Buat apa, hah?"
"Supaya kamu gak kabur. Aku harus memastikan, apakah semua alamat yang kamu tulis itu benar."
Camelia menghela napas dengan kasar. "Aku gak akan kabur, lagian aku mau kabur kemana coba! Tenang saja, jangan terlalu berlebihan."
"A-aku enggak berlebihan, sudah kubilang tadi kalau aku hanya memastikan saja. Aku akan pergi sekarang," ujarnya sambil masuk ke dalam mobil mewahnya tersebut dan segera melesat pergi.
"Dasar gak berperasaan, dia bahkan gak menawarkan tumpangan, padahal ini sudah malam dan aku sendirian di sini. Al mana sih," keluhnya.
Walaupun bosan menunggu tapi ada rasa bahagia di dalam hatinya, seharian ini dia di ikuti dan penguntitnya adalah pria tampan dan kaya. Seperti di drama korea saja, pikirnya.
Tidak lama kemudian terdengar suara ban mobil berdecit. Ia mendongak dan melihat mobil mewah itu berhenti tepat di depannya.
Si penguntit kembali!
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Lee Je hoon
cuma seles doag yg bisa pakai jas sama dasi 😂
2023-08-28
0
Naifa Azahra
penguntit
2021-01-06
0
Dzakiah Azzura Rahnah
bgus
2020-11-28
0