"Duuh! Stupid, stupid, stupid! Y, Tuhan, ada apa dengan mulutku. Kenapa belakangan ini suka nyeplos sembarangan. Huwaa, Ola, gimana ini? " Camelia histeris, kaget dan tentu saja panik. Ia melemparkan tatapan memohon kepada sahabatnya, barangkali Ola mempunyai solusi agar ia dapat memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya.
Ola mengangkat sebelah alisnya, terlihat iba tapi juga geli. Dengan usaha mati-matian Ia berusaha menahan tawa di hadapan Amel. Yaaa keterlaluan memang jika ia terang-terangan terlihat menikmati kecerobohan sahabatnya itu.
"Shuut jangan berisik! Noh, Pak Nono udah mulai ngelirik, ntar kita dikeluarkan dari kelas," ujar Ola.
"Ah, bodoh amat, lagian aku udah gak konsen ini. Dikeluarkan dari kelas lebih bagus, 'kan."
"Bagus buat kamu. Gak bagus buat aku! Lagian kamu kebanyakan nonton sinetron ya, kok bisa bisanya kamu bilang kalau si tunangan lagi mandi."
Camelia mengangguk lesu. "Iya. Di panti, ibu pengasuh suka banget nonton sinetron perselingkuhan, biasanya si perebut suami orang selalu bilang begitu untuk memperkeruh suasana. Maaf, ya, suami kamu lagi mandi, dan parahnya semalam aku ikutan nonton, dan gak tau kenapa tiba-tiba aja ingat adegan sinetron semalam." Camelia kembali memukuli kepalanya.
"Seriusan Mel kamu nonton sinetron begitu? Terus sekarang kamu terinspirasi gitu buat ngerusak hubungan orang?"
"Ih jangan gitu kali bahasanya, La. Kamu 'kan dengar sendiri tadi, itu perempuan ngatain aku yang enggak-enggak. Dia gak ngasih aku kesempatan buat jelasin. Gimana aku gak gemes coba. Aku 'kan gak tahu apa-apa."
"iya juga sih. Kalau aku jadi kamu, bukan cuma lagi mandi si tunangan ... siapa tadi namanya?"
"Tian."
"Iya itu," ujar Ola sambil menjentikkan jarinya. "Aku bakal bilang, tunangan kamu lagi ngorok nih, kasihan mau dibangunin. Padahal dia gak pakai baju, takutnya ntar masuk angin, tapi gak tega ah mau banguninnya. Lelap banget tidurnya, capek banget kayaknya Tian, ntar aja ya telfon lagi, byee! Hahaha."
Camelia memiringkan bibirnya, merasa jijik dengan penjabaran sahabatnya. Di saat genting begini, bisa-bisanya Ola malah bercanda.
Ia kembali membentur-benturkan kepalanya di atas meja. Tanpa ia sadari Pak Warno memperhatikan dari depan kelas.
"Amel sedang apa kamu? Daritadi saya lihat kamu dan Ola tidak memerhatikan penjelasan saya sama sekali. Apa yang sedang kalian rundingkan, haaah? Sehingga mata kuliah saya menjadi tidak penting untuk kalian?" Omelnya dengan suara lantang, membuat kumis tebalnya naik turun seperti akan terlepas.
Kaget karena namanya disebut, Camelia menengadah memandang asal suara yang walaupun sedang marah, tetapi nada suaranya masih sangat ke bapakan. "Aha, aku punya ide," soraknya, dalam hati.
Mata kuliah dengan Pak Warno telah usai, ia pun sudah berunding dengan Pak Warno tentang permasalahannya. Walaupun berkali-kali tangannya disikut oleh Ola, tanda bahwa sahabatnya itu sangat tidak setuju dengan ide nya, tetapi bagi Pak Warno, Ia adalah korban yang harus di tolong dan memang sedang sangat membutuhkan pertolongan. Dosen yang sampai saat ini masih membujang tersebut akhirnya setuju dengan ide yang dijabarkan Amel, dan siap kapan pun Amel membutuhkan pertolongannya.
Masalah selesai, tinggal menunggu telepon dari si pemilik ponsel.
Si pemilik ponsel mahal itu pasti berterima kasih, dan merasa maklum atas kekacauan yang ia buat, karena memang dirinya tidak bersalah. Tunangan si pemilik ponsel itulah yang memancing emosinya. Tidak bisa menjaga mulut, sehingga waita itu pantas mendapatkan kejut jantung kecil-kecilan seperti itu. Ya, mendengar tunangannya sedang mandi dari mulut perempuan lain mungkin sekarang jantungnya sedang bermasalah.
"Gilaaaa kamu Mel. Pak Nono jadi bapakmu! Whaaaat, gak salah? Kenapa gak sekalian aja Bu Rina dijadikan ibumu. Biar komplit. Keluarga bahagia!" dengus Ola kesal.
"Heem iya, ya, apa kira-kira mereka mau mengadopsi aku." Amel berkata sambil memasang wajah serius untuk menggoda Ola.
"Aku bercanda tahu!" Ola kembali menyikut lengannya dengan keras.
"Hahaha, iya, tahu. Mana mungkin kamu serius." Camelia tersenyum sebelum melanjutkan. "Ini tuh cuma bohongan, La, dan juga kalau memang benar benar dibutuhkan. Baru deh rencana itu aku jalanin."
"Pak warno bisa pura pura menjadi orang tuaku, membantu ku meminta maaf jika memang ternyata permintaan maafku gak mempan."
"Tapi 'kan ada bu Lastri, Mel. Ibu di panti pasti mau kok nolongin kalau memang masalahnya jadi segenting itu."
"Iya siiiih, tapi kasihan Bu Lastri. Ibu udah capek di panti, masa iya mau direpotin untuk hal yang gak penting begini. Beda dengan pak Nono, dia 'kan jomblo, jadi waktu luangnya lebih banyak buat dimintai tolong," Ujar Amel terkekeh.
"Terserah kamu aja lah, tapi aku punya firasat kalau rencana ini gak akan berhasil deh."
"Eeeeeh jangan pesimis gitu dong ah, biasanya orang-orang 'kan lebih segan sama sosok bapak-bapak, makanya aku menghadirkan sosok bapak, 'kan aku gak punya bapak beneran."
"Iya, maaf Mel. Aku gak bermaksud ...."
Drrtt ....
Drrtt ....
"Shuut! Ada telepon, angkat gih, La." Amel menyodorkan ponsel tersebut ke arah Ola, yang kemudian ditolak mentah-mentah pula oleh Ola.
"Iiih ogah, ah. Kamu aja yang angkat. Kali si nenek lampir itu yang telepon lagi, atau malahan si Tian itu! Angkat buruan."
"Ntar kalo dia marah gimana? Kalau aku di tuduh ngerusak hubungan gimana?"
"Udahlah tenang aja, 'kan ada bapak Nono yang ready, siap order. Angkat buruan, ntar keburu mati teleponnya." Ola ikutan panik.
"Oke, oke, tenang! Tarik napas dalam-dalam, embuskan, tarik lagi. Huuft ...." Camelia berusaha menenangkan diri sendiri sebelum akhirnya. "Halo, selamat siang."
"Ya siang! Saya bicara dengan siapa?" suara berat dari seberang sambungan terdengar menyahut. Merdu sekali, pikir Camelia.
"Saya Amel. Saya yang menemukan Hp ini tergeletak di pinggir jalan. Di depan bandara. Apa ini milik anda?"
"Iya benar, saya Tian. Sbastian, pemilik Hp itu."
"Oooh syukurlah, Hp-nya mau dikirim lewat kurir atau diambil sendiri, Pak? Kalau lewat kurir mohon supaya anda yang bayar ongkosnya. " Camelia berusaha menawarkan pengembalian yang lebih mudah. Tanpa harus bertemu, aah kenapa tidak terpikir sejak tadi. Kalau si pemilik hp bagus ini setuju barangnya di kirim lewat kurir, maka Ia tidak perlu panik.
"Tidak, tidak. Kita harus bertemu! Silakan datang ke lobi hotel Bahtera, saya akan ada di sana pada jam lima sore. Saya tidak punya banyak waktu, jadi berusahalah Anda tepat waktu," ucapnya angkuh.
"Loh, ini barang milik Anda. Anda yang butuh, ya Anda yang datang. Kenapa jadi saya yang harus repot. Apa anda tahu, gara gara ponsel ini saya jadi apes seharian. Saya di marahin dosen, dan saya di--"
"Saya bermasalah dengan tunangan saya gara gara Anda, Anda harus bertanggung jawab!"
Jleeeb ....
"Gawaat! Ternyata si nenek sihir entah gimana caranya berhasil menghubungi tunangannya dan mengadu. Huwaa! Gimana ini," batin Camelia panik.
"Halo, Anda masih di sana?"
"Eheem, iya, masih. Oke kita bertemu. Tapi saya yang tentukan tempatnya." Saat kamu mulai tersudut, kamu harus terdengar kuat, pikirnya.
"Baiklah, sebutkan saya harus kemana?"
"Jembatan penyebrangan, di Plaza. Tahu, 'kan? Di jalan Jendral Sudirman."
"What! Jembatan penyebrangan. Kenapa harus di sana?"
"Ya, karena saya ada urusan di sana sore ini, saya mau ke toko buku. Saya gak ada waktu buat ke tempat lain. Jadi, pastikan Anda berada di sana tepat jam lima sore!"
"Tapi itu jembatan, saya gak level--"
"Saya juga gak level ngobrol dengan Anda lama-lama di telepon. Keputusan sudah dibuat, kalau sudah di jembatan telepon saya lagi. Oke. Byee! "
Tuut ....
"Huuft! Ternyata dia sama ribetnya dengan si nenek sihir." Camelia memberitahu Ola.
"Kenapa harus di jembatan, 'kan bisa di Kafe, Mel."
"Supaya gampang dorong dia kalau dia macam-macam!"
"Haah!"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Lee Je hoon
ya ampun ngakak di akhir😂
2023-08-28
1
™febri@n.*
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-08-18
1
Nelly Katanya
si Amel ada² saja rencana nya🤣🤣 iya kali kmu tga ngdorong Rian sebastian. klo GK baper nanti🤣🤣
2022-11-29
0