Maxim tertidur lelap di samping Liora setelah menguras habis tenaganya untuk bercinta. Liora mengalihkan tangan Max yang melingkar erat di perutnya.
Liora mengusap puncak kepala serta mengecup kening Max begitu dalam. Air matanya jatuh di pipi. Segera Liora menghapusnya.
Liora turun dari atas ranjang kasur. Dia mengambil pakaian yang berserakan, lalu memakainya. Liora merasa sedikit perih saat berjalan.
Liora menatap Max sekali lagi sebelum keluar dari dalam kamar. "Maafkan aku, Max." Liora berkata dengan lirih.
Dia memutar knop pintu, lalu keluar dari dalam kamar. Liora menuruni anak tangga. Jam sudah menunjukan pukul 4 pagi. Semalam Liora dan Max terus bercinta hingga dini hari.
Liora membuka pintu mobilnya dan masuk. Dia menghidupkan mesin lalu menjalankannya. Di dalam perjalanan pulang Liora tiada henti menangis.
Dia harus melakukan apa yang di perintahkan oleh Alex. Liora tidak ingin Max menjadi menderita karna keluarganya.
Mobil sampai di mansion mewah Alex. Liora merapikan kembali penampilannya. Dia keluar dari dalam mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion.
Liora langsung saja menuju kamarnya. Tapi, sebelum dia masuk ke dalam. Suara baritone terdengar di telinga Liora.
"Sudah pulang?"
Liora menghentikan langkah kakinya. Dia tahu suara siapa itu. Liora membalik tubuhnya ke depan menghadap Alex.
"Liora baru pulang," ucapnya.
Alex memperhatikan penampilan putrinya itu. Sebagai pria yang sudah banyak pengalaman, tentu saja dia tahu apa yang terjadi dengan Liora.
"Jangan sampai kamu hamil. Sampai kapan pun, Daddy tidak akan merestui hubunganmu dengan Max."
"Tega sekali Daddy padaku. Apa aku ini bukan anak kandung? Kenapa Daddy tidak setuju dengan Max?" lirih Liora.
"Jangan kamu pikir, dengan tidur bersama dengan Max, Daddy akan merestui hubungan kalian. Apa kata orang-orang nantinya. Seorang Alexander William punya menantu yang berumur tua," hardik Alex.
"Alex ... kenapa kamu begitu kolot?" sahut Berli. Dia terbangun saat mendengar pertengkaran anak dan suaminya.
"Terus saja kamu membela Maxim itu. Tasia, bukan hanya aku yang tidak setuju. Tapi keluarga besar kita juga," ucap Alex pada istrinya.
Liora bersimpuh di hadapan Alex. Dia memegang kaki daddynya. Berli dan Alex tentu saja kaget akan hal itu.
"Dad ... aku mencintai Max. Aku mohon ... biarkan aku bersamanya," lirih Liora.
Berli membantu putrinya untuk bangkit berdiri. "Sayang ... jangan lakukan itu."
"Max tidak pantas untukmu. Keturunannya saja hanya orang biasa. Meski Max punya kekayaan, tetap saja dia berasal dari kalangan biasa. Daddy tidak dapat menerima itu," tutur Alex.
Berli menatap tajam suaminya. "Oh ... jadi kamu juga tidak dapat menerima saudaraku? Aku juga punya saudara yang tidak jelas asal-usulnya."
Alex terdiam akan ucapan dari Berli. Dia tidak bermaksud begitu. Tentu saja dia menerima Jo sebagai iparnya.
"Aku tidak bermaksud begitu," ujar Alex.
"Lalu apa maksudmu?" pekik Berli.
"Tasia ... jangan mengalihkan pembicaraan. Kita sedang membahas Maxim," ucapnya.
Berli menunjuk wajah Alex. "Kamu jangan lupa masa lalu, Alex. Kamu juga pernah mencintai wanita rendahan bernama Rania."
Alex terlonjak kaget mendengar penuturan istrinya. Berli mulai mengungkit masa lalu. "Cukup Tasia! Jangan mengungkit masa lalu lagi."
Alex menatap tajam putrinya. "Daddy tidak mau tahu. Mulai hari ini, jangan lagi menemui Maxim. Jika tidak, tahu sendiri akibatnya."
Alex berlalu setelah mengatakan ancaman kepada Liora. Dia kembali ke kamarnya. Berli memeluk Liora dengan erat. Dia juga mengecup kening putrinya.
"Tenang saja, sayang. Mommy akan lakukan apa pun agar kalian bersatu."
Liora mengelengkan kepala. "Jangan Mom ... Liora tidak ingin Mom dan daddy bertengkar."
Berli mengelus lembut rambut putrinya. Dia tersenyum. "Lebih baik kamu bersihkan dirimu."
Liora mengangguk lalu masuk ke dalam kamar tidurnya. Berli memijat keningnya sendiri. Dia tahu apa yang sudah terjadi pada Liora dan Maxim.
...****************...
Sinar mentari masuk ke sela-sela hordeng kamar. Maxim mengeliat karna terpaan sang surya mengenai wajahnya. Max meraba-raba sisi tempat tidur di sampingnya.
Max mengucek matanya dan perlahan bangkit. Max menyingkap selimut yang melindungi tubuhnya yang polos. Dia tersenyum saat melihat bercak darah kering di seprai.
"Liora pasti sudah pulang," gumamnya.
Maxim meraih telepon gengamnya. Dia mendial nomor Liora. Berulang kali Max menelepon tapi Liora tidak kunjung mengangkatnya.
Maxim meletakan kembali ponselnya. Dia turun dari ranjang lalu melangkah menuju kamar mandi. Selesai membersihkan diri, Max kembali mengecek ponselnya.
Tidak ada pesan maupun panggilan balik telepon dari Liora. Max kembali mendial nomor Liora. Lagi-lagi kekasihnya itu tidak mengangkatnya.
Maxim mengirimkan pesan kepada kekasihnya itu. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Liora. Hatinya sudah sangat cemas dan berpikir yang tidak-tidak.
"Tumben sekali Liora tidak mengangkat teleponku," ujar Max.
Sebuah pesan baru masuk ke dalam ponsel. Max merasa lega dan tersenyum membaca isi pesan chat itu. Liora memintanya untuk pergi menemuinya di taman.
Maxim mengambil bajunya di dalam lemari. Dia memakai pakaian casual. Max menyisir rambutnya dan juga menyemprotkan parfum.
Max mengambil kunci mobil, dompet serta ponsel. Dia keluar dari kamar dan bergegas menuruni anak tangga. Max keluar dari rumah menuju mobilnya.
Max masuk ke dalam mobil. Dia menyalakan mesin dan berlalu dari rumahnya. Sekitar 20 menit, Max sampai di taman yang Liora maksud.
Dia keluar dari dalam mobil. Max berjalan mencari keberadaan kekasih kecilnya itu. Max tersenyum saat melihat Liora. Namun, sepersekian detik mata Max membulat.
Liora mengecup bibir pria lain. Pria itu adalah calon tunangan Liora sendiri. Max mengeleng tidak percaya akan apa yang dia lihat. Baru tadi malam mereka menghabiskan waktu bersama. Lalu sekarang, Liora tengah bermesraan dengan pria lain.
"Liora," teriak Maxim.
Liora dan Varo menoleh ke arah sumber suara. Maxim melangkah dengan tatapan tajam. "Liora ... apa yang telah kamu lakukan?" Maxim bicara dengan nada tinggi.
"Paman ... Varo adalah tunanganku. Kami pantas melakukannya, bukan," ucap Liora.
"Paman Max, ini sudah biasa. Apa Paman tidak pernah melakukannya?" tanya Varo.
"Liora ... jelaskan padaku. Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Maxim.
Liora beralih menatap wajah Varo. "Var ... kamu tunggu di mobil saja. Aku ingin bicara pada Paman Max."
Varo menatap heran Maxim. Dia merasa Max seperti mencampuri urusan Liora. Pada hal Max hanya orang lain. Varo lalu mengangguk dan berjalan menuju mobilnya.
Liora mulai bicara saat Varo sudah tidak tampak dari pandangannya. "Ada apa, Paman?" tanya Liora.
"Seharusnya aku yang bertanya. Mengapa kamu lakukan ini padaku, huh?"
"Aku ingin mengakhiri hubungan ini. Kita tidak pantas bersama. Aku tidak mencintaimu," ucap Liora.
Maxim terlonjak kaget mendengarnya. "Liora ... apa kamu sadar dengan apa yang barusan kamu katakan? Baru semalam kita bersama, lalu kamu ingin mengakhiri hubungan ini."
"Berkacalah Paman. Kita tidak cocok sama sekali. Aku ingin kita putus sekarang juga. Jangan mengangguku lagi mulai saat ini. Oh, ya ... anggap saja percintaan semalam kompensasi untukmu," ucap Liora.
Liora pergi meninggalkan Maxim seorang diri di taman. Max mematung mendengar ucapan dari bibir Liora. Wanita yang dia tunggu dan cintai, kini telah pergi darinya.
TBC
Dukung Author dengan vote, like dan juga koment.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ney Maniez
🤧🤧
2024-11-01
0
kusyiwa hiroshi
aku tak suka dg hub yg spt ini..sangat menyedihkan..kasihan ke2nya
2024-06-24
0
Zamie Assyakur
gpp max putus juga... yg penting udh naek 🙄🙄🙄
2023-03-11
0