Limerence

Limerence

Number Six

Wanita ibarat Barbie yang bisa dimainkan kapan saja, tapi Lelaki sejati tidak akan bermain Barbie. (Unknown)

Lagi-lagi...

“Mana Andre?! Saya harus ketemu dia sekarang! Ngga bisa dia bersikap begini ke Saya!!”

Seorang wanita, cantik, parasnya oriental, dengan pakaian yang bisa menghabiskan sekitar 12 bulan gajiku.

Aku menghela napas menatapnya mempermalukan diri sendiri sampai dihalang-halangi sekuriti, Aku memutuskan untuk tidak bertindak langsung walaupun sebagai sekretaris senior, aku yang berwenang untuk menjaga keamanan lantai ini.

Perusahaan kami memiliki peraturan standar operasional untuk itu, apalagi terhadap pengunjung yang bertindak tidak sopan, sekuriti diperbolehkan turun tangan langsung.

Akhirnya setelah Kepala Sekuriti menemui dan berbicara padanya, wanita itu bersedia menunggu di waiting room.

Kami, para sekretaris yang berjumlah 5 orang kembali melanjutkan pekerjaan kami.

Kalem saja... dalam sehari kejadian seperti ini bisa 2-3 kali terjadi.

Sekitar 2 jam kemudian saat jam makan siang...

Terjadi lagi.

“Saya ini pacar Direktur Kamu! Jangan sentuh-sentuh Saya!! Uang Saya itu bisa beli 100 orang macam kalian!!” Teriakan lagi. “Panggil Aria kesini!!”

Kami, para sekretaris, mengangkat kepala dengan serentak menatap wanita itu. Kami diharuskan bersikap sedingin mungkin. Berbeda dengan sekretaris lain yang harus murah senyum, kami dilarang tersenyum ke siapa pun kecuali atasan kami.

Byurr!!!

Segelas air menampar wajahku.

Duh... kalo kena mesin komputer kan bisa hang semua...

Wanita itu bermaksud menyiram sekuriti, namun mereka menghindar dan malah mengenaiku yang posisinya tepat dibelakang kerumunan.

Aku menghela napas dan mengambil cermin, memeriksa dandanan dan rambutku, dan berusaha tetap sabar terkendali.

Sedikit tisu dan bedak padat lagi, oke, perfect.

Wanita kali ini tampaknya tidak mudah disingkirkan. Aku mendeteksi wajahnya lalu kumasukkan ke face recognized. Setiap pengunjung yang datang biasanya identitasnya dicatat terlebih dahulu oleh operator di lantai bawah, termasuk foto wajah dan seluruh tubuh, di masukan datanya ke database kami.

Dia Samantha Kusuma, anak kedua dari pemilik pabrik gula. Pantas dia tidak mau kalah, bapaknya sangat kaya.

Karena merasa Sekuriti kewalahan, Aku minta ijin ke Pak Aria untuk bertindak.

Aku menekan tombol pada telepon internal, “Pak Aria, Saya boleh tangani yang ini? Ibu Samatha Kusuma cukup sulit disingkirkan.”

“Oke.” Terdengar jawaban pendek dari interkom tak lama kemudian.

Aku berdiri dan berjalan lambat ke arah kerumunan. Seluruh sekuriti langsung menyingkir dan memberi hormat padaku.

“Ibu Samantha? Perkenalkan Saya Number Six, sekretaris senior di sini.” Sahutku. Aku berusaha sedingin mungkin.

“Ha? No...Number Six...? Itu nama Kamu? Aneh banget deh.”

Aku mengangguk perlahan. “Kami para sekretaris tidak diijinkan menyebut nama asli kami kepada pengunjung, Saya dikenal dengan nama Number Six di sini.”

Samantha menegakkan dagunya, ia berusaha tidak terintimidasi olehku. “Mana Boss Kamu?!”

“Atasan Saya tidak ingin bertemu dengan Anda saat ini. Silakan Anda reschedule ulang jadwal...”

“Saya tidak butuh ijinnya untuk datang, kami sudah sangat dekat.” Ia memotong ucapanku, namun nadanya tampak sedikit bergetar.

“Pak Sultan Aria sedang ada meeting penting saat ini, Bu Samantha. Hari ini semua wanita yang datang kesini mencarinya dia tolak.” Aku tetap menjaga intonasi suaraku agar tetap tegas dan tenang.

“Semua wanita!?! Memang ada berapa yang datang???”

“Yang mencari Pak Aria dengan marah-marah seperti Anda ada 2 orang hari ini, kemarin ada 4 orang, malah minggu lalu ada yang memberi kami hasil USG.”

Samantha terkaget dan terpekik.

Lalu dia tampak berpikir.

“Kamu membohongi Saya kan? Omongan Kamu barusan pasti sudah dilatih kan?!”

“Kami memang memiliki prosedur untuk menjawab pertanyaan pengunjung, tapi Saya berusaha sejujur mungkin terhadap Anda.” Aku memiringkan kepalaku, menelisiknya. Astaga... ia masih sangat muda. Tampak kepolosan terpancar dari matanya yang menatapku dengan kuatir. “Apalagi, saya mengerti posisi Anda karena kita sama-sama wanita, bukan?” Aku melanjutkan kalimatku.

Samantha terdiam.

“Tidak ingin dibohongi... Tidak ingin disakiti...” tambahku.

Samantha terdiam lagi.

“Tidak ingin dikhianati...” tambahku lagi.

Ia masih terdiam, namun mulai mundur selangkah.

“...dan ingin diistimewakan melebihi wanita lainnya.”

Ia menatapku dan mundur selangkah lagi karena Aku terus maju mendesaknya.

“Daripada Saya datang membawa harapan palsu lebih baik Saya jujur ke Bu Samantha lebih awal.”

Langkahnya terhenti karena tertahan dinding di belakangnya.

“Bu Samantha, bukankah lebih baik Anda meninggalkan Pak Aria daripada menyiksa diri sendiri, saat ini pasti Anda terlihat rendah di matanya. Ia pasti sedang tertawa melihat Anda mengejar-ngejarnya dari cctv, meninggalkan harga diri Anda untuk bersimpuh di kakinya...” Bisikku.

Mata Samantha membulat dan terbelalak menatapku. Ku taksir umurnya masih sangat muda, mungkin di awal 20an. Cantik, segar dan merekah. Apa yang Pak Aria tega lakukan pada bunga-bunga ini? Sampai wanita terhormat seperti Samantha teracuni untuk mengejarnya?

Aku sudah berjarak hanya 15 cm di depannya, lalu berbisik.

“Kembalilah lagi kalau Anda, atau ayah Anda, memiliki penawaran kerja sama dengan kami... Pasti Pak Aria mau menerima Anda, dan Anda bisa menggunakan kesempatan pertemuan itu sesuka Anda.”

Terdengar Samantha menarik napas panjang, bibirnya bergetar menatapku sambil terbelalak.

“O... oke...” ia berdehem, mencoba menstabilkan tubuhnya yang agak limbung. “Saya akan kembali lagi...” cicitnya.

Lalu ia berbalik, berjalan... atau lebih tepatnya berjalan dengan cepat, ke arah pintu keluar.

Oke, masalah selesai...

Samantha sudah pergi dengan shock, Aku melanjutkan mengetik.

Pukul 12 tepat, waktunya makan siang, pintu ruangan meeting terbuka.

Rapat telah selesai dan para direksi kami keluar ruangan.

Ya, mereka semua tampan. Tapi terus terang saja, Aku tidak tertarik.

Ada 4 Direksi yang kami tangani, dan keempatnya single. Aku tidak ambil pusing dengan kehidupan pribadi mereka, mau mereka ada main di belakang dengan siapa saja yang mereka inginkan atau mereka memiliki disorientasi seksual, hal itu bukan urusanku.

“Hari ini Lancar?” Pak Wisnu, Direktur Personalia dan Umum, meletakkan tablet notulen meeting ke mejaku untuk disampaikan kepada Big Boss, Si Pemegang Saham Mayoritas kami.

“Sejauh ini terkendali, Pak.” Sahutku masih dengan tanpa ekspresi, kubuat sekaku mungkin. “Notulennya sudah fixed ya pak?”

“Sudah, silakan disampaikan...” desis Pak Wisnu, lalu menatapku dengan pandangan yang dalam. “Kamu mau makan siang bareng, Six?”

Dia mencoba untuk mengajakku keluar untuk yang ke sekian kalinya.

Aku hanya balas menatapnya, tidak berbicara apa pun. Tidak juga menatapnya dengan metode apa pun. Paling yang jelas dari tatapanku adalah pandangan yang menyiratkan kalau aku sangat tidak berkenan dengan ajakannya.

Akhirnya setelah beberapa detik, Pak Wisnu menyunggingkan senyum masam, “Susah banget ya ngajak Kamu, cuma makan siang aja kok...”

“Mungkin bisa lain kali saja, Pak.” Sahutku, dengan intonasi suara yang kubuat sejelas mungkin.

“Oke, Saya belum menyerah secepat itu loh...” Desis Pak Wisnu sambil menyeringai.

Pak Bima datang dan memeluk bahu Pak Wisnu, “Sini gue selamatkan lo dari hipnotis Medusa. Percuma lo ngerayu robot, Andre udah sering dicuekin, Aria udah sering dikacangin. Buang-buang tenaga aje lo... iya ga Six?!” Sahut Pak Bima. Entah menghina atau mendukungku. Tapi kutangkap dari nada suaranya, sepertinya dia sedang menyindirku seperti biasa.

Dia musuh bebuyutanku dari dulu, kami sering berdebat akan berbagai hal. Bisa dibilang, kami tercipta untuk saling membenci, namun saling membutuhkan. Jadi tidak ada jalan lain kecuali terjebak di sini bersama-sama dan berusaha tidak berbuat kegaduhan.

“Dia mungkin mau jadi biarawati... atau biksu.” Tambahnya. Tadi dia menjulukiku Medusa, kemarin Nyi Blorong, dan sekarang drastis jadi Biarawati.

Aku tidak terpancing, Jadi Aku menyerangnya dengan : “Pak Bima, ini hasil laporan dari Dokter Firman.” Sahutku sambil menyerahkan amplop putih tebal sambil menatapnya penuh arti.

Pak Bima merebutnya dari tanganku dan menghujamku dengan pandangan waspada, lalu ia menjauhi kami dengan langkah terburu-buru sambil membuka amplopnya.

Aku menatap punggungnya yang menjauh sambil mengumpat sejadi-jadinya dalam hati. Itu laporan DNA, Aku berhasil mengintip isinya tadi, entah dari pacar yang mana, dan kini ia malah ragu anak yang dikandung pacarnya itu benar anaknya atau bukan?!

Kacau sekali hidup Anda Pak Bima... sindirku dalam hati.

*****

Saat makan siang kami para sekretaris berkumpul di ruang makan khusus yang kami sebut Pantry, walaupun bentuknya tidak seperti dapur, hanya ada konter dengan mesin kopi, meja bar dengan botol-botol yang bentuknya unik-unik, banyak sofa santai dan dibuat se-cozy mungkin. Dapur yang sebenarnya ada di lantai 15.

Aku membuka ikatan rambutku dan duduk menyender di salah satu sofa recliner.

Astaga... pegalnya!

Pekerjaan macam begini membuatku yang sudah menginjak usia 29 tahun tidak memiliki waktu untuk menikmati hidup. Jangankan mencari suami, untuk travelling saja bisa dihitung dalam setahun. Kapan terakhir aku bepergian jauh? Kok aku tidak ingat, ya.

Tragis yah...

Padahal pekerjaanku termasuk mengusir para wanita yang kerjanya mengejar-ngejar para boss kami. Tapi setidaknya mereka -para wanita itu- pernah berkencan.

Aku tidak tahu sekretaris yang lain ya, tapi kalau Aku ya begitu-begitu saja kehidupannya.

"Gila tadi yang namanya Samantha kayak pec**!!" Number Ten mengeluh sambil menghapus makeup tebalnya. "Kekeuh bener ngejar si Aria! Udah dikasih apa sih dia?!"

"Lo kayak ngga tahu aja ukurannya Aria! Lo sendiri Nagih!" Sahut Number Nine.

Mereka berdua tertawa terbahak.

"Lu liat cewek yang pertama ngga tadi yang ngejar Andre? Sepatunya Chris**tian Loubou**tine booo!!" Kata Number Seven.

"Liat! Ngeblink gilak gue sampe silau!!" Kata Number Nine.

"Yang kemarin dateng juga yang nyari Andre juga, pake Bir**kin 3.5milyar! Belom dateng lagi dia!!" Seru Number Ten.

“Ah lo pada bisanya cuman nge-gibah... sana beli juga yang kayak mereka!” sahut Number Eight, ia tidak terlalu tertarik dengan jajaran direksi tampan karena ia sudah berkeluarga dan suaminya anggota kepolisian.

“ini juga lagi usaha, lo pikir buat apa gue dari kemaren open PO, hah?!” Sahut #.

“Eh... eh... smart dikit lah. Lo kan pasti capek tiap waktu open PO, pakai lah barang KW dulu untuk meningkatkan kualitas penampilan lo ! Barang KW sekarang kualitas gila-gila, sudah mirror bener... nih liat dagangan gue...” sahut Number Eight malah berpromosi. Ternyata dia juga nyambi jualan online tas KW.

Akhirnya semua mengerubunginya.

“Mbak Six, kamu mau liat juga barang daganganku?!” Sahut Number Eight.

“Pilihkan saja yang cocok buat saya, nanti saya transfer.” Aku tetap memejamkan mataku, melanjutkan relaksasi.

Terdengar cekikikan dari Number Eight.

“Elu... si Six ditawarin. Outfitnya branded semua ga bakalan dia mau pake jualan lo! Beli doang tapi masuk museumnya!” terdengat Number Seven menyindirku.

Aku menganggap omongannya angin lalu dan tidak mengindahkannya.

Dan seterusnya obrolan macam begitu, selanjutnya aku tidak mendengar apa pun karena tertidur.

****

Aku bangun sekitar 15 menit kemudian, lumayan bisa tidur siang sebentar.

Aku menyalakan rokokku. Lalu kembali menyandarkan kepalaku ke sofa.

"Six, lo ngomong apa ke Samantha sampe dia ketakutan gitu?" Tanya Number Nine. Mereka masih di tempat tadi, meng-gibah entah siapa.

Aku menyeringai.

"Saya hanya mengatakan kenyataannya. Dia merendahkan dirinya... mana ada yang mau melirik sesuatu yang sudah terburai di jalanan. Wanita selayaknya dikejar, bukan mengejar... Laki-laki tidak suka dikejar, mereka akan kabur. Kalaupun ada yang mau, sudah pasti hanya untuk mainan. Bosan, dibuang." Desisku.

Semua diam.

Bagi yang berperilaku gampangan, pasti akan tersindir omonganku. Karena itu mereka diam.

Sesumbar begitu juga belum ada pria yang mengejarku, boro-boro dikejar, mengejar saja tidak ada waktu.

Mungkin setelah menginjak umur 30 Aku bisa lebih menikmati hidup. Toh tabunganku sudah cukup banyak, Aku juga baru saja melunasi cicilan rumah, Aku sudah punya mobil sendiri walaupun bukan yang canggih-canggih amat dan ukurannya kecil, tapi cukuplah untuk kebutuhanku. Bunga dari deposito yang kukumpulkan juga cukup untuk biaya hidup sehari-hari plus bisa mengirimkan uang untuk orang tuaku di kampung, ya walaupun memberikannya dengan sembunyi-sembunyi ke ibu dan adikku, karena aku ngga akur sama bapakku.

Aku jarang mengambil tabunganku. Gajiku sebagai sekretaris lumayan besar di sini karena aku sudah bekerja sejak perusahaan ini baru dirintis. Aku praktis sudah sangat jarang membeli kebutuhan dasar karena di sini kami diberi seragam khusus, Ada budget sendiri juga untuk makeup, lalu sepatu dan tas juga diberi khusus dari kantor.

Makan siang kami juga dijamin kantor. Sehari 2 kali untuk sarapan dan makan siang serta 2 kali snack. Di sini Aku sangat berhemat.

Alasannya kami diberi servis jasa katering agar kami dapat kembali ke pos tepat waktu, dan tidak makan di luar. Tapi terkadang para Direksi suka iseng mengajak salah satu sekretaris untuk menemani mereka makan siang, seperti yang terjadi padaku tadi.

Aku menyesap kopi dan memandang keluar jendela.

Polusi... dengan matahari panas menyengat.

Membuat siapa pun yang berada di luar mudah tersulut emosi.

"Siang, mbak-mbak cantiiikkk... Maksinya niih..." Terdengar suara Lucas, Office Boy sekaligus Kurir pengantar dokumen di tempat kami.

"Hai Lucaaass... Duh Kamu siang-siang bikin tambah panas dehhh..." Sahut Number Nine.

"Kalo panas masuk kulkas lah Mbak Nine... hahaha" timpal Lucas riang.

Aku tetap diposisi semula, berbaring di sofa sambil merokok.

"Mbak Six, Saya taruh di sini yah bentonya." Sahut Lucas.

"Thank's..." Desisku pendek. Lalu aku meliriknya, memperhatikan postur tubuh pria itu.

Hm... lumayan menggoda.

*****

Terpopuler

Comments

Kios Flio

Kios Flio

makmur tenan akomodasi kerjanya...

2024-10-10

0

neng ade

neng ade

kereenn cerita nya ..

2024-05-13

0

Asngadah Baruharjo

Asngadah Baruharjo

serruuuu THOORRR 🤣🤣🤣

2024-01-05

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!