#KENAYA (Ken dan Aya)
#Part19
Aya pulang menggunakan taksi. Ia bukan pulang ke rumahnya. Melainkan ke rumah orang tuanya. Sejak tadi ia sudah menangis sampai bajunya jadi basah.
Wajahnya memerah, hidung pun dan matanya sembap. Dia pun tidak mengerti kenapa menjadi secengeng ini. Jawaban dan nilainya sudah terbayang-bayang membuat ia semakin menangis kejer.
Sesekali sopir taksi mencuri arah pendang ke Aya. Suara tangis Aya begitu kencang. Takut-takut dia dikira menculik anak kecil.
“Hiks huwaaa Ken jahat! Hikss dasar Dosen kutub! Nyebelin! Hiksss sok pintar hikss huwaaaa. Keeeeennn hikss,” isaknya semakin menjadi-jadi.
Ia menggigit tali tasnya saking kesal.
Ia sudah sampai di rumahnya. Memberikan sopir uang. Namun, ia belum turun. Berusaha meredakan tangisnya terlebih dahulu. Ia tidak mau ditanya macam-macam dengan Ibunya.
Apalagi ia datang tidak bersama Ken. Kepergiannya ke sini juga tidak ia katakan pada Ken. Saat isaknya mulai reda ia turun.
Masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. Atma dan Arin menjawab salam. Namun, rencana Aya ke kamarnya tidak berhasil karena Arin lebih dahulu bertanya. Suaranya juga tidak bisa ia samarkan.
“Kok sendiri. Menantu Mama mana?” tanya Arin. Tidak biasanya Ken tidak ikut.
“Aya sendiri saja. Mau menginap. Ken ada kerjaan,” ujarnya dengan suara serak khas sehabis menangis.
Ari menghampiri Aya. Ia menatap mata Aya yang terlihat sembap dan memerah. Menghela napas dan menarik putrinya ke sofa. Suaminya ikut menata putrinya.
Apakah Ken memukul atau menyakiti Aya? Mereka sudah dipenuhi pikiran-pikiran negatif. Apalagi kini putrinya menangis.
Dengan lembut Atma memeluk putrinya. Bukankah seorang ayah mampu menenangkan hati putrinya? Itulah yang dilakukan Atma.
“Sayang, sudah menangisnya. Apakah Ken memukulmu?” tanya Atma yang dihadiahi cubitan dari istrinya. Atma meringis sebelum melepas pelukannya.
“Hiks Ken,” ujarnya. Atma dan Arin saling pandang dan menghela napas. Ingat sekali jika sudah menyebut nama Ken seperti itu, pasti bukan Ken yang salah.
Putrinya suka sekali menjadikan Ken sebagai akar kesalahan. Arin ke dapur dan mengambil air untuk putrinya. Lalu, duduk di dekat suaminya.
“Aku mau menginap di sini.” Arin menghela napas. Bukannya dia melarang anaknya tinggal. Akan tetapi, ia tahu Aya adalah tanggung jawab Ken.
“Sayang, kamu pulang sekarang, ya. Jangan menginap di sini. Mama sudah pernah berpesan, jangan keluar rumah tanpa seizin suamimu,” ujar Arin membuat Aya menunduk, “ingat selangkah kamu keluar rumah tanpa izin suamimu, maka selangkah kakimu melangkah ke neraka.”
Sungguh Aya saat ini ingin sendiri. Mendengar nama Ken saja dia sudah kesal. Entalah, dia menjadi sensi. Hanya karena ulangan dadakan.
“Aku sudah izin pada Ken,” cicitnya. Tentu saja dia berbohong. Mau bagaimana lagi.
Arin menatap Aya penuh selidik. Ia menggapai benda pipi di atas meja. Mencari kontak menantunya. Ingin memastikan ucapan Aya.
Aya tentu saja sudah waswas. Menghindari Ken adalah keinginannya saat ini. Butuh sendiri dulu.
“Assalamualaikum, Ken.”
“ ....”
“Kata Aya kamu izinkan dia menginap di sini. Benarkah?” Aya menatap Arin dengan pandangan khawatir. Ia mengembuskan napas lega saat Arin mengangguk. Ternyata Ken menyelamatkannya. Jika, saja pria itu jujur, pasti Aya akan diusir.
Ia melangkah gontai ke atas. Membuka kamarnya dan menguncinya. Tangisnya kembali pecah. Sementara Ken duduk di sofa dengan raut wajah lelah.
Ia tahu kecewanya Aya kepadanya. Akan tetapi, dia tidak mau bersikap tidak adil. Dia sungguh mencintai istrinya. Melihat Aya menangis saja, rasanya dadanya sesak. Seolah ia ikut merasakan sakit Aya.
“Maafkan aku, Sayang,” lirihnya. Ia beranjak ke atas. Memutuskan mandi dan membuat makan malam untuknya. Membiarkan istrinya sendiri dulu.
Di malam yang hening, Ken makan seorang diri tanpa istrinya. Biasanya Aya akan mengoceh tanpa henti. Memilah sayur di piringnya dan tingkah polos istrinya membuat ia seketika rindu akan hadirnya Aya.
Selera makan Ken sedikit menurun. Khawatir dengan keadaan istrinya. Apakah Aya sudah makan atau belum? Apakah ia masih menangis atau tidak? Dari mana Ken tahu Aya menangis, tentu dari mertuanya.
Setelah makan, Ken membawa piring kotornya. Malam ini ia bahkan shalat seorang diri. Sudut mata Ken berair.
“Maafkan hamba, ya Allah. Menyakiti hati istriku tanpa sengaja. Lindungi dia di mana pun dia berada,” doanya. Rasa bersalah menumpuk di dadanya. Menyesakkan.
***
“Hiks ... hiks ....” Aya kembali menangis. Ia bahkan menolak makan. Tidak selera. Seketika ia merasa bersalah kepada suaminya. Terlalu memaksakan kehendak.
Harusnya ia mendengarkan Ken. Sepertinya ucapan suaminya benar jika dia kekanakan. Bukan menyelesaikan masalah, ia malah ke rumah orang tuanya.
Andai saja, ia tidak seemosi ini. Mungkin sekarang ia berada di kamar dan bercanda bersama suaminya. Mendengar lantunan suara mengaji suaminya. Sentuhan-sentuhan kecil dan usapan mesra di kepalanya. Ia benar-benar merindukan semua itu.
“Hikss Ya Allah, maafkan hamba bersikap tidak sopan pada suamiku.” Aya menangis di tengah sujudnya. Saat ia berdoa rasanya dadanya ditikam panah.
Ckelek.
Aya menoleh setelah menyelesaikan shalatnya. Melihat siapa berdiri di sana. Air matanya semakin deras keluar.
“Ken,” lirihnya tanpa suara.
Ken menghampiri istrinya. Ia memutuskan ke rumah mertuanya. Ingin mengetahui kondisi istrinya. Ia siap jika Aya menyuruhnya pulang. Namun, ia bersyukur mengikuti hati kecilnya untuk datang ke sini.
“Sttt, jangan menangis lagi,” ujar Ken setelah membawa istrinya ke dalam pelukannya. Aya semakin terisak hebat. Kepalanya bersandar di dada bidang suaminya. Menggumamkan kata maaf berulang kali.
***
TBC
KENAYA💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Bee mi amore
iii...bapernyaaa aku
2022-06-16
0