#KENAYA (Ken dan Aya)
#Part18
Pintu ruangannya diketuk begitu keras. Membuat Ken yang siap-siap terloncat kaget. Dia membuka pintu, dan siap-siap memarahi. Akan tetapi, tubuhnya lebih dulu ditarik masuk.
Dahi wanita di depannya banjir bulir keringat. Terlihat ia mencoba menghirup banyak udara. Meraupnya seolah akan hilang jika tidak ia hirup secepat mungkin.
Setelah tenang, ia ditatap dengan wajah kesal. Apakah dia bersalah? Bukannya istrinya sendiri yang datang dan harusnya di sini dia yang marah. Kenapa malah berbalik?
Belum sempat dia bertanya, istrinya sudah memotong ucapannya. Mengeluarkan kemarahannya. Lengkap dengan wajah masamnya.
“Ken, kok ada ulangan matematika enggak bilang-bilang?” tanyanya marah. Membuat suaminya mengerutkan kening. Sepertinya istrinya lupa tadi malam sudah empat kali ia ucapkan.
“Aku sudah mengatakannya empat kali semalam. Lagian, bukannya aku selalu bilang sama kamu. Kalau malam belajar minimal 15-20 menit. Ada atau tidak ada ulangan,” jelas Ken. Ia mencoba sabar menghadapi istrinya. Namun, kemarahan Aya belum surut.
“Ya sudah. Batalkan,” ujar Aya membuat Ken membuang napas kasar. Istrinya terkadang suka seenaknya sendiri.
“Kalau kamu lupa aku bukan hanya suami kamu. Aku dosen kamu di sini. Berlaku adil kepada semua mahasiswiku,” tolak Ken halus.
Dia tidak mau Aya egois karena mereka dekat. Bisa saja muridnya yang lain sudah belajar mati-matian dan dibatalkan. Mereka akan kecewa dan Ken tidak akan mengajarkan istrinya memakai namanya koneksi. Bisa saja berdampak buruk kepada sikap istrinya di masa depan, yang mau menggunakan koneksi di setiap urusan.
Mata Aya menatap kesal suaminya. Entah akhir-akhir ini moodnya jelek. Kadang ia melankolis sendiri dan kadang juga dia marah seperti sekarang.
“Batalin!” Aya tetap ngotot. Ia sudah bersedekap di depan dada. Wajahnya sangat datar.
Ken menatap istrinya tenang. Tanda tanya besar melihat sikap Aya yang memaksa seperti ini. Biasanya Aya akan merengek tanpa marah. Lalu, kenapa sekarang marah-marah?
Dengan lembut Ken ingin membelai kepala istrinya, tetapi Aya menepis tangannya. Haruskah mereka bertengkar setelah berbaikan kemarin?
Lama-kelaman Ken kehabisan sabar. Menghadapi sikap Aya terkadang chilidsh sekali. Ia masih mencoba meraih istrinya, tetapi kali ini Aya menyentak keras tangannya.
“Bisa enggak kamu ngerti. Kamu sudah sudah dewasa. Jangan gara-gara ulangan, sikap kamu jadi kekanakan begini,” ujar Ken yang mulai kesal.
“Aku kekanakan?! Iya! Bagi kamu itu hal sepele, tetapi aku yang otaknya pas-pasan gini mau bagaimana? Kamu enak, pintar, lah, aku bodoh. Pokoknya aku mau ulangan batal!” Aya mengentakkan kakinya sebelum meninggalkan ruangan Ken. Ia bahkan mengabaikan panggilan Ken yang sudah terdengar menahan amarah.
Ken mengacak rambutnya. Bingung dengan istrinya. Kenapa hal sepele seperti ini harus dibesar-besarkan? Istrinya terlihat sensi sekali.
Ken memejamkan mata sebentar. Meredakan amarahnya. Lalu, mengambil lembaran ulangan. Yap, ia memutuskan untuk tetap memberi ulangan kepada mereka.
Sampainya di kelas Aya. Terlihat Aya membuang pandangan. Enggang menatapnya. Ken berusaha sabar.
“Selamat siang. Saya akan mengabsen kalian,” ujar Ken.
“Siang, Pak!” jawab mereka serentak. Bahkan saat mengabsen Aya hanya menyahut dengan kecil.
“Kalian hari ini ulangan.” Mereka tidak terlalu terkejut karena ada bocoran dari teman kelas mereka. Meski tetap saja pelajaran matematika terasa menyiksa. Soal Ken membuat mereka harus memutar otak.
Aya membuka kasar soal yang diberikan Ken. Matanya menatap sedih angka-angka itu. Dia cukup prihatin dengan dirinya sendiri. Mengingat otaknya benar-benar tak mampu berpikir.
Tes.
Dia tidak tahu sejak kapan menangis. Dengan kasar ia menghapusnya. Air matanya mengenai lembar ulangannya. Ia akan menjawab sebisanya.
Selama jam pelajaran, mereka tidak bersuara atau bergerak sedikit saja. Mata Ken bak CCTV yang memantau mereka. Tentu sangat berisiko saat menoleh ke belakang atau ke samping.
Lembaran ulangannya pasti disobek dan diusir oleh dosen mereka. Harus belajar sendiri tanpa sistem contek. Masih sayang lembarannya.
30 menit berlalu dan Aya baru menjawab beberapa soal. Itu pun, belum tentu benar karena di otaknya seolah rumus-rumus itu pudar. Hanya samar-samar.
“Waktu kalian tinggal 15 menit lagi. Sudah atau tidak, kumpul. Jika telat kumpul, buang,” ujar Ken tegas. Mereka dengan getar-getir mengerjakannya. Mencoret sana-sini demi mendapat angka yang benar.
Tangan Aya memegang erat pulpennya. Merasa kepalanya berdenyut sakit. Ia merasa tertekan. Kepalanya pusing. Selalu saja begini.
Mereka mengumpul tugasnya saat Ken mengatakan waktu mereka habis. Aya menyimpan lembarannya dengan cepat. Tidak mau berdekatan dengan Ken. Masih marah. Bukankah Ken mengatakan jika Aya kalau mengambek bisa berminggu-minggu dan sepertinya itu akan terjadi.
***
“Aya,” panggil Ken. Aya tidak menoleh membuat Ken berusaha menyemai langkah istrinya. Tangan Ken kembali ditepis.
“Kamu jangan begini, dong, Sayang,” ujar Ken yang sudah kehilangan akal menghadapi sikap Aya.
“Lepas. Aku mau pulang sendiri,” kata Aya. Dia meninggalkan Ken yang mematung melihat sikapnya.
“Kenapa jadi sensi?” gumam Ken. Ia dengan berat hati pulang sendiri. Mungkin di rumah ia akan leluasa membicarakan masalah mereka. Lagian, dia tidak salah karena sudah mengingatkan istrinya empat kali.
***
TBC
Nah, kenapa dengan Aya? Apakah Ken berhasil membujuk Aya atau tidak? 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments