#KENAYA (Ken dan Aya)
#Part14
Seperti kata Ken kepada istrinya. Sebelum jingga di langit tersapu gelap, Aya sudah sampai di rumahnya. Ada yang berbeda. Bibirnya sudah melengkung ke bawah.
Kejadian di mall membuat ia malu sekaligus kesal. Pria itu membentaknya habis-habisan. Semua karena Maya, terpaksa dia membeli lingerie yang dia sendiri merasa malu memakainya.
“Assalamualaikum,” salamnya saat masuk. Ken yang sedang duduk di depan TV menoleh. Menangkap suara istrinya terdengar emas.
Tanpa aba-aba lagi, Aya merebahkan dirinya pada Ken. Membiarkan suaminya memainkan suarainya. Matanya terpejam. Berusaha melupakan kejadian memalukan itu.
Andai saja tidak berdebat dengan Maya, lingerie merah itu tidak akan mendarat mulus di wajah laki-laki yang bahkan ia tidak tahu namanya. Yang jelas laki-lak itu mengoceh dengan bahasa inggris. Hanya saat yang dipahami Aya ‘are you crazy?’ kewarasannya dipertanyakan gara-gara dalaman.
Ken membiarkan istrinya tenang. Matanya memutuskan untuk mengarah kepada TV. Tayangan di depannya tentang berita-berita. Sampai 15 menit telah berlalu istrinya memecahkan keheningan.
“Aku akan mandi. Apakah kamu sudah mandi, Ken?” tanyanya. Ken mengangguk. Ia sudah mandi setelah shalat tadi.
“Sebaiknya kamu mandi agar wajah suntukmu berubah menjadi cerah,” ujar Ken. Aya sontak mengendus baunya. Tidak terlalu asam.
“Baiklah.” Dia menyeret kakinya sambil membawa kantong belanjanya. Sampai ia hilang di akhir tangga.
“Kenapa dengannya?” gumam Ken. Klik—ken mematikan TV. Ia ke dapur untuk memasak. Sudah pasti istrinya akan membuatnya kelaparan jika menunggu sudah mandi.
Aya bukan mandi telalu lama. Akan tetapi, jika sudah badmood, ia akan malar bergerak. Berbaring dan memainkan ponselnya tanpa jeda.
Ken mencuci beberapa sayur dan memotongnya. Tentu saja ia mandiri karena Ken pernah tinggal sendiri. Orang tuanya pernah satu tahu keluar negeri mengurus kontrak kerja sama mereka.
Setelah selesai memotong sayur. Ken memasaknya dan beberapa sosis ia potong-potong kecil. Sepertinya ia akan membuat sosis kecap.
“Ken.” Ken yang memasak menoleh saat suara istrinya terdengar.
“Kemarilah,” panggil Ken. Masih dengan badan yang berjalan gontai Aya mendekat. Ia membiarkan Ken memeluknya. Barangkali guling bernyawanya dapat mengusir perasaan sakit saat dibentak-bentak.
Setelah merasa tenang, ia menarik diri dan membantu Ken memasak. Sesekali Ken menjahili Aya. Ia ingin mengembalikan mood Aya dengan gombalan-gombalan recehnya.
“Kalau masak berdua begini, bawaannya semangat karena bareng istri,” goda Ken. Aya menoleh dan menatap Ken tersenyum. Memamerkan deret giginya yang rapi.
“Aya malah kalau masak berdua sama Ken, bawaannya cuma mau liat Ken masak saja. Aku biar jadi kayak chef Juna,” ujarnya merusak suasana romantis Ken.
Tuk!
“Awwwwwww!” Percayalah Ken hanya memukulnya pelan. Aya sengaja berteriak kencang. Buktinya, dia terbahak-bahak setelahnya. Membuat Ken mendengkus.
“Awas, kena panci panas,” ujar Ken. Sepertinya sayurnya sudah masak. Ken suka sekali makan sayur. Kalau Aya? Dia tidak terlalu suka, tetapi Ken selalu memaksanya makan sayur.
Dia membantu suaminya menata makanan di atas meja. Lalu, ia duduk di dekat Ken. Menyajikan nasi dan lauk pauk lainnya yang telah ia masak.
Melihat Aya memililah sayur di pinggir piringnya. Ken menarik piring Aya. Dia memindahkan semua nasinya ke piring istrinya.
“Loh, Keeeeennnn,” rengeknya, “aku enggak suka makan sayur.” Ia protes diberikan banyak nasi bersama sayur di piring Ken. Sampai piring Ken ludes.
“Buka mulut kamu. Makannya sepiring berdua saja. Kamu kalau makan enggak boleh pisahin nasi sama sayur,” nasihat Ken. Aya membuka mulutnya. Mengunyah dengan cepat sampai pipinya mengembung.
Mereka akhirnya makan sepiring berdua. Supaya Nyonya tercinta makan sayur. Jangan banyak makan, tetapi tetap kurus-kurus saja.
***
Aya melipat sajadahnya, tanpa membuka mukenanya. Ken sendiri duduk di sofa kamar mereka membaca al-qur’an. Aya mulai melirik-lirik kantong belanjanya.
Bimbang antara harus memakainya dan tidak. Dia kehilangan ide memberi Ken kado. Biasanya ia akan mengajak Ken ke mana saja. Akan tetapi, Ken mengatakan tidak boleh ke mana-mana karena mendekati ujian.
Aya duduk di tepi kasur dan memandang Ken yang masih memakai baju kokoh dan sarung. Suara suaminya begitu merdu. Aya merasa beruntung memiliki Ken.
Lama menimang, ia memutuskan keluar kamar. Mengambil kotak kue. Bukan kue tart yang ia beli. Melainkan ia buat sendiri di rumahnya. Sebelum kembali, ia menyempatkan datang ke rumah orang tuanya dan membuat kue untuk Ken.
Angka 29 di sana dengan api kecil di atasnya. Aya tersenyum geli. Dipikir-pikir Ken seperti pedofil saja karena dia sendiri baru berusia 23 tahun.
Tap ... tap ... tap ... ia menaiki tangga. Berjalan ke kamarnya dan membuka tanpa suara pintu kamar mereka. Meski agak kesusahan karena membawa kue.
Ken masih tidak menyadari istrinya. Sampai Aya duduk bersimpuh di hadapannya. Tersenyum manis.
“Yaumul milad barakallah fii umrik, Suamiku,” ujar Aya tulus. Matanya menatap Ken begitu teduh. Memancarkan getaran di kalbu Ken.
Cup.
Ken mendaratkan kecupan di kening istrinya begitu lama. Ia hanya menduga dua hal tentang hari kelahirannya. Istrinya lupa atau memang merasa sudah tidak pantas diberikan ucapan seperti anak remaja.
“Tiup, dong, Ken. Tapi, make a wish dulu,” ujarnya. Ken membaca doa dan meniupnya. Lalu, Aya berdiri dan duduk di samping Ken.
“Yeyyyy Pak Kenan ulang tahun! Besok traktir!” ujarnya semangat. Ken sangat tahu kata ‘traktir’ menurut definisi istrinya.
Mereka menikmati kue buatan Aya. Seperti biasa, Ken memuji masakan istrinya. Walau sempat melontarkan pertanyaan dibeli atau dibuat karena rasanya enak dan takarannya pas.
“Aku enggak dapat kado?” tanya Ken kepada istrinya yang terlihat lahap makan kue. Aya tersedak kue. Kado langsung mengingatkannya tentang lingerienya.
“Uhukk ... uhukkk!” Ken menyodorkan air. Melihat pipi istrinya memerah, Ken mengangkat alisnya. Dia merasa tidak mengeluarkan kata vulgar, tetapi istrinya tampak merona.
“Ak—aku ada kado,” cicitnya. Apakah Ken pernah mengatakan istrinya sangat menggemaskan jika sedang malu-malu?
“Apa?” tanya Ken penasaran. Kado apa yang membuat istrinya terlihat malu-malu kucing.
“Lingerie,” lirihnya nyaris tidak terdengar jika saja telinga Ken tidak peka. Ken langsung berdiri.
“Ayo. Banyak enggak?” tanyanya antusiasi. Aya gelagapan melihat reaksi Ken begitu bersemangat. Dia pasrah menunjukkannya. Bukankah menyenangkan hati suami ia akan mendapatkan pahala?
***
TBC
Terima kasih jejaknya. 🙏💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Fitriyani
kq pedofil sih,23 itu udh usia dewasa donk...beda nya jg cm 6 th...🤦
2022-11-29
0