10

#KENAYA (Ken dan Aya)

#Part9

Sore ini Aya memutuskan ke rumah mertuanya. Ia sudah pamit kepada Ken. Dengan catatan ia harus pulang jika Ken menjemputnya karena dia ke sini menggunakan taksi. Mereka akan makan di luar.

“Bagaimana nikah sama Ken?” tanya Dewi kepada menantunya.

“Rasanya beda, Ma. Tiap malam ada yang peluk,” ujarnya membuat Dewi tersenyum lebar.

“Wah, guling bernyawa, dong, Kak,” celutuk Maya. Dia melihat Aya dengan tatapan menggoda.

“Hahaha iya. Guling bernyawa.” Ia terkikik geli sendiri menjadikan suaminya guling. Aya jadi ingin cepat-cepat malam karena kalau tidur siang, Ken tidak pernah pulang.

“Kakak ada rencana ngisi?” tanya Maya.

“Iya, rencananya balik dari sini mau isi sama Ken,” jawabnya polos. Dewi yang minum tersedak dengan penuturan menantunya. Maya sendiri seketika salting.

“Ehehe, ternyata rajin-rajin isi,” ujar Maya.

“Iya. Ken maunya malam ini di luar.” Suaminya mungkin bosan makan makanan rumahan karena masakan Aya benar-benar ala kadarnya. Jadi, mereka akan mengisi perutnya dengan makanan luar.

Maya semakin salting. Ia tidak menyangka Aya akan berterus terang. Bahkan mengatakan akan melakukannya di luar.

“Assalamualaikum,” salam Ken membuat ketiga wanita itu sontak menjawab salam Ken.

“Wa’alaikumsalam!” serentaknya.

Ken mengambil air di kulkas dan meneguknya. Ia melihat istrinya menatapnya dengan tatapan nelangsa.

“Ken, buruan. Sudah enggak sabar,” rengeknya.

Dewi dan Maya saling memandang. Mereka menggeleng kepala. Ini Aya atau Ken yang agresif, sih?

“Sabar. Capek baru pulang.” Ken pamit kepada Dewi dan juga Maya. Sampai mereka hilang tawa Dewi dan Maya meledak.

***

Ken membuka ponselnya. Ada email dari kantor masuk. Saat ia asyik mengecek email. Istrinya keluar dengan handuk melilit tubuhnya.

Jleb.

Ken meneguk ludahnya sendiri. Sesantai itu Aya berlalu lalang di hadapannya.

“Ken, kamu mau isi di mana?” tanyanya sambil mencari baju yang akan ia kenakan.

“I-isi?” Ken merasa seperti orang idiot sekarang. Salahkan pertanyaan Aya yang terasa ambigu. Mendadak tubuh Ken panas-dingin.

“Katanya mau makan di luar,” rutuk Aya. Apakah suaminya sudah pikun?

Ken lesu. Selalu saja harapannya pupus, “Kita makan di pinggir jalan saja. Mau?”

Aya langsung bersemangat. Makanan pinggir jalan tidak kalah enaknya dengan restoran bintang lima.

“Mauuuu!” serunya. Ia segera ke kamar mandi dan memakai bajunya. Masih untung ia memakainya di kamar mandi. Bisa-bisa Ken lepas kendali jika di depannya.

“Yuk,” ajak Aya. Dia sudah lengkap dan siap-siap makan.

“Eh, Ken, ini kayak kencan enggak, sih? Pas banget malam minggu,” tanyanya saat di perjalanan. Matanya sibuk menatap sekelilingnya.

“Anggap saja,” jawab Ken seadanya.

Mulut Aya tidak berhenti mengoceh sampai mereka tiba di tempat tujuannya. Aya tidak masalah jika awalnya mereka ingin ke restoran, tetapi suaminya mendadak mengajaknya makan di pinggir jalan.

“Baksonya 2, Pak,” ujar Ken. Dia dan Aya duduk sambil melihat sekelilingnya. Kebanyakan remaja yang dimabuk asmara.

“Aku cinta banget sama kamu.”

“Aku juga. Janji hidup semati.”

Ken dan Aya saling memandang. Mereka menatap horor pasangan di samping mereka.

“Jijik iki tih, Mis,” ejek Aya.

“Ush, enggak boleh ngomog begitu,” tegur Ken. Hak mereka mau bucin.

“Ini baksonya.” Akhirnya bakso pesanan mereka datang. Dengan cepat Aya mengambil saus dan menaburinya banyak. Ken menahan tangan istrinya.

“Nanti sakit perut. Ingat kamu punya maag dan belum makan nasi. Nanti perut kamu kaget,” larang Ken.

Aya menyimpan botol saus, “Makan tampa lombok rasanya enggak nendang, Ken.” Ia terpaksa mengalah karena masih ingat buat nurut kata suami.

“Alhamdulillah!” Aya lega setelah menghabiskan dua mangkuk bakso. Perut karetnya tidak cukup satu mangkuk.

Ken selalu heran dengan nafsu makan Aya begitu tinggi, tetapi tetap saja kurus. Apakah istrinya cacingan?

***

“Terus kita mau ke mana lagi?” tanya Ken kepada istrinya. Mereka baru saja mampir di pasar malam.

“Pulang saja,” lirih Aya. Mendadak perutnya sakit. Ia tidak mengatakan kepada Ken.

“Ya sudah,” putus Ken. Ia meraih tangan Aya dan membawanya ke parkiran. Di perjalanan tidak biasanya istrinya diam.

Aya langsung masuk ke dalam rumahnya. Berjalan cepat ke kamar dan membanting dirinya di atas kasur.

“Huweeee sakitt,” rengeknya. Tubuhnya meringkuk seperti bayi.

Ken masuk dan membawa belanjaan mereka. Melihat Aya meringkuk, Ken mendekat.

“Kamu kenapa?” tanya. Ia duduk di tepi kasur.

Aya menoleh dengan mata yang sudah sembap, “Sakit.” Ken menghela napas.

“Yang mana sakit?” tanya Ken mencoba sabar menghadapi istri bocahnya.

“Perut aku Ken. Ini karena kamu doain aku yang jelek-jelek,” gerutunya. Ken menatap datar istrinya.

“Ini karena kamu yang ngeyel dibilangin,” ujar Ken sambil menarik pipi Aya.

“Awww KDRT!” jerit Aya. Ia memukul tangan suaminya. Lalu, merengek sakit kembali.

Ken berdiri dan memeriksa laci nakasnya. Mengambil minyak kayu putih. Ken menggaruk tengkuknya tidak gatal.

“Kamu bisa sendiri ‘kan gosokin perut kamu minyak kayu putih?” tanya Ken dibalas gelengan Aya.

“Biasanya kalau sakit perut gini Mama gosokin perut sama punggung aku,” lirihnya. Sesekali meringis.

Ken memejamkan mata. Cobaan apa ini? Sampai sekarang ia belum mendapat haknya yang sesungguhnya. Hak ala Aya sudah ia dapatkan.

***

TBC

Terpopuler

Comments

Maryana Fiqa

Maryana Fiqa

sabar ya babang Ken...ayanya terlalu polos 😄😄😄

2021-12-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!