"Jangan hanya siap di mulut. Harus di buktikan dengan tindakan." Becca mengoceh dengan ekspresi yang kesal.
"Iya, Honey. Aku janji," kata Leon sambil memeluk tubuh Becca dari belakang.
"Lepas dulu, Mas. Aku mau ke kamar mandi."
"Ikut."
"Mau ikut buang air kecil?" tanya Becca sambil tersenyum menggoda.
"Ah, tidak jadi," kata Leon. Ia langsung buru-buru naik ke atas tempat tidur.
Becca hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Leon. Suaminya itu terkadang ajaib, tapi terkadang juga menyebalkan.
Beberapa menit kemudian, Becca sudah selesai membuang hajatnya.
"Kok lama? Padahal cuma buang air kecil. Jangan-jangan kamu semedi di dalam, ya?"
Bukannya menjawab, Becca malah merebahkan tubuhnya di samping Leon.
"Kamu sudah kabarin Mbak Arini atau belum? Jangan sampai dia merasa tersisih," kata Becca dengan mata yang menatap lurus ke lampu gantung berwarna emas.
"Kamu tidak cemburu?"
"Tidak."
"Tapi mengapa kemarin melarang aku mampir ke apartemen Arini?"
Becca memutar bola matanya. Ia tampak berfikir. "Kapan?" tanyanya. Jujur ia lupa kapan pernah melarang Leon menemui Arini.
"Waktu aku mau ke supermarket beli kaus kaki."
Tapi tidak apa-apa, kamu larang aku menemui Arini, aku malah bertemu Calina. Batin Leon sambil tersenyum kecil. Untung saja Becca masih menatap lampu gantung yang tidak menyala, jadi istrinya itu tidak melihat ia tengah senyum-senyum sendiri.
"Oh... Itu. Waktu itu kan kita baru beberapa hari menikah. Jadwal kamu masih di rumah aku. Kan perjanjian kita, kalau kamu sedang di rumah aku, tidak boleh diam-diam menemui Mbak Arini di apartemennya. Dan sebaliknya, kalau kamu sedang di apartemen Mbak Arini, kamu tidak boleh diam-diam ke rumah aku. Harus sportif," kata Becca panjang lebar.
Mereka bertiga memang telah sepakat tentang jadwal tersebut. Ralat. Lebih tepatnya yang sepakat hanya mereka berdua saja. Karena sampai sekarang Arini masih diam dan tidak memberikan tanggapan apapun.
Tapi kalau di lihat, sih, pasti Arini setuju. Dia kan perempuan kuat dan legowo.
"Aku sangat ingin anak laki-laki. Kira-kira kapan ya kita punya anak?" gumam Leon sambil menatap istrinya.
Becca menoleh ke arah Leon. Alisnya terangkat satu. "Kapan kata kamu? Kita aja baru buat beberapa kali."
"O... Jadi kamu ngode aku?"
Leon langsung menindih tubuh Becca, lalu menghisap bibir merah Becca dalam-dalam.
Becca yang mendapat serangan dadakan merasa kaget, hampir saja jantungnya copot.
Kelakuan Leon semakin ganas membuat Becca kewalahan. Ia hanya membalas seperlunya saja.
***
"Mama?"
Arini kaget ketika tiba-tiba kedua mertuanya mengunjunginya di apartemen. Pasalnya, keduanya tidak ada mengatakan apa-apa sebelum ini. Tiba-tiba saja keduanya sudah berdiri di depan pintu apartemen Arini sambil menjinjing paper bag.
"Masuk, Ma, Pa." Arini mempersilahkan keduanya masuk setelah sebelumnya sudah mencium kedua tangan mereka.
"Leon mana?" tanya ibu mertuanya sambil celingak-celinguk ke sekeliling ruangan.
"Honey moon ke Turki, Ma," kata Arini sambil tersenyum manis. Sekarang ia sudah mati rasa tentang Leon. Mau apa pun yang di lakukan Leon, ia tak perduli. Termasuk berita yang sedang trending beberapa hari ini.
Raut wajah ayah dan ibu mertuanya langsung berubah. "Kok tidak ada memberi tahu kami?" gumam ayah mertuanya. Lebih tepatnya itu adalah gumaman untuk diri sendiri.
"Dari awal Mama tidak setuju dengan pernikahan kedua Leon. Tapi apa boleh buat, Mama dan Papa tidak bisa berbuat banyak. Leon tetap bisa menikah meski tanpa restu kami berdua."
Mutiara-- sang ibu mertua yang baik hati merangkul bahu Arini sambil menepuk pelan punggung menantunya itu. "Kamu yang ikhlas ya, Rini. Insha Allah surga adalah balasan untukmu."
"Iya, Ma."
"Kapan mereka pergi?" tanya Malvin-- ayah mertua Arini.
Tiga hari yang lalu. Rini yang ngantar mereka, Pa.
"Tiga hari yang lalu, Pa," jawab Arini sambil tersenyum lebar dengan wajah tenangnya.
"Mama bawa salad, nih. Beli di restoran langganan kita." Mutiara menyerahkan kepada Arini paper bag tadi ia bawa.
"Wahh... Asyik. Rini sudah lama tidak makan salad ini."
"Makan lah, Rin," kata Mutiara saat melihat betapa antusiasnya Arini menerima oleh-oleh darinya.
"Aku ambil piring dulu ya, Ma."
Tak lama Arini telah kembali lagi dengan membawa tiga piring dan sendok. Ia membaginya menjadi tiga bagian karena mertuanya hanya membawa dua porsi saja.
Mereka lalu menyantap salad dengan di selingi beberapa obrolan ringan.
"Mama sama Papa kapan pulang dari Korea? Kok tidak mengabarin Rini?" tanya Arini.
"Kemarin, Rin. Sengaja mau ngasih surprise buat kamu," jawab Mutiara.
Malvin sendiri adalah seorang duta besar Indonesia untuk Korea Selatan.
Sedari tadi hanya Arini dan Mutiara saja yang terlibat obrolan, sedangkan Marvin lebih banyak diam, karena memang dirinya sedikit pendiam. Dan baru akan berbicara saat penting saja.
"Leon tau Mama Papa pulang kampung?" tanya Arini lagi.
"Tidak tahu, karena Mama dan Papa sengaja tidak memberi Tahu siapa pun," jawab Mutiara lagi.
Setelah selesai makan, ketiganya kembali terlibat obrolan.
"Kamu yakin sanggup di madu, Rin? Kalau tidak sanggup, katakan sejujurnya pada Leon! Jangan kau pendam sendiri perasaanmu," kata Mutiara dengan tatapan sayang seorang ibu.
"Rini sanggup, Ma. Rini sudah berfikir baik-baik," kata Arini tegas. Tak lupa sebuah senyum manis terukir di bibirnya.
Walaupun sosok Mutiara adalah seorang ibu mertua, akan tetapi ia sangat menyayangi Arini seperti anak kandungnya sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi itu adalah, kedua anaknya laki-laki. Dan adik Leon belum menikah, jadi Arinilah menantu pertamanya.
Tapi di balik itu semua, sosok Mutiara memang sangat penuh kasih sayang kepada siapapun.
"Kamu hebat, wanita kuat." Lagi-lagi Mutiara memuji kelapangan dada Arini.
"Istri keduanya Leon kerja apa, Rin?" tanya Malvin yang sedari tadi lebih banyak diam.
"Manajer di kantor yang sama dengan Leon, Pa," jawab Arini dan di angguki oleh kedua mertuanya.
Leon memang belum memperkenalkan Becca kepada orang tuanya. Karena pernikahan merekapun sangat mendadak, jadi belum ada waktu yang tepat untuk itu.
Mungkin sepulang dari honey moon nanti ia akan memperkenalkan istri keduanya kepada ayah dan ibunya.
"Mama masih pingin di sini lama, tapi kami harus pulang. Ada pekerjaan yang menanti," sesal Mutiara sambil melihat jam di ponselnya.
"Hati-hati, Ma, Pa. Terimakasih sudah membawa oleh-oleh kesukaan Rini," kata Arini sambil tersenyum lebar sekali.
"Iya, sayang." Mutiara memeluk dan mencium kedua pipi Arini dengan penuh kasih sayang, sementara Malvin hanya menepuk bahu Arini pelan.
Keduanya lalu pulang meninggalkan Arini sendirian.
Sepeninggal keduanya, Arini merasa kekosongan hati. Kehadiran Mutiara dan Malvin membuat hatinya menghangat, tapi sekarang keduanya sudah pergi.
Arini kembali kesepian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
Hai Thor! Salken! Aku mampir, mari saling dukung!
2021-02-16
1