Bab 4.

Sintya kemudian pergi menuju kamarnya dan di ikuti oleh adiknya Radit.

"nak kamu tidak usah hiraukan kata-kata adikmu itu ya, dia memang begitu karna dia belum mengerti arti kehidupan yang sebenarnya." ucap sang Ayah

"tidak masalah pa." jawab Lisa datar, karna sebenarnya ia pun tak ingin datang ketempat seperti ini, kalau bukan karna pesan dari Ibunya yang telah tiada. ia lebih memilih tinggal di Desa tempat kelahiranya yang masih asri dan alami, tempat yang sejuk, hijau dan jauh dari polusi, apa lagi kejahatan.

"lalu Dimana Ibu mu nak? mengapa tidak ikut bersamamu?" tanya sang Ayah

lama Lisa terdiam sebelum ia menjawabnya.

"Ibu sudah meninggal pa, 4 hari yang lalu." jawab Lisa menundukan kepalanya.

"apa???." sang Ayah sangat terkejut mendengar hal itu, dan mendadak jantungnya terasa sakit, kemudian ia duduk sambil memegangi jantungnya.

Lisa yang melihat Ayahnya seperti itu hanya diam tertegun, karna di dalam hatinya ia masih membenci ayahnya itu karna telah meninggalkan ibunya dan membesarkan anaknya seorang diri, laki laki yang sungguh kejam bagi Lisa.

"pa, papa tidak apa apa kan." teriak Bu Dewi menghampiri dan duduk disamping suaminya.

"papa tidak apa apa ma, hanya saja papa merasa sangat bersalah kepada Yuni, karna selama ini ,hingga 19 tahun ini lamanya papa tidak pernah bisa menemuinya. dan kini selamanya papa tidak akan pernah bisa menemuinya ma." ucap Pak Hadi dengan air matanya yang perlahan terjatuh.

"maafkan papa nak, karna papa telah menelantarkan mu dan Ibumu selama ini. tapi percaya lah nak. papa selama ini sudah menyebar orang untuk mencari keberadaan kalian, namun hasilnya nihil dan semua sia sia saja." tangis pak Hadi mulai pecah di sertai dengan nafasnya yang semakin terputus-putus.

Lisa pun tak mampu berkata kata lagi, ingatan nya semua kembali kepada almarhum ibunya.

andai saja ibu masih ada, dan dari awal memberitahukan tentang keberadaan ayah, mungkin kita masih bisa berkumpul bersama saat ini Bu. batin Lisa.

"mang Ujang tolong antarkan Tuan kekamarnya ya." perintah Bu Dewi kepada salah seorang tukang kebun nya.

"baik Nyonya." tukang kebun tersebut kemudian menggandeng majikanya menuju kamarnya.

"mari nak kita masuk dulu." ajak Bu Dewi seraya menuntun Lisa untuk menuju ruang tengah.

"Bik Atun tolong secepatnya bersihkan kamar yang berada di samping kamarnya Sintya ya Bik." perintah Bu Dewi.

"baik Nyonya." jawab seorang pembantu tersebut kemudian ia mulai bergegas menuju kamar yang di tunjuk oleh majikanya itu.

sementara Lisa sedang duduk di ruang tengah seraya memandangi seluruh isi ruangan yang sangat luas itu. ia nampak takjup meliahat peralatan dan barang-barang mewah yang berada di ruangan tersebut. di bagian dinding depan terpampang sebuah foto pernikahan Ayah dan Ibu tirinya. beberapa foto Sintya dan Radit ketika masih kecil hingga sudah seusia sekarang ini. kemudian matanya tertuju pada sebuah foto pasangan suami istri yang nampak sudah lama, warnaya pudar dan kekuningan,

siapa dia? desis Lisa dalam hati.

melihat Lisa yang sedang memandangi foto tersebut, Bu Dewi kemudian menjelaskan.

"itu adalah foto orang tua dari Ayahmu nak, mereka adalah eyang mu." ucap Bu Dewi seketika.

Lisa hanya terdiam dan melanjutkan penjelajahan mata nya di ruangan tersebut

"Nyonya kamarnya sudah siap." teriak Bik Atun dari arah lantai 2.

" mari nak kita menuju kamar mu." ajak Bu Dewi yang kemudian menuntun Lisa kekamarnya.

"Bik tolong bawakan barang-barangnya ya Bik." perintah Bu Dewi.

"baik Nyonya." jawab seorang pembantu tersebut dan mengikuti di belakangnya.

"ini kamar mu nak, maafkan apa bila kamu kurang suka, nanti pelan- pelan kita buat kamar mu senyaman mungkin ya nak." ucap Bu Dewi.

"tidak ma, ini saja sudah sangat bagus, Lisa sangat suka kok ma." jawab Lisa meyakinkan.

" baik lah nak, kalau begitu kamu silahkan istirahat dulu, kamar mandinya ada di dalam ya, dan jika nanti kamu ada perlu apa, kamu bisa panggil Bik Atun atau Bik Inah ya." jelas Bu Dewi.

"baik ma." jawab lisa,

kemudian Bu Dewi meninggalkanya, saat Bu Dewi berjalan meninggalkan kamar Lisa, ia melewati kamar putrinya yaitu Sintya, di bukanya sebuah pintu kamar Sintya, tampak Sintya sedang tertidur pulas di atas Ranjangnya. Bu Dewi kemudian menutupnya kembali.

kemana Radit? tanya nya dalam hati.

Bu Dewi kemudian menuju lantai 3, ternyata ia melihat putranya sedang memegangi sebuah laptop di pangkuan nya.

"sedang apa kamu nak? tanya sang Ibu,

"ah tidak ada ma, mama ngagetin aja." cetus Radit.

"ma sampai kapan anak desa itu di rumah kita ma?" tanya Radit

" kok kamu ngomongnya begitu sih, ya dia selamanya akan tinggal bersama kita nak, sampai ia menemukan jodohnya dan menikah nanti." jelas sang Ibu.

"memangnya ada orang yang mau dengan orang seperti dia ma, lihat saja penampilanya itu, benar juga kata kak Sintya, kita bisa malu sama teman- teman kita kalau punya saudara orang desa seperti dia itu ma." jelas Radit.

"malu? untuk apa? dia juga manusia sama seperti kita, kamu tidak boleh sombong dengan apa yang kamu miliki saat ini nak, karna Tuhan kapan saja bisa mengambilnya dari kita, dan bahkan kita bisa menjadi lebih buruk dari itu. kalau bukan tinggal bersama kita, lalu mau tinggal dimana dia nak? coba kamu bayangkan jika kakak mu Sintya yang ada di dalam posisi kak Lisa, apa yang kamu rasakan? apakah akan membiarkanya tinggal di desa seorang diri tanpa sanak saudaranya? kamu sudah besar nak. dan pikirkan itu baik-baik." jelas sang Ibu panjang lebar,

Radit tak menjawab, ia tampak termenung mendengar ucapan sang Ibu,

Bu Dewi kemudian pergi meninggalkan Radit.

Sementara di dalam kamar, Lisa masih memutar mutar pandanganya menikmati keindahan kamar itu, dinding kamar yang berwarna putih bersih, di lengkapi dengan Ac, tv, dvd, dan lainya, begitu juga ranjangnya yang terasa sangat empuk.

ya tuhan kira kira berapa harga semua barang-barang ini , ternyata enak juga jadi orang kaya. desisnya dalam hati.

setelah berbaring beberapa saat untuk mengurangi lelah selama perjalanan nya, Lisa kemudian menuju kamar mandi.

wahh kamar mandinya bersih sekali, dan juga sangat luas, banyak tombolnya pula. Lisa masih terheran heran melihat jenis kamar mandi yang belum ia lihat sebelmnya, bahkan tak pernah terbayang sekali pun.

Lisa kemudian menekan tombol untuk air hangat, kemudian keluar lah air hangat pada keran tersebut.

wah airnya kok bisa langsung panas begini ya, aku jadi tidak perlu repot lagi memasak air hangat untuk mandi. ucapnya lagi dalam hati, ia sangat senang menikmati permandian nya saat itu.

Terpopuler

Comments

Yuni Verro

Yuni Verro

lucu lisanya tp saudaranya. kayak bocah fikiran. anak manja

2023-05-06

0

Ary Prasetyo

Ary Prasetyo

semoga ibu tirinya selalu baik

2021-11-02

0

Tutun Imam

Tutun Imam

mudah mudahan ibu tirinya bukan lagi sandiwara ya thor

2021-05-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!