Villain

Villain

Dream

“Doorr”

Itu adalah suara peluru kesekian yang terdengar malam ini dimana semua terasa sangat mencekam. Suara berisik yang berada di bawah bukannya membuat ramai dan tenang tetapi malah terkesan sangat menakutkan. Itulah yang di rasakan Laura, gadis kecil berusia 5 tahun itu kini berada di gendongan ibunya. Mereka berlari dari lantai satu ke lantai 3 tempat dimana kamar tamu berada.

Rumah yang luas itu diharapkan mampu untuk menyembunyikan keduanya yang tersisa karena selain mereka berdua sudah tidak ada lagi. Bahkan pembantu telah meninggal dunia beberapa menit yang lalu, termasuk pemilik sekaligus kepala keluarga ini, ayah Laura sendiri.

“Mama kita mau kemana ?.” Gadis kecil yang tak lain adalah Laura menangis sesenggukan, suaranya hampir tak terdengar dan lelehan air matanya kian deras, ia melihat sendiri tadi ayahnya mati di depan matanya saat ia tengah bersembunyi dengan sang ibu.

“Laura sayang, putri mama yang cantik sekarang kau bersembunyi disini, jangan bergerak dan jangan bersuara. Kalau mama bilang keluar nanti Laura keluar tapi kalau mama tidak mengatakan apapun tandanya Laura jangan keluar dulu, faham ?.”

Gadis kecil itu mengangguk dan masuk ke bawah tempat tidur, ia gemetar dan menuruti apa kata mamanya. Tiba-tiba terdengar suara dan Langkah kaki mendekat, Laura ketakutan setengah mati begitu juga mamanya yang tak bisa ikut bersembunyi karena bawah Kasur terlalu sempit, hanya muat untuk Laura saja.

“Pergi kalian dari rumahku atau_.”

“Doorr.” Suara tembakan itu mengakhiri kata yang tak mampu diselesaikan oleh mama, pupil mata Laura bergetar hebat saat bertatapan dengan mama yang tumbang dan berceceran darah.

“Mamaaaaaa.”

Laura beranjak dari tempat tidur, peluh membasahi kening dan suara teriakan membangunkan yang lain. Ia di salahkan karena teriak tengah malam dan di saat itu ia menyadari bahwa tadi itu hanya mimpi yang ia alami untuk kesekian kalinya.

“Laura kau mimpi itu lagi ?.” Cassie beranjak dan melangkah ke tempat tidur Laura, selama tinggal di anti asuhan mereka sahabat dekat dan sudah menganggap seperti saudara sendiri meskipun Cassie lebih muda beberapa tahun tapi dia adalah teman yang bisa diajak bicara dengan baik.

“iya dan aku sudah muak dengan mimpi itu, aku bahkan tidak ingat wajah mama dan papa lagi dan aku bahkan sudah lupa bagaimana kasih sayang mereka, tapi mimpi itu tidak membiarkanku hidup tenang barang sehari saja, aku benar-benar sudah lelah Cassie.”

“Tenanglah ini Singapura dan rumah lamamu Indonesia sangatlah jauh, lupakan masa lalu, mimpi hanya bunga tidur.”

“Tapia pa yang ku alami terasa sangat nyata, tapi wajah-wajah itu yang entah mengapa tidak bisa kuingat. Aku ingin melupakan tapi setiap kali tidur mimpi buruk itu selalu datang, maafkan aku “

“Sudah ayo tidur Kembali, berdoalah dulu sebelum tidur.”

Laura terlalu sulit untuk Kembali tidur, ia menatap keatas sambil membayangkan bagaimana wajah kedua orangtuanya, ia rindu sekali bahkan terkadang saat melihat anak lain yang bermain dengan orangtuanya membuat iri.

Mau dikata apa, seburuk apapun kehidupan ia tidak bisa membencinya meskipun ingin. Lama-lama Laura Kembali terlelap dalam tidurnya dan tidak memimpikan hal yang sama.

Hari selasa adalah hari yang kuang menyenangkan untuk Laura, pasalnya ini jadwal untuk berbelanja bahan makanan . Ia senang jika ke pasar tapi yang membuatnya keberatan adalah banyaknya bahan yang harus ia beli untuk seluruh anak panti asuhan.

Dulu pekerjaan ini di lakukan oleh pembantu yang dipekerjakan tapi setelah panti tidak mempunyai pendonor dana maka semua tugas dilimpahkan ke anak panti dari mulai belanja hingga masak secara bergantian.

“Kalau aku tidak harus melakukan ini pasti hariku akan sangat baik.” Ia bergumam dalam hati dan tersenyum miris, soalnya ia tau sendiri bahwa itu tidak akan mungkin terjadi.

“Ah ssstttt.”

Laura menghentikan Langkah kakinya, ia mendengar suara seseorang yang berdesis seperti sedang kesakitan, suara itu ia coba dengar baik-baik dan ikuti kemana arahnya.

“Aku sepertinya mendengar disekitar sini.” Laura terus berjalan mendekat, rasa penasaran dan juga takut menjadi satu, tapi rasa penasarannya lebih kuat, mendorong ia untuk segera ingin tau apa yang tadi didengarnya.

“Kau..tolong aku.”

“Ya ampun.” Seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk dengan posisi bersandar pada tembok, tubuhnya penuh dengan bekas lupa dan jangan lupakan bajunya yang penuh darah.

“Tuan kau terluka sangat parah, bagaimana cara aku membawamu ke rumah sakit?.”

Lama tak menjawab lelaki itu mencoba untuk tetap terjaga meski sulit membuka mulutnya. “Bawa aku pergi, a-ada orang yang mengejar ku sekarang.”

Laura sama sekali tak mengerti maksud lelaki paruh baya tersebut, tapi melihat kondisinya tentu tidak mungkin lelaki itu mencederai tubuhnya sendiri. Laura Kembali mendengar suara, tapi kali ini tak hanya dari satu orang, terdengar Langkah kakinya sepertinya berjumlah 3 atau lebih. Mungkin mereka adalah orang yang mencari lelaki tua didepannya.

Ada sebuah terpal yang sudah di buang dan segera ia menutupi tubuh lelaki tua itu dengan terpal yang beberapa sisinya berlubang tapi masih bisa di gunakan di situasi darurat seperti ini.

“Hai nona apa kau melihat seorang lelaki yang lewat sini, dia berdarah dan terluka kami ingin mengantarnya ke rumah sakit.”

Laura berfikir keras, jika memang lelaki tua yang berbicara dengannya tadi ingin diantar ke rumah sakit, lalu mengapa lelaki itu kabur dan mengapa mereka Laura merasa ragu. Manakah yang harus ia percayai ? apakah benar orang dengan setelan jas hitam atau lelaki tua dengan darah yang membalut lukanya.

“Aku-aku tidak tau mungkin yang kalian cari tidak lewat sini.” Laura berbohong, ia lebih memilih untuk mempercayai lelaki tua tersebut, entah mengapa Laura merasa yakin bahwa lelaki tua yang tidak jelas asal usul dan Namanya tersebut lebih bisa dipercaya.

“Baiklah kalau begitu.”

Mereka pergi, Laura menghembuskan nafas lega karena ia merasa seperti main kejar-kejaran dengan penjahat seperti yang ada di tv. Lelaki tua itu ia lupa bahwa masih tertutup terpal dan saat dibuka sudah memejamkan mata, Laura takut jika orang itu meninggal.

“Hei tuan sadarlah mereka sudah pergi, tuan ? gawat apa dia sudah meninggal ? bagaimana kalau orang-orang mengira aku membunuhnya ?.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!