kerja di beberapa proyek yang perusahaanku geluti. Seperti biasa tidak ada basa basi berlebih, mencapai kata sepakat atas sebuah tender menjadi akhir persamuan siang ini.
Berjabat tangan mengakhiri dan pergi hanya itu dalam hati yang paling dalam ingin memiliki sosok tambatan hati tapi sayang, peristiwa Valentine itu membuatku mengubur semua itu.
“Vin, nanti kembali kekantor dengan Pak Wawan ya...” pintaku lebih tepatnya perintah. “Baik Bu eh Mbak” Vina sering bingung memanggil karena usia kami hampir berdekatan tak beda jauh.
“Nanti jika Pak Rangga mencariku, bilang saja saya ke outlet kita di Mall” sekalian membeli beberapa kebutuhanku, “Baik, Mbak” Vina dan kami berpisah.
Sudah menjadi kebiasaan karena sebuah tuntutan hidup, tanpa Saudara untuk lebih mandiri dengan atau tanpa kendaraan pribadi bisa memfasilitasi diri, hingga kini bisa menikmati fasilitas kantor ataupun milikku sendiri tanpa ketergantungan dengan orang lain meski tanpa driver.
Sampailah aku disebuah tempat yang luas yang biasa dikatakan pusat perbelanjaan dengan menggunakan span dengan hem yang kulinting ke atas lebih santai saja jas kulebih dimobilku. Sesaat sudah didalam tanpa basa basi mencari yang menjadi tujuan menyelesaikannya dan segera pulang.
Dalam perjalanan Bik Sum yang beberapa bulan ini menjadi asisten rumah tangga meneleponku, meminta segera pulang Bapak tiba – tiba tak sadarkan diri, karena Bapak juga sudah tua dan juga kurang kusadari kebersamaan kami semakin terbatas semenjak kesibukanku akhir – akhir ini, boleh dikatakan kurang perhatian dengan semangat 45 menginjak pedal gas dan sahabatnya sampai mengantarkanku pulang, segera mencari seseorang yang sangat kusayangi itu.
“Nak, Bapak sudah siuman, tapi apa tidak sebaiknya dibawa ke Rumah Sakit” Bik Sum.
“Baik Bik, kita ke Rumah Sakit saja sekarang” jawabku.
Memasuki sebuah ruangan yang menjadi kamar Bapak “Pak, Bapak periksa ya...” pintaku “Bapak baik – baik saja Nak” Bapak menjawab tapi lemah “hanya memastikan saja” jelasku “mari Pak” ajakanku selanjutnya.
... Two hours leter...
Menanti proses pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pihak medis dalam ruangan disebuah rumah sakit swasta yang mungkin salah bahkan juga benar disitu lebih baik perawatannya asalkan ada uang yang sepadan.
Pertemuan pertama dengan sosok dokter yang menangani “mari keruangan saya” dokter itu berkata dengan ramah padaku “baik Dok” jawabku dengan mengekor.
“silahkan duduk” instruksi dokter muda itu, tak lagi menjawab hanya anggukan dan menghentakkan berlahan pinggangku untuk duduk dan mulai mendengarkan kenapa mengapa sampai terjadi Bapak tak sadarkan diri, jujur perasaanku sangat sedih menerima kenyataan ini, penyesalan pasti ada atas dasar rasa sayang juga cinta karena hanya dia yang kupunya. Setelah semua aku mengerti akupun mohon undur diri dari ruangan dokter itu “Baik terima kasih Dokter” akhir dari jawaban atas percakapan kami.
“Sama – sama, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya” Dokter dengan wajah sarkasiknya “Mungkin Dokter, tapi.. saya lupa” jawabku “hem” dokter itu seakan akan mengingat sesuatu “Acara Rangga, Ia acaranya Rangga” dokter itu nampak semangat menjelaskan ingatannya.
“Iyakah dokter? Maaf saya lupa “timpaku sembari berdiri dan memilih beranjak pergi” sekarang, perkenalkan nama saya “dengan menyulurkan tangan dokter itu mengawali perkenalan kami “Herdian Bramantyo biasa disapa Herdian atau Herdi saja” tegasbta saat tangan tlah berkaitan tak ingin menjawabnya hanya berlalu “Permisi Dokter Herdi, saya mohon pamit” hanya itu sombong sekali, sok dan lain-lain. Mungkin itu yang terlintas di benak kalian, bukan tidak ada ketertarikan melainkan menjaga hati agar tak tertawakan bahkan cinta yang menyakitkan jujur mana ada sosok wanita bisa sendiri jauh dari lubuk hatiku rindu rasaku yang dulu mempunyai tambatan hati tapi tidak mungkin belenggu valentine itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Download
Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Comments