Farhan terlihat begitu lelah setelah seharian kuliah. Kini dia harus Kembali ke ponpes untuk mengajar tahsin santri-santri. Tiba di ponpes tepat sudah masuk waktu asar. Farhan segera mengambil air wudhu dan masuk ke masjid milik ponpes untuk mengumandangkan adzan. Masjid An-Nur Pondok Pesantren R*** terletak di pinggir jalan besar, sedangkan lokasi pondok berada di belakang masjid. Sehingga, masyarakat sekitar ataupun musyafir banyak yang mengikuti sholat jama’ah di sana.
...“Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar...
...Asyhadu alla illaha illah.. Asyhadu alla illaha illallah...
...Asyhadu anna muhammadarrosulullah… Asyhadu anna muhammadarrosulullah...
...Hayya ‘alassholah… Hayya ‘alassholah...
...Hayya ‘alal falah… Hayya ‘alal falah...
...Allahu Akbar… Allahu Akbar...
...La illa ha illallah”...
“Hai guys denger, ustadz Farhan adzan.” teriak salah satu santriwati kelas XII.
“Duh.. ademnya kalau ustadz Farhan yang adzan ya. Udah bagus suaranya, ganteng lagi.” sahut santriwati lainnya.
“Aduh.. Calon suami idaman.” tambah santriwati yang lain.
“Sudah-sudah, kalian ini apa-apaan sih. Ustadz Farhan adzan saja heboh. Bagaimana kalau mendengar ustadz Farhan akan menikah, mesti lebih heboh lagi.” kata Nadia, salah satu ustadzah di Ponpes R***.
“Jangan dong, kan ustadz nunggu saya lulus dulu.” seru salah satu santriwati dan disambut sorak teman-teman sekelasnya.
“Sekarang waktunya sholat, saya tutup pelajaran hari ini. Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh” pamit Nadia kepada santri-santriya sambil menggelengkan kepala melihat tingkah laku santriwati jaman now yang sudah tidak ada rasa malunya ketika membahas lawan jenis.
“Wa’alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatuh” jawab para santriwati serempak.
***
Setelah selesai adzan Farhan pun bersholawat “Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad” dilanjutkan berdo’a “Allohumma robba haaddzihidda’watittammaah wassholaatilqooimah aatii muhammadanil washiilata walfadhiilah wab ‘atshuu maqomammahmuudanilladzi wa’adtah.”
“Alhamdulillah.. Allah masih memberikan kesempatan untuk ana mengumandangkan adzan sehingga ana masih diberi kesempatan untuk mendapatkan pahala seorang mu’adzin.” Farhan bersyukur di dalam hati.
Sambil menunggu iqomah Farhan menyempakan diri dengan membaca Al-Qur’an. Prinsip hidup Farhan, tiada hari tanpa membaca Al-Qur’an. Dia memiliki target harus membaca minimal 4 juz dalam 1 hari. Dia berharap amalan membaca Al-Qur’an ini akan menjadi salah satu jalan menuju Jannah. Iqomah pun sudah terdengar. Farhan menutup Al-Qur’annya dan segera menuju shof sholat.
“Ustadz Farhan!”, panggil 3 orang santriwatinya.
Farhan yang merasa Namanya dipanggil segera menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara. Didapatinya 3 orang santriwati yang berjalan menghampiri Farhan dengan saling menyikut. Mereka terlihat seperti malu-malu tapi nekat. Hehehehe…
“Ada apa kalian memanggil Ustadz?” Farhan sebenarnya tidak nyaman berbicara dengan ketiga santriwatinya, karena usia mereka tidak terpaut jauh, hanya selisih 2 tahun.
“Emmm anu Ustadz, eee..ee…” Mereka tampak ragu-ragu menjawab. Entah malu atau takut.
“Apa yang kalian sembunyikan di belakang tangan kalian?” tanya Farhan penasaran.
“Ini Ustadz, untuk Ustadz Farhan.” Ketiga santriwatinya memberikan bingkisan untuk Farhan yang dibungkus indah dengan kertas kado. Sekarang Farham paham maksud para santrinya.
Farhan pun menerima hadiah dari para santriwatinya. Mereka senang karena Ustadz idolanya menerima pemberian mereka. Farhan membuka satu persatu hadiah itu di depan mereka. Farhan hanya tersenyum melihat hadiah yang mereka berikan. Ada jam tangan, baju koko, dan buku. Satu hadiah yang membuat mata Farhan mengernyit. Sebuah buku dengan judul “Jadikan Aku Istrimu, Ustadz!”.
“Siapa yang memberikan ini untuk ustadz?” tanya Farhan penasaran.
Mila yang merasa kedua temannya menoleh kepadanya akhirnya mengakui bahwa buku itu pemberiannya. Mila mengutarakan kekagumannya kepada Farhan. Dia mengatakan Farhan itu ganteng, sholeh, penyabar, humoris, mandiri, suaranya merdu, dan tipe suami idaman.
Farhan hanya terkekeh mendengar pengakuan Mila yang awalnya malu kini dia begitu merani mengungkapkan kekagumannya kepada Farhan. Karena tidak bisa menerima perasaan cinta Mila, Farhan pun menolaknya dengan halus.
“Kalian adalah perempuan-perempuan sholihah pilihan Allah yang akan dipertemukan dengan laki-laki sholih di luar sana. Saya bukanlah laki-laki sempurna seperti yang kalian bayangkan. Kalian hanya mengenal saya dari covernya saja.” ujar Farhan dengan gaya bahasa lebih santai.
“Fokuslah untuk terus menjadikan diri kalian semakin sholihah. Karena semakin sholihah kalian akan membuat suami kalian kelak semakin cinta. Perbaiki akhlaq dan perlu pembelajaran pra nikah kalau kalian udah kebelet pengen nikah.” jawab Farhan terkekeh
“Ichh… Ustadz..!” jawab mereka serempak dengan nada manja
Farhan meminta ketiga santriwatinya segera melanjutkan aktivitas masing-masing. Pembicaraan yang hanya bisa Farhan tanggapi dengan istighfar. Dia tidak habis pikir ditembak oleh santriwatinya sendiri. Memang fitnah terberat bagi laki-laki adalah fitnah wanita.
Belum sampai di kamarnya ada yang memanggilnya lagi. Farhan menarik nafas panjang karena yang memanggilnya adalah seorang wanita. Farhan menghentikan langkahnya tanpa menoleh kepada pemilik suara. Kalau sebelumnya yang memanggil lebih dari satu orang kini hanya seorang wanita dan itupun adalah seorang ustadzah muda. Suara yang Farhan kenal karena sering mendengarnya ketika mengajar tahsin di masjid dan di shof putri Zahra sedang mengajar santri Ibtidaiyah. Hal tersebut membuat Farhan canggung untuk menoleh.
“Ustadz Farhan!” panggil Ustadzah Zahra.
Fatimah Azzahra, biasa dipanggil Zahra. Seorang wanita cantik, sholihah, dan pemalu. Dia menjadi salah satu ustadzah di Ponpes R****. Zahra sudah lama memendam perasaan kepada Farhan, namun tidak berani mengungkapkannya. Dia hanya memendam rasa sukanya di dalam hati, karena takut bila Farhan tidak membalas cintanya.
Tanpa membalik badan Farhan menjawab,
“Ada apa Ustadzah memanggil ana?” tanya Farhan masih dalam posisi membelakangi.
“Saya hanya mengatarkan titipan dari para santriwati.” Zahra menjulurkan setumpuk kertas ke samping kanan lengan Farhan.
“Apa ini ustadzah?” tanya Farhan lagi sambil melirik ke sesuatu yang diberikan Zahra.
“Ini surat-surat dari santriwati yang selama seminggu ini saya kumpulkan. Sepertinya surat cinta. Saya berniat memberikan kepada Ustadz seminggu yang lalu, namun saya urungkan karena saya takut Ustadz Farhan marah.” jelas Zahra malu-malu.
“Astaghfirullohal’adzim. Baiklah, saya terima ya Ustadzah. Jazaakillah khoir.” ucap Farhan sambil mengambil setumpuk kertas itu dari tangan Zahra.
“Saya duluan ya, Ustadzah. Semoga sukses mengajar anak-anak.” pamit Farhan.
Zahra yang diberikan semangat oleh Farhan merasa deg-degan. Zahra memang telah lama memendam perasaan kepada Farhan sejak perkenalan para ustadz-ustadzah baru. Terlebih Zahra sangat senang ketika mendengar Farhan melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Menurut Zahra suara Farhan sangat merdu dan menenangkan hati. Seringnya mereka berpapasan ketika hendak mengajar di masjid membuat Zahra semakin menaruh hati kepada Farhan.
Diusia yang masih terbilang muda, Farhan belum memiliki pikiran untuk menikah. Yang ada di benaknya adalah keinginginan untuk menyelesaikan kuliahnya yang tinggal 1 semester dan melanjutkan sekolah tahfidzul Qur’an untuk muroja’ah hafalannya serta pengambilan sanad.
Farhan merebahkan tubuhnya sebentar di kasur. Dia memijat pelipisnya sambil memikirkan kembali kelakuan santriwatinya. Santriwati jaman now yang tergolong nekat. Mereka berani mengungkapkan perasaan kepada ustadznya. Farhan kembali teringat dengan setumpuk kertas surat cinta yang diberikan Zahra. Dia mengambil tumpukan surat itu dari dalam tas nya. Ada 35 lembar surat dengan pengirim yang berbeda. Farhan tidak berminat sama sekali mebaca surat-surat itu karena dia yakin isinya hanya gombalan santriwati-santriwatinya dan ajakan untuk menikah. Namun ada 1 surat yang membuat mata Farhan melotot. Sebuah surat yang terbungkus rapi di dalam amplop bertuliskan nama “Zahra”
Farhan segera membuka surat tersebut. Dia baca kata demi kata dengan penuh penghayatan. Isinya adalah sebuah puisi cinta.
...Bahtera cinta layaknya kapal yang sedang berlabuh di tengah lautan. Terombang ambing mengikuti arah ombak. Hingga jangkar diturunkan, maka disitulah cinta akan berlabuh. Bisa kah aku melabuhkan cintaku kepadamu, ustadz? Aku hanya mampu berlindung kepada Allah atas perasaan yang tak menentu ini. Aku hanya takut bilamana rasa ini ada karena syaiton yang mengusai. ...
... Ustadzah Zahra...
Farhan tidak mampu berkata apapun. Dia hanya takut karena telah menjadi sumber fitnah oleh kaum hawa. Karunia yang Allah berikan menjadi sebuah ujian terbesar untuk Farhan. Dia juga tidak menyangka Ustadzah Zahra pun menaruh hati padanya. Namun Farhan tidak bisa membalas cinta mereka. Sekarang Farhan harus fokus pada impiannya.
Tak ingin terlena dalam lamunannya, Farhan segera bangun dan pergi ke masjid kembali karena sore ini dia harus mengajar anak-anak TPQ. Tujuannya kembali ke kamar hanya ingin mengambil buku ajar tahfidzul Qur’an anak dengan nada M***.
Sebelum memasuki masjid, Farhan mengambil air wudhu untuk menyegarkan diri dan menjaga kesucian dari hadats maupun najis. Karena setelah ini dia akan kembali berinteraksi dengan Qur’an di dalam rumah Allah yang suci.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
you_are_nana1485
syuka😍
2020-10-27
0
Elmoo
aku mampir bawa boomlike juga rate
saling dukung thor
2020-10-22
0