"Tunggu, Kek. Aku bahkan belum menanyakan apapun," kata Zhillin memelas ingin juga mendapat bagian satu pertanyaan untuk dijawab oleh kakek Huang.
"Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan?"
"Apa ya? Sebetulnya ada banyak hal yang ingin aku ketahui. Tapi Kakek hanya menjawab satu pertanyaan saja. Jadi. . . "
"Cepat katakan, bocah kecil! Aku sedang terburu-buru," sambar Zhang Xiuhan ketika Zhillin masih berpikir tentang hal yang paling ingin ia ketahui.
Zhillin menoleh ke arah Zhang Xiuhan dan menatapnya dengan wajah penuh kedongkolan. Menurutnya, paman Li Jie yang ia lihat pertama kali tidaklah seketus akhir-akhir ini. Zhang Xiuhan memang sengaja tidak begitu berbaik hati kepada Zhillin untuk alasan yang menurutnya benar.
"Berhenti melihatku seperti itu dan cepat katakan apa yang kau ingin tanyakan."
Zhang Xiuhan membuat wajah Zhillin menghadap ke depan, tepatnya ke hadapan kakek Huang, menggunakan kedua tangannya. Lelaki tersebut tak kunjung menyingkirkan tangan itu dari kepala Zhillin, sehingga membuat gadis itu kesulitan saat ingin menoleh kembali ke arahnya.
"Mengapa ada tulisan 'Patriark Bao Li' pada batu besar yang ada di depan rumah Kakek?" tanya Zhillin kemudian. Gadis itu lantas mengusap-usap kepalanya untuk membenahi tatanan rambut usai Zhang Xiuhan mengambil tangannya dari sana.
Sebetulnya, saat dalam perjalanan menuju rumah Kakek Huang, Zhillin benar-benar hendak menanyakan perihal sang paman itu. Ia ingin tahu orang seperti apakah Zhang Xiuhan sebenarnya. Apakah ia memang lelaki yang baik, atau justru sebaliknya.
Namun, rasa ingin tahu Zhillin soal batu besar yang bertuliskan nama kepala desa Haidong sekaligus pemimpin organisasi Fengbao, ternyata jauh lebih besar ketimbang keinginan awalnya itu.
"Maksudmu batu nisan itu?"
"Batu nisan?" tanya Zhillin menunjukkan keterkejutannya.
"Ya, batu-batu yang ada di sekitar rumahku ini adalah batu nisan."
"Tapi Patriark Bao Li masih hidup, lalu untuk apa. . ."
"Tidak apa. Aku senang menyiapkan batu nisan untuk orang lain. Sekarang, pergilah," kata Kakek Huang sambil merebahkan tubuhnya di atas tanah, lantas memejamkan mata.
"Kakek Huang, apa itu artinya Patriark Bao Li akan mati?" tanya Zhillin dengan senyum lebar penuh harap.
"Heeem, tentu saja. Semua makhluk hidup pada akhirnya pasti akan mati."
Kakek Huang menjawab pertanyaan Zhillin sekenanya dengan nada malas, tanpa membuka kedua matanya.
"Haaah, kalau soal itu, bocah ingusan juga paham. Maksudku. . ."
"Kalau sudah tahu, untuk apa kau menanyakannya? Sudahlah. Kau, bawa dia pergi dari sini sekarang!" perintah Kakek Huang sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Zhang Xiuhan, masih dengan mata tertutup.
Kemudian Kakek Huang memiringkan badannya, membelakangi Zhillin dan Zhang Xiuhan. Sementara itu, Zhang Xiuhan menggandeng tangan Zhillin dan melangkah keluar rumah.
Zhang Xiuhan membungkukkan badan. Lelaki itu juga menekan punggung Zhillin, memaksanya untuk memberi hormat pada Kakek Huang.
Zhillin yang masih kesal atas jawaban Kakek Huang yang kurang gamblang sebenarnya menolak untuk memberi hormat dengan tetap berusaha menegangkan punggungnya. Tapi apa boleh buat, ia tidak cukup kuat untuk melawan tenaga Zhang Xiuhan. Membuat sang kakek tersenyum masih dengan posisi berbaring yang sama.
Zhang Xiuhan menutup pintu dengan perlahan, sambil menyeret Zhillin yang masih enggan beranjak.
"Apa lagi yang sedang kau lakukan? Aku tidak punya banyak waktu. Ada banyak hal yang harus diselesaikan," ujar Zhang Xiuhan melihat Zhillin memeriksa satu per satu batu yang ada di sekeliling rumah Kakek Huang.
"Tunggulah sebentar, Paman. Aku sedang mencari namaku di batu-batu ini," jawab Zhillin tanpa menoleh. Ia masih sibuk membaca nama-nama yang terukir di atas batu dengan sangat teliti.
"Apa kau sudah ingin mati? Jika kau mau, aku bisa melukis wajahmu di atas batu," kata Zhang Xiuhan lagi sambil berjalan menjauh. Ia mengingat saat-saat berlatih bersama guru Zhillin, yang membuatnya melukis wajah sang guru pada banyak batu dengan sebuah pedang.
Zhillin pun bersicepat untuk menyusul Zhang Xiuhan. Ia membanting begitu saja sebuah batu yang sempat ia pungut, lantas berlari mengekori Zhang Xiuhan.
***
"Kemana kita akan pergi, Paman?" tanya Zhillin yang memanjang-manjangkan langkahnya mengimbangi langkah panjang kaki Zhang Xiuhan.
"Kemana orang-orang Fengbao membawamu ketika kau tertangkap?" kata Zhang Xiuhan seolah tidak mendengar pertanyaan Zhillin.
"Eem, biasanya ya kembali ke Jing Quo," jawab Zhillin sambil mendengus kesal karena pertanyaannya tidak dijawab.
"Jing Quo?"
"Oh, ya aku lupa bercerita kemarin. Markas penelitian mereka di hutan Yoeyang itu, nama markas itu adalah Jing Quo. Apa kita akan kesana untuk membebaskan teman-temanku?"
Zhillin menebak dengan tepat. Zhang Xiuhan pun mengangguk sambil tersenyum melihat wajah Zhillin yang berseri-seri.
"Aku akan mengantar Paman dengan senang hati," ucap Zhillin penuh semangat menawarkan diri.
"Tidak perlu. Kita sudah memiliki puluhan pemandu jalan. Tetaplah di dekatku dan turuti semua ucapanku. Apa kau mengerti?."
Zhillin mengangguk ragu, ia melihat perubahan ekspresi pada wajah Zhang Xiuhan. Ekspresi yang ditunjukkan oleh Zhang Xiuhan adalah ekspresi yang menandakan kewaspadaan, itu artinya, apakah sedang ada musuh yang mendekat? Zhillin menerka-nerka dalam hati. Ia pun semakin mendekatkan tubuhnya pada Zhang Xiuhan untuk mendapatkan perlindungan. Zhang Xiuhan tersenyum saat Zhillin mendekatkan diri padanya, nyaris tanpa jarak, juga mencengkeram erat bajunya erat bajunya.
“Mencengkeram bajuku boleh-boleh saja, tapi Kau kelewatan, bocah. Daging punggungku pun kau remas juga. Lepaskan!” Zhang Xiuhan mendelik.
Dugaan Zhillin benar, beberapa orang dari organisasi Fengbao mulai terlihat mendekat dari berbagai penjuru. Lebih tepatnya, ternyata mereka tengah dikepung. Meski mereka tengah tertangkap basah, Zhillin yakin paman Li Jie-nya akan dengan mudah meringkus para cec*nguk dari Fengbao itu.
"Serahkan gadis itu, maka kami tidak akan melukai kalian," kata seorang anggota Fengbao yang mengarahkan busur panahnya pada Zhang Xiuhan.
Sementara puluhan anggota lainnya mengacungkan pedang ke arah Zhillin dan Zhang Xiuhan.
"Ampuni aku, tolong ampuni aku. Silakan kalian bawa gadis ini, tapi aku mohon biarkan aku pergi."
Zhang Xiuhan mengiba dengan memasang wajah yang dimelas-melaskan. Juga menelangkupkan kedua tangannya agar lebih meyakinkan.
Sudah barang tentu tindakan Zhang Xiuhan itu mengejutkan Zhillin. Gadis itu pun langsung melepaskan baju Zhang Xiuhan dari genggamannya dan berjalan mundur membuat jarak.
"Ouch!" Zhillin mengaduh menabrak ujung pedang. Meski tidak sampai terluka, itu cukup mengejutkan Zhillin yang terus menatap Zhang Xiuhan dengan kesal.
"Ha. . ha. . ha. . ternyata kau tidak sehebat yang orang-orang katakan. Kau tetap harus menerima hukuman karena telah berani menyelamatkan gadis ini. Tapi karena kau telah menyerahkannya tanpa melawan, aku berjanji akan membuat hukumanmu menjadi lebih ringan. Dari hukuman mati karena racun, menjadi mati karena dipenggal. Ha. . ha. . ha," ujar seorang anggota dengan membusungkan dada.
Para anggota Fengbao lainnya pun kompak terkekeh sambil menangkap Zhillin dan Zhang Xiuhan. Lantas menggiring keduanya menuju Jin Quo. Mereka sungguh tak menyangka jika akan mendapatkan dua tawanan dengan cara yang terbilang kelewat mudah.
Sepanjang perjalanan menuju markas penelitian Jin Quo, tidak sedetikpun Zhillin mengalihkan pandangannya dari Zhang Xiuhan yang ada di sampingnya.
Dalam batinnya gadis itu terus mengumpat. Ia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Zhang Xiuhan. Jika memang apa yang dilakukan itu adalah bagian dari rencana pembebasan orang-orang yang menjadi kelinci percobaan Fengbao, tidakkah semestinya menyelinap ke Jin Quo jauh lebih baik ketimbang menyerahkan diri?
Pada akhirnya Zhillin juga mengumpat pada diri sendiri atas kecerobohannya yang memasrahkan nyawanya kepada orang 'asing' yang baru ia kenal. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya saat kembali ke penjara gelap itu. Namun yang jelas, meminum ramuan setan kini menjadi sebuah ketakutan paling besar baginya.
Di lain sisi, Zhang Xiuhan memang sudah merencanakan semuanya.
\=\=\=\=
Tanya dong, cover barunya cocok ga sih? Kalau ga cocok, biar aku ganti lagi mumpung ada stok gambar pendekar ganteng ganteng buanyak di HP 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Muhammad kenzo al fatih
cucok beud dah
2023-08-11
0
Muhammad kenzo al fatih
cucok beud dah
2023-08-11
0
Nano Mardiono
Thor kok namanya pakai m depannya...jd enak manggilnya...mba Nin 🙂🙂 kalau Banin kayak cowok 🙏🙏🙏
2022-05-27
1