Sepanjang perjalanan menuju tempat tinggal Kakek Huang, Zhillin menceritakan pengalamannya ketika bersembunyi dari kejaran para anggota Fengbao. Zhillin mengenal dengan sangat baik setiap detail bagian dari Haidong yang cukup luas karena sudah terbiasa melarikan diri kesana kemari. Ia bercerita panjang lebar tanpa diminta.
Meski terkesan tak begitu memerhatikan, Zhang Xiuhan mengingat setiap detail-detail cerita yang disampaikan oleh guru kecilnya itu. Informasi dalam cerita Zhillin tersebut akan menjadi penting jika sewaktu-waktu ia mendapat kesempatan untuk menyerang organisasi hitam yang menjadi benalu di kawasan Haidong.
“Paman, ketika Kau melarikan diri dari kejaran mereka, satu hal yang harus selalu Kau lakukan. Diamlah dan bergerak dalam kesunyian,” Zhillin berujar dengan merendahkan nada suaranya seraya menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.
“Jadi, siapa yang sedari tadi terus berbicara? Apa Kau lupa jika kita juga sedang dalam pengejaran mereka, bocah kecil?” Zhang Xiuhan meluruskan kepala Zhillin yang sedang menoleh ke kanan dan ke kiri untuk dihadapkan ke wajahnya agar Zhillin setidaknya menyadari jika ia telah terlalu berisik sepanjang perjalanan, “Aku sebenarnya mendengar suara langkah kaki sekitar 20 orang tak jauh dari sini. Tetapi suara berisikmu membuatku kesulitan menentukan titik pasti di mana langkah itu berasal.”
Zhillin kaget sambil menutup mulutnya yang ternganga. Ia memang lupa jika ia masih berada dalam pengejaran organisasi Fengbao.
“Ssssssst!!!” Zhang Xiuhan memberi isyarat agar Zhillin tak mengucapkan sepatah kata pun, ia juga dengan sigap menarik pinggang gadis itu untuk kemudian ia ajak melompat ke dahan-dahan pohon, “mereka ada di dekat sini. Sebaiknya Kau jangan bertingkah ceroboh, mengerti?”
Zhillin mengangguk dengan mulut tertutup rapat. Ia merasakan pria yang menggendongnya itu sedang memancarkan sebuah kekuatan yang tak kasat mata. Gadis itu tak begitu mengerti apa yang sudah Zhang Xiuhan lakukan, yang jelas ia merasakan sebuah suasana yang tidak begitu menyenangkan, ada hawa yang mendadak mencekam yang Zhillin rasakan manakala Zhang Xiuhan sedang memfokuskan pandangannya untuk menyusuri hutan.
Mulut Zhillin yang awalnya tertutup rapat, terpaksa menganga kembali begitu ia melihat dari arah jam dua, dengan jarak kisaran 30 meter dari mereka bersembunyi, telah terjadi hal ganjil yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia melihat satu demi satu orang-orang yang sepertinya adalah anggota kelompok Fengbao tengah tersungkur ke tanah tanpa sempat berteriak atau melawan.
“Paman, apakah Paman yang melakukan itu semua?” Zhillin berbisik dengan suara yang hampir tak bisa di dengar oleh telinga.
“Kau sebut mereka itu kelompok berbahaya, Kau harus banyak belajar dari pamanmu ini, Bocah kecil!” Zhang Xiuhan berkata pada Zhillin dengan nada setengah meledek.
“Baiklah, aku bersedia menjadi murid paman jika paman bisa mengalahkanku, setidaknya dua hari lagi mari kita berduel, bagaimana?” Zhillin melepaskan tangan Zhang Xiuhan yang melingkar di pinggangnya, “Paman belum pernah memegang pinggang wanita ya? Kaku sekali!”
“Tutup mulutmu yang cerewet itu, sudah kubilang aku tidak boleh berlama-lama di sini!” Meski merasa sedikit canggung akibat celetukan Zhillin, Zhang Xiuhan kembali melingkarkan tangannya ke pinggang gadis itu. Untuk mempercepat langkah, ia sengaja menempuh jalan udara ketimbang darat.
***
Sebuah gubuk kecil yang terisolir dari pemukiman sudah nampak di depan mata. Menurut penuturan Zhillin, di gubuk itulah seseorang bernama kakek Huang berdiam diri. Zhang Xiuhan pun menurunkan Zhillin dari gendongannya begitu mereka berdua sudah berada dalam jarak yang cukup dekat dengan gubuk kakek Huang.
"Akhirnya kita sampai juga, ah, sudah lama sekali aku tak kabur ke arah sini, semoga saja Kakek Huang masih hidup," kata Zhillin dengan kedua tangan berkacak di pinggang. Gadis itu akhirnya tersenyum lebar karena berhasil mengantar sang paman ke tempat yang dituju tanpa ada hambatan yang berarti.
"Apa kau yakin Kakek Huang tinggal di sini?" tanya Zhang Xiuhan sembari mengamati bangunan kecil itu. Gubuk kecil setidaknya kurang begitu pantas jika ditempati sebagai rumah. Penampakannya hanya seperti gubuk sementara yang biasa dibangun oleh suku-suku pedalaman yang bersifat nomaden. Luasnya pun hanya sekitar 2 x 2 meter persegi dengan atap dan dinding berbahan dedaunan kering.
"Patriark Bao Li."
Zhillin membaca tulisan yang terukir pada sebuah batu kali besar. Ada banyak batu di sekeliling rumah Kakek Huang. Tapi hanya batu itu yang menarik perhatiannya karena paling besar dari bebatuan lainnya. Zhillin penasaran, mengapa ada sebuah batu nama, yang mirip seperti batu nisan bertuliskan nama orang yang ia benci.
"Masuklah!"
Sebuah suara serak terdengar dari dalam rumah. Zhillin melihat ke arah Zhang Xiuhan yang juga melihatnya.
Zhillin menelan ludah. Sementara Zhang Xiuhan mengangguk, kemudian bergerak hendak membuka pintu yang terbuat dari karung goni yang terpasang pada kayu di setiap tepinya.
Tapi rupa-rupanya pintu itu telah terbuka karena ada orang yang menariknya dari dalam. Seorang lelaki tua berdiri di balik pintu dengan wajah menakutkan.
"Kakek Huang," panggil Zhillin yang berdiri di belakang Zhang Xiuhan.
"Cepat masuk!"
Kakek Huang meninggalkan pintu dan duduk di atas tanah. Diikuti Zhillin dan Zhang Xiuhan yang masih melangkah ragu.
Itu adalah tempat tinggal yang kelewatan sederhananya. Tidak ada perabot rumah apapun di dalamnya. Kosong.
"Akhirnya kalian datang juga. Aku tidak keluar rumah sama sekali karena khawatir kalian akan kemari saat aku tidak sedang di rumah," ucap Kakek Huang lagi-lagi membuat Zhillin dan Zhang Xiuhan saling menatap.
Biasanya lelaki tua itu memang tidak pernah berdiam diri di rumah. Ia selalu menyusuri jalan untuk mencari sesuatu. Kadang mencari batu, daun, ranting pohon, dan benda-benda lainnya yang menurut orang lain tidak berharga.
"Jadi, apa yang kalian inginkan?" tanya Kakek Huang kemudian karena baik Zhillin maupun Zhang Xiuhan tidak kunjung bicara, hanya diam saja.
"Begini Kakek Huang, kami datang untuk meminta petunjuk," jawab Zhillin.
"Meminta petunjuk? Ha. . ha. . ha. . ! Apa kau bercanda, Gadis Es?" ujar Kakek Huang dengan wajah lebih ramah dan tawa yang lantang.
Zhillin masih kaget atas sebutan yang dilontarkan Kakek Huang untuknya. Tapi ia tidak menanyakan perihal itu dan hanya menggeleng sambil melambaikan tangannya sebagai tanda bahwa ia bersungguh-sungguh atas ucapannya.
Sementara itu, wajah yang tampak jauh lebih terkejut ditunjukkan oleh Zhang Xiuhan. Ia yang tahu pasti bahwa Zhillin di masa depan memiliki energi es yang luar biasa dahsyat, menjadi semakin yakin akan kemampuan Kakek Huang.
"Bukankah kau berpikir kalau aku ini gila? Untuk apa kau meminta petunjuk pada lelaki tua yang sint*ng ini?"
Zhillin merasa sedikit kikuk dan tak enak hati untuk melihat wajah kakek tua itu. Bagaimanapun, ia memang pernah mengatai kakek itu gila, sebab ia memang selalu berbicara ngelantur dan tak masuk akal. Tapi toh, ada ucapan kakek Huang yang memang menjadi kenyataan, yang mana hal tersebut membuat Zhillin sedikit ragu untuk menilai keakuratan omongan kakek itu. Zhillin ingat jika kakek itu memang pernah membicarakan tentang kematian orangtuanya, bahkan ketika orangtuanya masih hidup.
"Maafkan bocah kecil ini, Kakek. Dia berpikir begitu karena memang masih terlalu bodoh. Kuharap ke depannya kebodohannya akan sedikit berkurang. Tapi yang jelas, aku percaya sepenuhnya padamu," ujar Zhang Xiuhan membuat pembelaan untuk Zhillin. Dan hal itu membuat Zhillin mengangguk berulangkali membenarkan. Tak mengapa dijuluki sebagai si bodoh, yang penting Kakek Huang bersedia membantu Paman Li Jie, setidaknya itu yang ada di hati Zhillin. Meski ia memang belum bisa menaruh kepercayaan penuh pada Zhang Xiuhan, ia toh tetap harus membayar hutang budi karena telah diselamatkan.
"Ha. . ha. . ha. . ! Tenanglah. Aku sudah biasa dianggap gila. Dan itu sama sekali tidak berpengaruh pada hidupku. Orang-orang hanya menilai apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Mereka lupa, jika kentut bahkan merupakan suatu wujud yang ada meski tak kasat mata. Oh, entahlah, manusia memang makhluk yang plin-plan. Baiklah, katakanlah apa yang ingin kau tanyakan padaku, murid bodoh?"
Zhang Xiuhan lagi-lagi dibuat kaget atas ucapan Kakek Huang. Ia mengamati raut wajah sang kakek dengan saksama ketika meyebutnya 'murid bodoh'. Sebutan itu adalah khas pemberian guru Zhillin.
"Kakek Huang, mungkin Kakek paham dari mana aku berasal. Dan saat ini aku menjadi khawatir untuk melakukan suatu hal karena takut akan berakibat buruk di kemudian hari."
Zhang Xiuhan mengambil jeda. Ia segera teringat jika Zhillin muda ada di sampingnya, sehingga sebisa mungkin ia menjaga mulut agar tak sampai kebablasan untuk bercerita tentang Zhillin yang sudah menjadi gurunya.
"Jadi?"
"Begini, bisakah Kau usir gadis ini untuk sementara waktu?" kata Zhang Xiuhan sambil mendekatkan wajahnya ke telinga si kakek.
“Mengusir gadis ini keluar? Ha ha ha, tak perlu seserius itu, anak muda. Lagipula, aku cukup mengerti kegelisahanmu. Baiklah, begini saja, jika kau ingin segalanya berjalan sebagaimana mestinya, kau cukup memastikan keselamatan gadis cerewet di sampingmu itu.”
Zhillin melotot ke arah Zhang Xiuhan tetapi Zhang Xiuhan sama sekali tak peduli. Ia masih ingin mengejar jawaban dari Kakek Huang.
“Tapi, Kau tahu sendiri kan, ada dua gadis yang harus aku lindungi saat ini. Jika boleh memilih, tentu aku lebih ingin menemui gadis yang satunya, dan memastikan keselamatannya. Dan pertanyaannya adalah…
Kakek Huang melambai-lambaikan telapak tangannya seraya beranjak dari duduknya, “Sayangnya, aku hanya bisa memberi satu jawaban. Tidak bisa lebih. Tidak boleh lebih. Kuharap Kau cukup mengerti jawaban yang sudah kuberikan, selebihnya, kupercayakan semuanya padamu,” kakek Huang membuat gerakan mendorong kedua tangannya pada tubuh Zhang Xiuhan dan Zhillin, pertanda bahwa ia ingin kedua tamunya segera pergi dari gubuknya tersebut.
\=\=\=\=\=\=
Kapan Zhang Xiuhan kembali ke Jiangxi, bagaimana keadaan peperangan di sana? Harap bersabar menanti ya, author sedang menggambar reng reng cerita untuk meminimalisir error. Author juga berharap agar novel ini segera khatam agar tak ada tanda tanya lagi yang mungkin mengganggu pikiran kalian. Oh ya, doain ya semoga novel ini nantinya juga masuk rangking karya baru, sebagaimana dulu PPN juga masuk rangking karya baru. Thanks...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Kancellotti Unholy Mbachoter
ahhh memastikan keseLamaTan zhiLin ya....cinLok dong akhirnya...ahh Jgn sad ending ya...
2022-01-29
0
NickCarter
Nin aku juga telah baca ulang PPN sambil kasih like yang terlewat. Memang sih aku jarang kasih komentar tapi aku masih penggemar mu dari dulu
2022-01-13
1
zamal78901
😎😎😎😎🤩🤩🤩
2021-12-22
0