"Apa kau ti. . . dak. . . "
Seorang lelaki yang tiba-tiba muncul tak jauh dari gadis itu terlihat sangat tidak baik-baik saja. Lelaki itu bahkan kesulitan menuntaskan kalimatnya. Tak bisa dipungkiri lagi jika orang yang bertanggung jawab atas kematian para anggota organisasi hitam adalah si pria rupawan yang sedang terluka itu.
Hampir tak masuk akal sebenarnya, bagaimana bisa seseorang dengan kondisi terluka parah seperti itu bisa mengambil nyawa beberapa orang sekaligus bahkan tanpa harus menyentuh targetnya satu-satu. Sebelum keheranannya semakin menjadi-jadi, gadis itu bersegera untuk menghampiri si lelaki penolongnya, menurutnya, kini ialah yang harus menolong si pria itu sebab nampak sekali lelaki tersebut kini sedang mengalami luka yang cukup serius. Namun saat hendak memegang pundak sang penolong, gadis itu baru sadar bahwa tangannya masih terikat.
Ia pun berlari kembali menghampiri mayat-mayat yang semasa hidup begitu menyusahkan dirinya, guna mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk memutuskan tali di tangannya.
"Itu dia." ujar sang gadis sambil berusaha mengambil pisau kecil yang terselip di baju salah seorang anggota Fengbao.
"Ayolah. . . !" kata gadis itu lagi sembari mempercepat gerakan tangannya, menggesekkan tali ke pisau kecil. Tentunya sambil melihat sekeliling, berjaga kalau-kalau ada anggota organisasi Fengbao lainnya yang datang menyusul.
"Yup! Akhirnya."
Gadis tersebut tersenyum lebar dan langsung berlari mendekati lelaki yang telah menolongnya.
"Paman. . . ! Paman. . . ! Apa Paman sudah mati?" tanya gadis itu sambil mengguncang-guncangkan tubuh lelaki yang menurutnya memiliki wajah paling tampan dari seluruh lelaki yang pernah ia lihat.
Gadis itu pun memeriksa denyut nadinya. Juga mendekatkan telinganya ke dada lelaki itu.
"Dia masih hidup."
Sang gadis bergegas membantu penolongnya untuk beranjak dari tempat itu dan mencari tempat yang lebih aman.
Tapi, karena ukuran tubuhnya yang jauh lebih kecil daripada lelaki yang ia panggil paman itu, gadis tersebut jelas kesulitan.
Ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Dan memapah si lelaki dengan susah payah. Berulangkali ia hampir terjungkal karena beban yang terlalu berat.
Selain itu, sang gadis memang telah sangat letih akibat ulah para anggota Fengbao yang terus memburunya.
Tapi gadis itu tidak menyerah. Ia terus berusaha dengan gigihnya.
Dalam perjalanannya, gadis itu sesekali menoleh untuk bisa melihat wajah lelaki yang kini ia gendong di punggungnya. Dalam batin ia terus bertanya soal siapa lelaki itu. Juga dari mana asalanya.
"Bruuuk. . . !"
Akhirnya mereka jatuh juga di depan mulut goa. Gadis itu sudah tidak kuat lagi menggendong. Persendiannya terasa ngilu karena lelah.
Tapi ia tersenyum karena tempat yang ia tuju sudah di depan mata. Gadis itu pun lekas bangkit.
"Maafkan aku Paman, tubuhku terlalu kecil dan tak berdaya untuk menggendongmu lagi."
Sang gadis memosisikan lelaki itu terduduk. Lantas menariknya mundur perlahan-lahan.Gadis itu tak ubahnya seorang bocah yang berjuang menarik padi dalam karung.
Setelah dirasa cukup aman, sang gadis merebahkan tubuh lelaki penolongnya itu ke tanah, ia pun menyusul untuk merebahkan demi mengumpulkan tenaga. Ia memandang lekat-lekat pria itu.
"Tampan, sangat tampan!" gumam sang gadis dalam batin.
Ia mengira-ngira usia lelaki yang tidak diketahui asal usulnya itu.
"Mungkin Paman berumur 24 tahun. Atau. . . 25 tahun? Kenalkan, namaku Zhillin. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.
Apa kau datang dari langit? Apa kau malaikat yang turun untuk membebaskanku dari semua kesulitan ini?
Aku selalu berharap bisa cepat mati. Menyusul ayah dan ibuku. Aku sangat merindukan mereka. Tapi aku bersyukur mereka sudah tiada.
Seandainya ayah dan ibu masih hidup, tentu mereka akan sangat sedih melihat keadaanku sekarang." kata gadis itu dengan suara yang terdengar semakin serak dan lirih, sambil mengusap air matanya.
Zhillin kemudian duduk. Ia memeluk erat kedua kakinya yang tertekuk di depan. Lantas menenggelamkan kepalanya.
Benar, gadis itu memang tengah menangis lagi. Pundaknya terlihat turun naik. Tapi tidak ada isakan yang terdengar sebab Zhillin menggigit kuat bibirnya sendiri.
Gadis itu selalu menangis jika mengingat kedua orang tuanya. Juga nasibnya yang memilukan.
"Sudah cukup Zhillin! Apa kau akan terus menangis hingga air matamu habis?" kata Zhillin pada diri sendiri sambil menegakkan kembali kepalanya.
Gadis itu kini tersenyum lebar seolah tak pernah terjadi apa-apa. Dan mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki asing yang baru ia temui.
"Siapa namamu Paman? Sepertinya kau tidak begitu suka berbicara. Atau mungkin kau memang pemalu. Baiklah, mula-mula, mari kita cari dulu nama yang sesuai untukmu. Apa ya?" gadis itu terus berbicara meski tidak ada balasan atas semua omongannya. Sebab ya, lelaki itu sedang tak sadarkan diri. Sepertinya ia menggunakan sisa-sisa kesadarannya untuk membabat habis musuh yang menyerang si gadis bernama Zhillin itu.
"Baiklah Paman, aku sudah menemukan nama yang tepat untukmu. Karena kau telah menjadi pahlawan untukku, aku akan memanggilmu Li Jie. Kau tahu artinya bukan, Pahlawan. Paman Li Jie. Bagaimana? Apa kau suka? Bagus! Aku juga suka.”
Terlalu terbiasa hidup sendiri dalam kungkungan organisasi hitam, Zhillin memang tak memiliki teman, untuk mengurangi rasa bosannya ia gemar berbicara sendiri, menghibur diri sendiri, dan bercakap-cakap sendirian.
Zhillin kemudian berpamitan setelah sekian lama mengobrol dengan dirinya sendiri. Ia pergi untuk mencari tanaman yang bisa membantu mempercepat proses pemulihan Li Jie.
***
"Dimana aku sekarang?"
Lelaki yang menolong Zhillin telah siuman. Ia berusaha untuk duduk sambil memegangi dadanya.
Lelaki tersebut melihat sekeliling. Ia yakin bahwa itu adalah sebuah goa. Dan sepertinya merupakan goa yang berpenghuni karena walaupun sedikit pengap, keadaannya sangat bersih.
"Sepertinya. . . aku tadi melihat guru Zhillin. Tapi. . ."
"Hei, bagaimana Paman Li Jie tahu namaku?" suara Zhillin yang lantang dan bersemangat menggema di dalam goa. Sudah pasti mengagetkan lelaki itu.
"Paman Li Jie?" ujar lelaki itu keheranan.
"Ya, Paman Li Jie. Itu nama yang aku buat khusus karena paman telah menolongku seperti seorang pahlawan. Li Jie, pahlawan. Bagaimana? Apa Paman suka?"
Zhillin kembali mengagetkan lelaki itu karena tiba-tiba duduk di hadapannya dengan senyum sangat lebar.
Tapi sebenarnya ada banyak hal yang membuat lelaki itu begitu kaget.
"Oh, tidak. Aku lupa. Paman pasti sudah punya nama. Siapa nama Paman?"
"Namaku. . ."
Lelaki yang nama aslinya Zhang Xiuhan itu, entah bagaimana merasa sangat sulit untuk menyebutkan nama aslinya.
Ia seperti mengalami hal yang sudah pernah dialami sebelumnya. Zhang Xiuhan masih sangat ingat saat dahulu dirinya terluka parah dan ditolong oleh seorang laki-laki yang kemudian menjadi ayah angkatnya.
Ketika itu situasi yang ada tidak memungkinkan dirinya untuk menyebutkan nama aslinya saat ditanya perihal nama. Ia kemudian mengenalkan dirinya sebagai Li Jie.
Zhang Xiuhan tidak tahu mengapa nama itu yang ia pilih untuk menyamarkan identitas aslinya. Sebuah nama yang terlintas begitu saja dalam pikirannya.
Dan kini di tempat yang tidak ia kenal, seorang gadis yang wajahnya begitu mengejutkannya karena sangat mirip dengan wajah sang guru sekaligus kekasihnya, memberikan nama yang sama untuknya, Li Jie.
"Apa Paman tidak suka dengan nama yang aku berikan?" tanya Zhillin membuat Zhang Xiuhan atau Li Jie spontan menggeleng.
"Bagus!"
Setelahnya Zhillin kembali berceloteh tentang banyak hal, juga menanyakan macam-macam soal. Akan tetapi Zhang Xiuhan hanya diam dengan wajah kebingungan.
Lelaki itu memang tengah berpikir keras. Ada banyak tanda tanya di kepalanya. Terakhir kali ia ingat sedang terlibat dalam peperangan yang sangat sengit melawan para penjajah demi kebebasan negerinya.
Dan ia terluka parah terkena serangan lawan. Tapi kemudian ia menjadi tidak sadarkan diri. Lantas saat membuka mata, ia telah berada di tempat itu.
"Aku harus segera kembali." kata Zhang Xiuhan kemudian mengingat perang yang belum selesai, mengingat kekuatan lawan, mengingat banyaknya pasukan negerinya yang gugur.
"Pergi? Kemana Paman mau pergi?" sergap Zhillin cepat. Ada rasa ngilu di hati gadis itu saat mendengar lelaki yang baru tiba dan menjadi pahlawan untuknya itu akan pergi lagi.
"Aku harus kembali ke negeriku. Sedang terjadi perang di sana. Aku harus menyingkirkan semua penjajah itu. Tapi aku tidak tahu mengapa aku bisa sampai di sini." jawab lelaki itu tergesa-gesa sambil bangkit dan berdiri.
Tapi Zhang Xiuhan yang masih terluka kemudian merasakan sensasi sakit yang luar biasa di tubuhnya, sebelum akhirnya ia memegangi dinding goa untuk menjaga tubuhnya tak terjatuh.
"Paman, aku tidak tahu siapa dirimu. Tapi aku mohon bawalah aku juga untuk pergi dari sini. Aku tidak ingin terus hidup seperti ini, Paman." ujar Zhillin memohon dengan mata berkaca-kaca.
Gadis itu sungguh berharap bahwa Zhang Xiuhan akan membuat semua penderitaannya berakhir.
"Tsuuut. . . Diamlah." kata Zhang Xiuhan tiba-tiba dengan suara berbisik, juga membungkam mulut Zhillin dengan tangan kanannya.
Lelaki itu mendengar suara langkah puluhan orang yang semakin dekat dan berhenti di depan goa.
"Kalian, masuk dan periksa goa ini! Tangkap gadis itu jika kalian menemukannya di dalam." sebuah teriakan sayup-sayup terdengar. Membuat Zhillin menelan ludahnya dan langsung mengeluarkan banyak keringat dingin karena takut.
\=\=\=\=\=\=
Halo, mulai hari ini lanjutan dari sekuel PPN tayangnya di lapak novel yg ini ya. Harap segera tekan tombol Favorit agar mendapatkan notifikasi jika novel ini update. makasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
⚔️Perusuh⚔️
Di cerita sebelumnya di akhir2nya cerita ini sudah di tulis sampe beberapa Chapter, terus kenapa di ulang2 lagi di sini??
2023-11-23
0
Muhammad kenzo al fatih
mantul
2023-08-11
0
Banna
yupp
2022-03-10
1