Pembawa Sial

Bruk!

Pintu Mobil Citra ditutup Riko ketika mereka memutuskan untuk turun dari mobil sekedar makan siang bersama di sebuah kafe yang sudah biasa menjadi tempat mereka berkencan dulu sewaktu masih pacaran.

Raut wajah Riko begitu sendu seperti langit yang sebentar lagi akan menumpahkan air hujan ke bumi.

"Citra, kamu mau pesan apa?" tanya Riko.

Akhirnya Riko berkata juga, padahal selama menyetir di mobil ia tidak berbicara sepatah katapun.

"Terserah kamu saja, Mas!" jawab Citra, datar.

Citra sebenarnya tidak terlalu lapar atau sedang tidak mood untuk makan tetapi karena kini ia ditemani seseorang yang selalu ada dalam bayangannya, dalam jiwanya yang terdalam, Ia pun tidak mau mengecewakan Riko, mantan kekasihnya itu.

"Mbak, kami pesan minuman jus melon satu, kopi satu, dan makanannya pizza saja ya!" ujar Riko pada seorang waiters kafe.

"What? Pizza?" bisik Citra dalam hatinya yang merasa aneh dengan makanan yang dipesan Riko.

Maklum, Citra sangat tahu kalau makanan kesukaannya adalah yang tidak mengandung keju. Riko memang tidak suka keju atau makanan apapun yang ada unsur kejunya, alasannya rasanya gak jelas katanya, ada asin dan manis.

"Kamu bener Mas, mau pesan Pizza?" tanya Citra memberanikan diri bicara pada laki-laki yang kini berada didepannya.

"Iya bener, itu sekarang jadi makananku, karena hidupku sekarang seakan tak ada rasanya, atau rasanya campur aduk!" ketus Riko

"Hahaha! Mas ini bisa saja kalau bercanda? Ngomong-ngomong kok bisa jalan ke kafe sendirian, apa Jasmine gak marah, Mas?" tanya Citra.

Riko menggebrak meja yang ada didepannya, sontak Citra kaget luar biasa. Bahkan semua mata yang ada di kafe tertuju pada mereka.

"Jangan sebut nama dia di depanku!" teriak Riko.

"Mas, tenang dulu, ada apa ini? Maaf, bila aku salah bicara!" sesal Citra.

"Ah! Sudahlah! Kita tak jadi makan, ini uang kasih ke waiters tadi untuk bayar semua makanan dan minuman yang tadi kita pesan, aku pergi!" Riko Pergi dengan mulutnya yang. masih menggerutu.

"Mas, tunggu Mas!" panggil Citra, sambil menaruh uang di meja untuk membayar makanan yang tadi dipesan Riko.

"Mbak! Mbak! Gimana ini makanannya, Mbak? " panggil Waiters.

"Uang nya sudah saya taruh di meja Mbak, maaf kami tak jadi makan, maaf!" Citra berteriak sambil terus mengejar Riko yang kini sudah lebih jauh dari dirinya.

"Mas! Mas Riko!" teriak Citra.

Nafas Citra hampir tidak seimbang karena kelelahan mengejar Riko yang semakin menjauh dan terlihat telah memasuki sebuah taksi.

"Sial! Sebenarnya aku salah apa? Kenapa tiba-tiba dia meninggalkan ku begitu saja?" gerutu Citra.

Citra kembali ke parkiran mobil menengadahkan wajahnya dan mencari mobilnya yang berwarna merah yang tadi diparkirkan Riko.

Dengan sigap ia segera menancap gas mobilnya, berharap ia masih bisa mengejar taksi yang ditumpangi Riko. Sambil menyetir ia memasang hand free supaya bisa menghubungi Riko.

"Brengsek! Aku lupa nomor Mas Riko kan udah ganti dari dulu!" ketus Citra, sambil. memukul setir mobilnya.

Matanya terus meneliti jalan yang dilalui mobilnya, barangkali ada taksi yang tadi ditumpangi oleh Riko. Namun, usahanya sia-sia, ternyata taksi Riko lepas dari pandangannya, entah melaju kemana.

"Kupikir hari ini hari bagus, karena bisa bertemu kembali dengan Mas Riko, tetapi nyatanya, benar-benar hari sial!"

Citra masih saja mengomel tentang keadaan hari ini yang tiba-tiba bertemu sang pujaan hati yang telah lama menghilang dan dikabarkan telah menikah dengan anak seorang kiyai dari pesantren entah desa apa. Setahu Citra semenjak Riko memutuskan hubungan percintaannya dengan Citra, Riko selalu berbangga diri karena akan menikah dengan wanita bercadar, berhijab, dan seorang guru mengaji.

"Ada yang aneh dengan Mas Riko, kenapa dia bilang jangan sebut nama istrinya? Si Jasmine sepertinya tidak berhasil membuat hidup Mas Riko bahagia?"

Citra masih saja berbicara sendirian sambil menyetir mobilnya.

***

"Jasmine! Jasmine!" teriak Riko, suaranya membahana.

"Iya Mas, ada apa?" sahut Jasmine, menghampiri suaminya.

Plak!

Tamparan keras Riko mendarat di pipi Jasmine. Jasmine terdiam dan tidak berbicara sedikitpun. Ia masih merasakan perih pipinya yang telah ditampar.

"Kau, memang pembawa sial di hidupku! Bahkan semua orang selalu menanyakan mu bila kau tak bersamaku. Namamu sudah lekat dengan seorang Riko, semoga saja kehinaan mu tidak ikut menempel pada diriku dan terutama pada keluarga ini!" bentak Riko.

"Aku salah apa, Mas?" isak Jasmine.

"Masih tak sadar juga, Kau! Kau itu merupakan kesalahan terbesar bagiku, kehormatan mu kau berikan pada orang lain sedangkan aku yang harus menanggung aib mu?" sungut Riko.

"Apa?"

Bu Salma terkejut dengan perkataan anaknya. Ternyata kesucian menantunya telah lebih dulu terenggut, sebelum menikah dengan Riko.

"Bu!" Riko gelagapan.

"Apa benar yang kau katakan tadi, Riko? Jawan Riko!" Emosi Bu Salma menyulut.

Riko diam tidak bergeming dan tak mampu berkata apa-apa didepan ibunya.

"Ibu gak ke kantor? kenapa jam segini udah datang, Bu?" Riko berusaha berkilah.

"Kamu jangan menghindar dari pertanyaan Ibu, jawab Riko apa benar Jasmine sudah tidak suci? Jawab Riko, Jasmine Jawab!" bentak Bu Salma.

Bu Salma terasa disambar petir disiang hari,tubuhnya menyusut ke lantai, tangannya kini menahan sesak dadanya. Bu Salma jatuh pingsan,dan tidak sadarkan diri.

"Bu, Ibu!" Riko berusaha menahan tubuh ibunya yang jatuh pingsan, Suasana jadi panik seisi rumah.

"Ini semua gara-gara kamu!" bentak Riko

Jasmine berusaha membantu Riko membopong tubuh Bu Salma sofa.

"Bu! Bu! Ibu! Bangun Bu!"

"Bu, bangun!" isak Jasmine, yang terus berlinang air mata.

"Jangan pegang Ibuku? tanganmu terlalu kotor untuk memegang Ibuku!" Api emosi di mata Riko semakin membara.

"Nyonya, ada apa dengan Nyonya, Den?" tanya Mbok Ijah.

"Mbok, panggilkan Pak Husin, saya mau memesan ambulans!" tukas Riko.

"Mas, biar aku saja yang urus Ibu, Mas!" pinta Jasmine.

"Diam kamu! Diri kamu itu hina, berbeda dengan ibu ku, pergi kamu dari hadapanku! Aku muak melihat wajahmu, kau itu wanita pembawa sial!" sungut Riko.

Jasmine hanya bisa menangis dan menguatkan hati dengan kenyataan yang ada, setelah pipinya ditampar dan di caci maki oleh suaminya sendiri.

Ingin rasanya pergi saja dari kehidupan suaminya, menjauh dari keluarga yang selalu dipuji-puji oleh orang lain itu. Dirinya seakan sudah dianggap sangat hina, sampai dikatakan sebagai wanita pembawa sial.

"Begitu hina kah diriku hanya karena kesucian yang telah direnggut paksa? Apa dayaku, aku hanyalah wanita yang waktu itu tidak ada daya upaya untuk melawan!" Jasmine masih terisak penuh pilu, yang kini hanya bisa melihat Ibu Mertuanya dibawa pergi ke rumah sakit tanpa di ikut serta kan sebagaimana hak seorang menantu.

***

Bersambung..

Tinggalkan komentar ya, biar terus semangat nulisnya. 😍😍

Terpopuler

Comments

Heni Yuhaeni

Heni Yuhaeni

jngn" riko sendiri yg memperkosa

2021-06-28

0

Yani mulyani

Yani mulyani

bilang atuh Jasmine kamu d perkosa diem bae kaya bego ..jd kan terus d caci d hina di siksa bela diri kamu sendiri ..klo laki" bener" sayang dan cinta pasti akan menerima apa ada nya

2021-06-24

0

Neyla Zalfa

Neyla Zalfa

ampun bang jagooo,kuat amat jamine hidup dengan riko yg kelakuannya lebih bejat dari seorang penjahat,tinggalin aja jasmine,itu si citra keganjenan banget,dasar pelakoor...esmosi saia....

2021-01-03

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!