"Tidak!"
"******** kau, apa yang sudah kau lakukan padaku? Kau benar-benar iblis!" teriak Jasmine pada sesosok pria yang dengan tenangnya merapikan kemejanya seusai merenggut mahkota wanita Jasmine.
Pria yang berpakaian kemeja hitam itu hanya terdiam dengan menyunggingkan senyuman kepuasan pada Jasmine, dan pergi meninggalkan Jasmine dalam keadaan tidak berbusana.
"Tidak!" teriak Jasmine.
Jasmine terbangun dari tidurnya, lagi-lagi mimpi itu mengganggu tidurnya. Hal yang tak pernah bisa ia lupakan walaupun semuanya sudah lama berlalu, tetapi seakan baru terjadi kemarin.
Keringat dingin membanjiri tubuhnya, wajahnya sayu, air matanya kini terjatuh lagi di pipi manisnya.
"Ada apa kau Jasmine?" tanya Riko.
"Sudah siang begini, kau masih bermimpi, jangan sampai teriakan mu didengar orang-orang di rumah ini. Bersikaplah seperti tamu di rumah ini, jaga sikapmu!" tegas Riko.
"Maafkan aku Mas, aku hanya bermimpi buruk tadi!" cetus Jasmine.
Jasmine segera mendaratkan kakinya ke lantai menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Adzan Subuh berkumandang dilantunkan suara yang sangat merdu dari Mesjid dekat rumah Megah Riko.
Para asisten rumah tangga tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing.
"Kau akan kemana Jasmine?" tanya Riko.
"Saya mau ke mesjid, Shalat berjamaah subuh!" jawab Jasmine.
"Sok suci sekali kamu ini, shalat ke mesjid supaya terlihat oleh orang-orang bahwa kamu ini, wanita suci, lugu dan berpendidikan dari pesantren, begitu?"
"Kau ini hanya wanita munafik, Jasmine!" ejek Riko.
Deg!
Jantung Jasmine berdebar kencang, seolah sulit untuk menetralkan nya lagi. Didepan wajahnya dia dicibir setiap hari setiap detik oleh suaminya sendiri yang seharusnya menjaga lisannya dan menutup seluruh aibnya, karena bagaimanapun juga dia telah berjanji didepan Penghulu atas nama Allah untuk menjadi imamnya di dunia dan akhirat.
Jasmine mundur seribu langkah dari pintu kamarnya, ia memutuskan tidak jadi pergi ke mesjid, dia berlalu dari pandangan suaminya tanpa berkata sepatah katapun, hanya butiran bening diujung matanya yang masih terlihat, memancarkan sakit hati yang luar biasa dihina dan dicemooh dengan sebutan seorang munafik.
Jasmine mencoba mengatur irama detak jantungnya yang sempat tidak beraturan, emosi yang menggunung di dadanya berusaha ia tahan dan cairkan, seperti air laut yang sempat pasang kini ia surut kan.
Bruk!
Suara pintu kamar ditutup paksa, ada rasa kekesalan di wajah Riko. kejujuran Jasmine di malam nestapa itu, telah menorehkan luka yang sangat dalam bahkan akan sulit untuk sembuh atau tidak akan sembuh sampai kapanpun.
"Mas, mau kemana mas? Ini masih pagi?" tanya Jasmine yang memberanikan membuka suara.
"Perduli apa Kau? Heh, wanita Munafik kenapa sampai sekarang Kau tak sebutkan juga nama ******** itu? Orang yang sudah mendahuluiku? Kau itu kotor tapi pura-pura suci!" bentak Riko.
Lagi dan lagi kata-kata Munafik Riko muntah kan ke depan Wajah Jasmine.
Sekilas terbayang lah semua cacian dan makian ******** itu ketika sedang merobek pakaian bagian atas Jasmine, menyebutnya dengan kata yang sama.
Walaupun Jasmine mengiba memohon belas kasihan pada ******** yang selalu berpakaian hitam itu dan memakai penutup wajah, tetap saja pakaian Jasmine dilucutinya sampai tak tersisa sehelai benang pun.
Rasa malu dan rasa takut yang bercampur menjadi satu di malam terkutuk itu memang menyisakan perih di hati Jasmine untuk selamanya.
"Cukup Mas, kau jangan pernah hina aku dengan kata itu! Belum puas kah jari manis ku ini yang masih mengucur darahnya kau pinta untuk menebus kesalahanku? Sekarang kau ingin menyiksaku? Silahkan! Tapi satu pintaku jangan sebut aku Munafik!" ucap Jasmine kali ini dengan nada bicara yang cukup serius, yang terpancar dari bola matanya.
Entah ada kekuatan apa Jasmine sekarang berani bicara setelah dua malam ia tidak pernah ia berbicara dengan suaminya dengan kata-kata yang kasar.
"Oh, berani kau sekarang? Kau pikir, jari manis mu yang putus itu bisa mengobati sakit hatiku? Ingat Jasmine kau telah mempermainkan pernikahan dan membohongi semua keluargaku! "
Riko pergi tanpa pamit, meninggalkan Jasmine yang sedang menangis.
***
"Riko! Riko! Riko!"
"Selalu Riko yang kamu harapkan!" ketus Irwan.
"Apa sih hebatnya dia? Apalagi dia itu sudah menikah dengan orang lain, Citra!" ketus Irwan kesal kepada Citra tunangannya, yang sekaligus mantan kekasih Riko.
"Dia itu hebat!" puji Citra sambil terus meliriknya laptop di meja kerjanya.
"Gak kayak kamu, tender kalah terus, kontrak kerja dengan perusahaan asing malah batal ditengah jalan karena kecerobohan mu. Satu lagi, Riko itu Cinta pertama ku dari dulu dan..! "
"Dan sayangnya dia memilih wanita lain yang berhijab dari pada kamu yang tidak berhijab bahkan baju saja seperti ini!" Irwan memotong pembicaraan Citra yang selalu memuji Riko setinggi langit.
"Diam kamu!" gertak Citra.
Meja kerjanya dipukulnya dengan penuh emosi. Matanya berbinar-binar kemerahan, wajahnya merah padam, tangannya mengepal.
"Keluar kamu dari ruangan ku sekarang juga!" teriaknya.
"Keluar kamu!" Citra masih berteriak.
"Oke, Oke! Tapi ingat Citra, pembicaraan kita belum selesai!" ketus Irwan sambil menunjukan jarinya tepat pada batang hidung Citra.
Irwan pergi dengan kekesalan yang menggunung. Kecintaan Citra kepada Riko sang mantan selalu membuat ia kalah didepan Citra. Semua prestasi Riko selalu dipuji nya sedangkan keburukannya yang telah meninggalkan nya demi wanita lain tidak pernah Citra sadari. Entah bagaimana lagi Irwan menemukan cara untuk menaklukan hati Citra.
Rasanya beribu cara telah ia lakukan, namun hasilnya tetap nihil, Citra tetap dengan bayang-bayang masa lalu nya dan masih berharap pada Riko.
"Sial! Kenapa Riko lebih memilih gadis kampung itu dari pada aku? Tunggu saja Jasmine, siapapun kamu akan aku buat kamu menyesal karena telah merebut Riko dari tanganku!"
"Tidak ada yang bisa mengalahkan ku di dunia ini! Tanpa terkecuali si gadis kampung, Jasmine!" sumpah Citra.
Citra meninggalkan ruangan kerjanya, bergegas pergi ke kafe yang bersebelahan dengan kantornya.
Suasana pagi begitu terasa di jalanan, suara klakson kendaraan yang bertautan dari beberapa kendaraan menambah bisingnya suasana kota yang ramai.
Citra adalah anak pemilik Perusahaan Ekspedisi terbesar, menjadi seorang manager di perusahaan besar tentu tidak mudah, butuh pendamping yang sama-sama tahu seluk beluk soal pekerjaan itu.
Irwan pria yang dijodohkan oleh ayahnya setelah Riko gagal menjadi pendamping Citra ternyata tidak seperti yang Citra harapkan.
Bak Langit dan bumi perbedaan Riko dan Irwan jauh sekali menurut sudut pandang Citra. Irwan Soal ketampanan dan kedudukan hampir setara dengan Riko, tetapi daya pikir dan kedewasaan sangat jauh berbeda.
Irwan, lebih mengutamakan foya-foya dan kesenangan, sifatnya yang pemalas sangat tidak disukai Citra. Satu hal lagi yang membuat Citra Ilfil adalah, Irwan itu orangnya kasar, sering main tangan.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments