Bab 4 Raga

...selamat datang...

...berkomentarlah dengan sopan, hargailah setiap orang jika kalian ingin dihargai, dan bacalah sesuatu dengan cermat sebelum berkomentar...

...A.alfn...

...cerita ini hanya untuk orang-orang yang sabar menanti mau belajar bersama disini tidak suka menghakimi. Karena saya tidak suks berdebat untuk sesuatu yang tidak penting....

...attitude adalah cerminan diri terimakasih...

.

.

.

..."Kalian tidak akan bisa menang debat melawan orang yang bodoh dan tidak beradab"...

...A.alfn...

#Menentang jalan

Aku berlari menaiki anak tangga menuju kamar. Tak kuhiraukan pertanyaan abi dan umi yang keheranan melihatku kembali ke rumah. Biarlah Dika yang menjelaskan pada mereka.

Kurebahkan diri di ranjang tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Ingin terlelap walau sejenak. Melupakan apa yang sudah terjadi hari ini.

Dika, apa yang harus kuperbuat padamu?

...***...

Aku terbangun saat jam menunjukkan pukul dua siang.

‘Astaghfirullaah, aku belum shalat Zuhur.’

Segera aku melompat turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Membersihkan diri sejenak sebelum berwudhu’ dan menunaikan shalat zuhur yang sudah begitu terlambat.

‘Kenapa dia tidak membangunkannya? Tega sekali dia membiarkanku tidur hingga shalatku terlewat.’ Umpatku dalam hati seraya melipat mukenaku. ‘Kemana dia?’

Semua barang bawaanku tadi tergeletak begitu saja di sudut kamar. Tapi Dika tidak kelihatan.

Aku menyeret langkah keluar kamar setelah mengenakan hijabku. Memeriksa balkon sejenak, siapa tahu Dika tengah bersantai di sana. Tapi tak kutemukan.

Lalu setengah berlari aku menuruni anak tangga. Berharap menemukan sosoknya di ruang tengah, tapi tetap nihil. Kuperiksa juga teras belakang, tak ada siapapun di sana. Ayah dan ibu juga tidak kelihatan. Sepi sekali rumah ini. Di mana mereka semua?

Aku pun melangkah ke ruang tamu, dan serta merta langkahku terhenti saat mataku menangkap sosok laki-laki yang tengah asyik membolak-balik sebuah buku tebal di ruangan itu. Dadaku tiba-tiba kembali bergemuruh.

Tapi aku berusaha mengabaikannya dan melanjutkan langkahku menuju teras depan.

“Dika tidak di rumah,” lelaki itu membuka suara tanpa melihat dengan siapa dia sedang bicara. “Aku tidak tahu dia kemana, tapi tadi setelah shalat zuhur dia pergi, hanya pamit mau ke luar sebentar katanya,”

"Kamu?"

Aku tertegun di ambang pintu.

“Kamu ngapain di sini?” Selidikku sambil membalikkan badan hingga aku dapat menemukan lelaki itu masih tak beralih dari buku di tangannya.

"Aku disini bersama adikku Naya,"

“Ada Naya dan ibu di dapur. Jadi jangan takut kalau kamu berpikir hanya kita berdua di rumah ini.” Ujarnya seolah tahu apa maksudku.

“Ooh,” hanya itu yang kuucapkan sambil berlalu meninggalkannya. Aku tak ingin berlama-lama di sini. Tak ingin mengungkit kembali sebuah rasa yang hampir terkubur bersama kehadiran Dika di sisiku.

“Naya? Kapan datang?” Sapaku ketika kulihat ia tengah asyik membuat kue bersama ibu.

“Eh, Kak Zara? Udah bangun?” Wajah Naya tampak berseri. Ia mengambil tanganku dan menciumnya dengan hormat.

“Udah, Kakak tadi ketiduran. Mana kebablasan lagi nggak ada yang bangunin shalat zuhur.” Sahutku sambil merengut.

"Kak Dika sama kak Fika lagi ke supermarket kak,"

"Kak mau pergi lagi kah?"

Aku terdiam sebelum akhirnya menggeleng sambil menyeduh teh hangat. “Kakak tunda dulu sementara waktu,”

“Haaaa...pasti nggak mau jauh-jauh dari Naya yaaa?” Ejeknya.

“Apa sih kamu?”

“Naya, jangan goda kakakmu terus! Ini lanjutin kerjaan kamu, pamali kalau anak perempuan kerjaannya nggak beres,” tegur ibu yang sejak tadi hanya tersenyum melihat kedua putrinya.

Naya adalah adiknya Dimas temannya Dika. Naya juga adik tingkat nya di kampus. Karena mereka satu oraganisasi an sering ketemu yang membuat ibunya seperti mempunyai dua putri.

“O iya, maaf ibu. Aku sampai lupa!” Sahutnya sambil menyeringai.

"Ohh yak katanya Fika hamil kan“ Lagi ngidam apa nih? Tumben bikin kue sampai datang ke rumah?”

“Lagi ngidam brownies katanya kak, tapi bikinnya di sini,” Naya tertawa geli.

“Ishhh, ada-ada saja, Aku bantuin yah” aku mendaratkan tubuhku di kursi yang terletak di dapur. Menikmati secangkir teh hangat agar tubuhku terasa sedikit rileks.

“Bu, Fika lama lagi nggak sih?” Tanyaku.

“Ibu nggak tahu, tadi habis shalat zuhur pamit mau keluar sebentar Barang buat bikin brownies," Jawaban ibu sama dengan yang di katakan Naya tadi

“Ooh,” sahutku singkat. Kembali meneguk teh hangat yang tinggal separuh.

“Kalian kenapa? Ada apa?” Tanya Naya sudah duduk di sampingnya.

“Nggak ada apa-apa, Naya”

“Lalu? Kenapa kak sedih? Bukannya sudah memberi Izin dan ikhlas kan” Selidik Naya.

“Aku sudah ikhlas mungkin memang aku bukan wanita yang menjadi istrinya. Dia juga sudah bahagia kan sama Fika. Jadi nggak perlu di permasalahkanlagi yah, Naya... adekku sayang.”

“Kamu nggak ada masalah apa-apa kan sama Fika?” Sepertinya Naya masih tak percaya dengan jawaban yang kuberikan.

“Nggak ada kok, Mi. Kami baik-baik saja.” Pungkasku.

“Alhamdulillaah, syukurlah kalau begitu.”

“Nay-ya ada-ada aja deh,” celetuk Zara, “masa iya pengantin baru punya masalah, lagian kak Fika dan bang Dika itu saling mencintai, ya kan Kak?”

“Sok tahu kamu!” Cibirku.

"Tapi iya deh,hehe,"

Aku meneguk sisa tehku, mencuci gelasnya lalu melangkah meninggalkan dapur.

“Zara, kamu belum makan siang kan? Sana makan dulu! Nanti lemes lho!” Suara ibu menghentikan langkahku.

“Belum lapar ibu, nanti saja,” sahutku sambil berlalu.

“kak Zara sudah makan sama pacarnya ya kan kaaa yaaaaa,” teriak Naya sambil cekikikan.

Apaan sih anak satu itu? Ngeledek terus bawaannya, mentang-mentang... ‘BRUK!’

“Aduuh!” Erangku sambil memegang lengan kanan. Karena jalannya sambil menggerutu aku tak sadar sudah menabrak kursi di ruang makan yang terbuat dari kayu jati khas ukiran jepara itu. Aku meringis kesakitan sambil mengusap-usap lengan yang terasa ngilu. Saking ngilunya air mataku sampai menetes.

“Zara , kamu kenapa?” Tiba-tiba Ibu muncul di hadapanku.

Aku mengangkat kepalaku hingga menemukan raut khawatir terpeta di wajahnya.

Terpopuler

Comments

Aulia Alfina

Aulia Alfina

Jalan

2020-10-24

1

Aulia Alfina

Aulia Alfina

Menantang🔥

2020-10-24

1

lihat semua
Episodes
1 prakata
2 Bab 1 Hari
3 Bab 2 Berbeda
4 Bab 3 Hati
5 Bab 4 Raga
6 Bab 5 Menentang
7 Bab 6 Merelakan
8 Bab 8 Ikhlas
9 Bab 9 kenapa?
10 Bab 10 Attitude
11 Bab 11 Bahagia
12 Bab 12 perjodohan
13 Bab 13 Absurd
14 Bab 14 Jomblo
15 Bab 15 pilihan
16 Bab 16 Cinta
17 Bab 17 senyum?
18 Bab 18 Menjauh?
19 Bab 19 kabar?
20 Bab 20 Bertahankah?
21 Bab 21 Jarak
22 Bab 22 kenapa?
23 Bab 23 Menyerah
24 Bab 24 berani?
25 Bab 25 Pasti
26 Bab 26 bonus
27 Bab 27 Bonus Tahun Baru!
28 Bab 28 kata?
29 Bab 29 cast!
30 Bab 30 puisi ke-2!
31 Bab 31 cuap-cuap kegelisahan
32 Bab 32 subuh
33 Bab 33 Toleransi
34 Bab 34 jaga diri dari covid-19
35 Bab 35 Memandang
36 Bab 36 "Gadis"
37 Bab 37 Bismillah
38 Bab 38 SUAMIKU MILIK WANITA LAIN.
39 Sedikit kisah
40 Prolog
41 Sakit
42 Cinta
43 Ingatan
44 Pilihan yang Menyakitkan
45 Luka Lama, Senyum Baru
46 Luka yang Belum Sembuh
47 Ketika yang Lama Kembali Mengetuk
48 Dua Pintu, Satu Langkah
49 Langkah yang Terbelah
50 Langkah yang Terbelah
51 Aku, Kamu, dan Masa Lalu yang Tak Mati
52 Aku, Kamu, dan Masa Lalu yang Tak Mati
53 Langkah yang Goyah, Luka yang Bertumbuh
54 Cinta yang Tak Kembali Sebelumnya
55 Jeda untuk Luka, Waktu untuk Pulih
56 Yang Belum Sempat Diucapkan
57 Antara Janji dan Luka
58 Jeda dan Perenungan
59 Luka yang Terlupa
60 Jika Harus Pergi
61 Satu Per Satu Luka Itu Sembuh
62 Satu Hari Sebelum Sidang
63 Antara Janji dan Langkah Baru
64 Langkah Tanpa Bayangan
65 Langkah Tanpa Bayangan
66 Hujan Menyimpan Jawaban
67 Percaya Lagi
68 Episode 68 – “Percaya Lagi”
Episodes

Updated 68 Episodes

1
prakata
2
Bab 1 Hari
3
Bab 2 Berbeda
4
Bab 3 Hati
5
Bab 4 Raga
6
Bab 5 Menentang
7
Bab 6 Merelakan
8
Bab 8 Ikhlas
9
Bab 9 kenapa?
10
Bab 10 Attitude
11
Bab 11 Bahagia
12
Bab 12 perjodohan
13
Bab 13 Absurd
14
Bab 14 Jomblo
15
Bab 15 pilihan
16
Bab 16 Cinta
17
Bab 17 senyum?
18
Bab 18 Menjauh?
19
Bab 19 kabar?
20
Bab 20 Bertahankah?
21
Bab 21 Jarak
22
Bab 22 kenapa?
23
Bab 23 Menyerah
24
Bab 24 berani?
25
Bab 25 Pasti
26
Bab 26 bonus
27
Bab 27 Bonus Tahun Baru!
28
Bab 28 kata?
29
Bab 29 cast!
30
Bab 30 puisi ke-2!
31
Bab 31 cuap-cuap kegelisahan
32
Bab 32 subuh
33
Bab 33 Toleransi
34
Bab 34 jaga diri dari covid-19
35
Bab 35 Memandang
36
Bab 36 "Gadis"
37
Bab 37 Bismillah
38
Bab 38 SUAMIKU MILIK WANITA LAIN.
39
Sedikit kisah
40
Prolog
41
Sakit
42
Cinta
43
Ingatan
44
Pilihan yang Menyakitkan
45
Luka Lama, Senyum Baru
46
Luka yang Belum Sembuh
47
Ketika yang Lama Kembali Mengetuk
48
Dua Pintu, Satu Langkah
49
Langkah yang Terbelah
50
Langkah yang Terbelah
51
Aku, Kamu, dan Masa Lalu yang Tak Mati
52
Aku, Kamu, dan Masa Lalu yang Tak Mati
53
Langkah yang Goyah, Luka yang Bertumbuh
54
Cinta yang Tak Kembali Sebelumnya
55
Jeda untuk Luka, Waktu untuk Pulih
56
Yang Belum Sempat Diucapkan
57
Antara Janji dan Luka
58
Jeda dan Perenungan
59
Luka yang Terlupa
60
Jika Harus Pergi
61
Satu Per Satu Luka Itu Sembuh
62
Satu Hari Sebelum Sidang
63
Antara Janji dan Langkah Baru
64
Langkah Tanpa Bayangan
65
Langkah Tanpa Bayangan
66
Hujan Menyimpan Jawaban
67
Percaya Lagi
68
Episode 68 – “Percaya Lagi”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!