Rumah Alex
Angga lantas membereskan foto-foto itu dan menyimpan nya. Ia langsung mengelilingi isi rumah mencari Nura yang tak nampak di kamarnya.
"Ada yang melihat Nona Nura...?"
Angga bertanya dengan pembantu yang masih sibuk bekerja.
"Tadi saya melihat Nona Nura keluar. Saya lihat seperti nya sambil menangis tuan. Tapi sudah di kejar Bi Tutik"
"Oh... terimakasih.."
Angga nampak panik setelah mendengar jawaban ART.
Dengan cepat Angga keluar hendak mencari.
Dirinya begitu panik tak terkendali. Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Nura.
"Angga ... kau mau kemana?"
Teriak Clara menghadang Angga. Dengan cepat Clara menggenggam lengan Angga agar tidak pergi.
"Aku mau cari Nura mah... Nura pergi.."
"Angga... kamu ini kenapa sih... ?"
Clara kesal karena anaknya bisa begitu perhatian dengan musuhnya.
"Ma.... lepasin Angga. !"
"Angga... Kamu tu bisa gak sih gak usah ngurusin dia ?"
"Ma... apa maksud mama ? Nura itu kakak aku juga. Aku juga harus menjaga anggota keluarga kita"
"Keluarga ? keluarga katamu ? Sejak awal dia bukan keluarga Rudiart"
"Ma... mama ini ngomong apa sih... Udah ahh... capek ngomong sama mama"
Dengan kasar Angga melepas genggaman Clara.
"Ah..... perut ku..."
Rintih Clara pura-pura.
"Ma .... mama kenapa...? Siti.... tolong bantu mama ku!"
Teriak Angga memanggil pembantunya.
"Iya tuan"
Dengan cepat Siti datang.
"Tolong bantu mama ku istirahat ! Aku ada urusan penting"
"Baik tuan."
"Ma... Angga pergi dulu.."
Angga tidak memperdulikan Clara yang berpura-pura sakit.
"Sudah-sudah lepaskan... pergi sana kamu!"
Clara menghempas tangan Siti yang hendak membantunya istirahat.
"Sialan sialan sialan sialan.... hah...."
Teriak Clara dalam batinnya. Kesal melihat Angga selalu saja membela wanita itu.
Rumah Sakit
"Tolong... tolong istri saya."
Leon datang dengan menggendong tubuh Nura yang tak sadar, lemah dan tak berdaya.
Darah masih terus mengalir dari tubuhnya. Hingga darah itu menempel di beberapa bagian jas hitam yang Leon kenakan.
Perasaan Leon yang bertumpuk menjadi satu.
Cemas, Khawatir, Takut, Sedih bahkan tubuh serasa begitu tak berdaya lagi.
Baru kali ini tubuh Leon bergetar ketakutan.
Air matanya terus mengalir. Takut benar-benar takut jika hal buruk menimpa bayinya. Tapi yang lebih di takuti , Dia takut Nura kenapa-kenapa dia takut Nura pergi.
Dengan sigap perawat menyiapkan Brankar dorong.
Leon meletakkan tubuh Nura diatasnya.
Dengan cepat Perawat dan dirinya mendorong menuju ruang operasi.
Leon begitu ketakutan. Sampai dirinya benar-benar takut jika Nura pergi meninggalkan dirinya.
"Nura.... Nura lihat aku... Nura bangun... Bangun Nura.. Aku mohon bertahanlah."
Leon berusaha mengajak bicara pada Nura yang sudah tak sadar.
"Nura aku janji, kalau kamu bangun aku tidak akan menyakiti kamu lagi. Jadi aku mohon bangunlah, Jangan tinggal kan aku sendiri, Nura...."
"Tolong tuan tunggu di luar...!'
"Sus... sus aku mohon ijinkan aku menemaninya... "
"Tuan... kami akan melakukan yang terbaik. Tolong !"
Dengan terpaksa suster mendorong tubuh Leon.
Pintu tertutup dan lampu operasi menyala.
Seperti dejavu,
Bagaimana jika kejadian bulan lalu terjadi lagi.
Belum lama ayahnya pergi. Bahkan bisa dihitung dengan jari baru berapa hari Alex pergi untuk selamanya. Kini Leon mengalami lagi situasi yang sama.
"Nura... bertahanlah... Hua....... Maafkan aku... Maafkan aku.....huaa......."
Leon menyandarkan dada nya di pintu ruang operasi.
Menangis seperti bayi, Suara tangisnya terdengar sangat keras.
Sesekali menggedor pintu dan terus menangis.
Kata maaf terus terucap dari bibirnya.
Entah kenapa Leon merasa kata itu pantas ia ucapkan.
Entah kenapa malah rasa bersalah yang timbul.
"Tuan Leon.... "
Panggil Bi Tutik lembut sembari menenangkan Leon.
"Tuan Kita berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan Nona Nura dan bayinya. Tuan kita duduk di kursi. Tuan jangan berdiri terus disini. Nanti tuan bisa sakit"
Leon membalikkan badannya menghadap Bi Tutik dan memegang kedua lengannya.
"Bi....Kenapa Nura bisa ada di makam. Kenapa dia bisa sampai mengeluarkan darah"
"Kak.... mungkin karena ini..."
Angga tiba dengan membawa amplop yang ia temukan di depan pintu kamar Nura.
Ya, Angga tau dari Bi Tutik dimana Nura berada.
Angga berjalan mendekati Leon dan menyerahkan amplop dari tangannya.
"Apa itu...?"
Tanya Leon
"Lihat saja sendiri.!"
Leon mengusap air matanya dan mulai membuka amplop yang Angga berikan.
"Gak mungkin...? Kenapa bisa ada foto ini?"
"Kak... kalau kamu tidak mencintainya. Tolong jaga perasaannya."
Ucap Angga, menahan Amarah
"Kak...."
"Dia itu sangat mencintai kamu. Dia bersabar dengan sikap kamu. Dia terus menunggu kamu berhenti salah paham dengannya. Dia terus menunggu hari dimana kamu bisa menerima nya. Dia menunggu hari dimana kamu bisa mencintai dia. Dia selalu berfikir kamu pasti juga akan mencintai nya."
Angga berteriak dengan Leon. Marah sangat marah. Amarahnya mulai memuncak.
"Buaaghhkkkkkk..."
Angga memukul pipi Leon hingga dirinya terjatuh diatas lantai.
"Tuan Angga aku mohon hentikan. ini rumah sakit. Tenanglah..!"
Ucap Bi Tutik menenangkan Angga agar tidak berkelahi.
Leon malah semakin menangis mendengar ucapan Angga. Mendengar kata-kata nya, benar-benar membuat dirinya nampak menyedihkan.
Dengan kasar Angga menarik kerah Leon.
Bi Tutik terus menahan Angga agar tidak sampai melayangkan pukulan. Ia sangat sedih melihat hubungan kakak beradik ini berantakan.
Ia terus menangis melihat situasi ini.
"Kak... Selama ini ...... ! apa tujuan mu masih mengikat dia ? hah....? Apa kamu mencintai Nura...? Aku tanya padamu..? apa kamu mencintai nya......?"
Ucap Angga semakin keras.
"Angga... aku sangat mencintai nya..."
Ucap Leon menatap Angga. Air matanya tidak terbendung. Terus mengalir hingga pipi dan terus mengalir hingga lehernya. Ia tak pernah sesedih ini. Benar-benar lebih sakit ketika ayahnya meninggal.
Takut jika kehilangan orang yang dicintai untuk kedua kalinya.
"Kamu bilang kamu mencintai nya... ?ha... ha.. ha...Lalu kenapa kamu tidak bisa melihatnya...? Kak... mata tidak pernah bisa berbohong.... Apa kamu percaya Nura yang membunuh ayah? Apakah kamu pernah melihat matanya, Mata saat dia bilang kalau bukan dia yang membunuh ayah..? Apa kamu pernah melihatnya...? hah....?"
Angga semakin teriak. Leon malah semakin menangis tersedu mendengar ucapan Angga.
Angga berdiri dan menstabilkan tubuhnya.
Membiarkan Leon yang masih terduduk diatas lantai ditemani air mata.
"Walaupun kamu kakak ku. Aku tidak segan-segan merebut paksa Nura dari mu."
Ucap Angga pergi menjauhi Leon.
Leon menangisi dirinya. Apa yang dikatakan Angga benar. Dan sangat benar.
Kenapa selama ini dirinya tega dengan wanita yang dicintainya.
Mungkin karena sangat amat mencintai nya.
Sangat mencintai hingga takut kehilangan.
Yang bisa diekspresikan malah salah. Semuanya malah menyakiti Nura.
"Suami dari pasien....?"
Panggil dokter.
Leon berdiri cepat dan menghadap dokter.
"Ya... saya dok saya... saya suaminya. Saya ayah dari bayi itu. Bagaimana keadaannya dok?". Apa saya sudah bisa melihatnya ?"
"Tuan... istri anda mengalami keguguran. Bayinya tidak bisa diselamatkan. Jadi kami harus melakukan dilatasi. Silahkan anda tanda tangan."
Ucap Dokter sembari memerintahkan asisten nya menyerahkan surat perjanjian persetujuan.
Hai readers terimakasih yang respon novel ini ya. 😭😭. Author sangat berterima kasih sekali.
Terus beri author semangat ya... Jangan lupa vote dan like nya. Terimakasih banyak 🥺🥺🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Umi Yan
Semangat kak..., ditunggu lagi up terbarunya😊
Salam dari "Cinta Sang Desainer" terimakasih🙏
2020-10-22
0
@icha_31
keren, tetap semangat author
2020-10-21
0