"Nona Nura......"
Teriak Bi Tutik yang melihat Nura berlari keluar.
Karena panik bi Tutik berniat mengikuti nya.
"Kalian tolong lanjutkan pekerjaan saya."
Pesan Bi Tutik dengan 2 anak buahnya.
"Baik Bi..."
Nura terus berlari. Dan dengan penuh protektif memegang perut nya.
Berlari dengan sesekali mengusap air mata.
Kenapa bisa sesakit ini, Melihat Leon dengan wanita Lain.
Meskipun itu hanya foto, Tapi tetap saja nyata.
Leon yang bersandar di dada Stefy. Nampak jelas tergambar di kertas itu.
Bahkan jas yang ia kenakan nampak berantakan.
Walaupun dia tau (dalam pikiran Nura ya guys), Leon tidak mencintai nya. Dia tau Leon hanya membutuhkan anaknya. Dia tau Leon hanya ingin membalas kan dendam ayahnya dengan menyiksa dirinya, sampai puas.
Tapi kenapa, Kenapa sakit melihatnya. Bahkan sakit ini begitu amat ngilu serasa menusuk jantung.
"Aku sudah diam selama ini. Kamu anggap aku apa selama ini Leon. Kenapa tidak kau bunuh saja aku biar kamu puas"
"Nona Nura berhenti...!"
Teriak Bi Tutik
"Huht...huht...huht....."
"Aku capek... dia masih hamil. Itu bisa bahaya"
Nura tak mendengar seseorang memanggil nya. Ia terus berlari kecil.
Hingga dirinya lelah dan mulai berjalan.
"Sayang... maafin mama ya..."
Ucapnya sambil terus memegang perut datarnya.
"Nona Nura... akhirnya saya bisa menyusul nona. huht... huht..."
Ucap Bi Tutik yang berhasil menyusul Nura dan mengatur nafasnya yang berantakan karena berlari.
"Bi Tutik ?"
"Nona mau kemana.. ? Ayo pulang..! Nanti tuan Leon bisa marah. Kasian bayi Nona.. "
"Aku gak mau pulang!"
"Apa Nona ingat saat Nona kabur, Nona di kurung 1 Minggu. Apa Nona mau di kurung lagi?"
"Lebih baik aku di kurung. Biar aku mati sekalian. Biar dia puas bi"
"Nona.... Nona tidak boleh bicara begitu. Nona sekarang masih hamil. Apa Nona tidak mau melihat anak Nona tumbuh. Apa Nona mau dia tidak punya ibu?"
"Bi... pada kenyataannya..."
Nura memandang perut datarnya sembari mengelus lembut.
"Kalau dia sudah lahir. Aku juga tidak bisa merawat nya"
"Nona.... Nona Bibi yakin tuan Leon pasti mengijinkan Nona merawatnya.. Bibi yakin kalian akan merawat bayi ini berdua."
Ucap Bi Tutik menenangkan Nura.
"Benarkah Bi..?"
"Iya...iya.... ayo kita pulang dulu ya"
Bi Tutik khawatir Nura melakukan hal yang tidak-tidak.
"Bibi bohong....."
Teriak Nura dan kembali berlari.
"Haduh.....ada apa sih sebenarnya..."
Batin Bi Tutik heran, tak tau apa yang di alami Nona nya itu.
Sampai Nura berhenti di tujuannya.
"Ayah......."
Nura memanggil ayahnya yang sudah tiada.
Dia berdiri menatap batu nisan.
Tak terasa air matanya mengalir membasahi pipi.
"Ayah......"
Teriaknya dan menjatuhkan tubuhnya di tanah makam.
"ah........"
Ia merintih kesakitan memegang perutnya. Dia jatuh terlalu keras.
"Ayah.... ayah Nura mau ikut ayah....."
"Nura capek yah... Nura capek..."
"Sampai kapan Nura harus bersabar, sampai kapan Nura di fitnah seperti ini. Tolong bantu Nura.. Tolong bantu Nura. Siapa yang membunuhnya Paman Alex. Nura tidak membunuh nya. Ayah percaya kan... ayah percayakan sama Nura...Ayah kamu di mana....hiks. hiks...."
Dari kejauhan bi Tutik melihat Nura yang menangis diatas batu nisan.
Dia hanya membiarkan Nura. Memberikan waktu untuknya mengungkap segala isi hatinya.
Tak terasa air mata bi Tutik ikut menetes. Tak tega melihat Nura seperti itu.
Entah bagaimana bisa membantu, Bi Tutik hanya bisa menjaga nya. Memberi semangat dan berusaha menanamkan pikiran positif pada Nura. Hanya ingin menjadi jembatan terbaik untuk mereka berdua.
Karena hanya itu yang bisa dia lakukan.
Tak berani ikut campur banyak dengan majikannya.
ruang kerja Leon
"Stefy.. tolong kemari sebentar!"
Ucap Leon melalui pesawat telpon nya.
"Oh..baik tuan."
Mendengar dirinya di panggil. Dengan mantap ia berjalan. Ia tau ini akan terjadi.
"Anda memanggil saya tuan ?"
"Kenapa tuan Howard tidak datang kemarin ?'
Ucapnya dingin sambil sibuk melihat komputer nya.
Ya, pada dasarnya Leon tidak begitu dekat dengan setiap karyawan.
Dan tidak ingin mendekatkan diri.
"Tuan...."
"Saya minta maaf"
Stefy membungkuk kan badannya.
"Ini kesalahan saya. Tolong jangan pecat saya . Saya membutuhkan pekerjaan ini"
Leon menghentikan aktivitas nya dan melihat ke arah Stefy.
"Ternyata tuan Howard menunda pertemuan nya . Beliau meminta waktu 3 hari lagi."
"Kenapa ?"
"Entahlah tuan...."
"Ya sudah, ya sudah bangun kamu. "
Menyuruh Stefy bangkit karena masih saja membungkuk di depan nya.
"Oh... terimakasih tuan."
"Kamu boleh keluar!"
Ucap Leon dan melanjutkan kembali aktivitas dengan komputernya.
"Tuan... untuk masalah kemarin"
"Lupakan saja. Mungkin aku yang tidak bisa minum anggur."
Karena memang Leon tidak pernah meminum anggur sebelumnya.
Bahkan sekali mabuk saja sempat tepar kala itu.
"Baik kalau begitu saya permisi tuan.."
Dibalas dengan anggukan dari Leon.
"Semudah itukah ?he...he..."
Batin Stefy bahagia.
Rumah Alex
Angga bangun dari tidurnya.
"Jam 11.00 ?"
"Astaga , kenapa kak Leon tidak membangun kan aku. Aku harus kekantor. Apa dia marah padaku ? Bodoh.....bodoh..."
Dengan cepat Angga bangun hendak bersiap. Sampai di depan pintu. Angga melihat pintu kamar Nura terbuka.
"Sebentar saja lihat. Yang penting dia baik-baik saja"
Batin Angga untuk melegakan hatinya. Berharap sang pujaan hati baik-baik saja.
Betapa terkejutnya Angga . Saat ia berjalan, dan menginjak beberapa kertas berserakan di depan pintu.
Makam
Lelah Nura menangis, Ia mulai bangkit dan meninggalkan makam.
"Ayah... Nura mau pulang. "
Ucapnya pada batu Nisan.
"Ayah baik-baik ya di surga"
"Heh.... pulang? pulang kemana ? Ironis sekali"
Batin nya menertawai dirinya sendiri.
Nura menganggap rumah yang hangat itu(Rumah Alex), kini sudah jadi neraka yang sangat panas.
Dengan sekuat tenaga Nura berdiri. Entah kenapa perutnya begitu tak nyaman.
"Ah......sakit..."
Rintihannya sembari memegang perut yang masih datar, Perutnya terasa begitu tegang.
Nura terus memegang perut yang entah kenapa tiba-tiba begitu sakit.
Nura berjalan dengan pandangan yang mulai bertaburan. Nampak sekeliling nya tidak begitu jelas.
Sesekali menggoyang kan kepala agar pandangan nya kembali normal.
"Bukkkkk...."
"Nona Nura....."
Teriak Bi Tutik dari kejauhan, sedari tadi ia menunggu Nura. Karena khawatir.
Dengan cepat Bi Tutik mendekati tubuh Nura yang sudah jatuh ke tanah.
Ia menopang tubuh Nura yang sudah tidak sadar.
"Hah... bagaimana ini... Nona... Nona bangun"
Bi Tutik berusaha membangunkan Nura dengan menepuk-nepuk pipinya lembut.
Perasaan panik tidak karuan.
"Tuan Leon... iya... aku harus menghubungi nya."
Dengan cepat tangan Bi Tutik kesana kemari mencari ponsel. Untuk ponselnya ada di kantung celananya.
Ruang rapat
Leon melihat panggilan di ponselnya.
"Bi Tutik... ?"
"Kenapa ?"
"Tolong rapatnya berhenti sebentar. Saya ada urusan"
Pinta Leon pada Boy(asisten Leon) untuk menghentikan rapatnya.
Leon berjalan keluar dari ruang rapat dan mengangkat panggilan.
"Iya Bi.. ada apa?"
"Halo... halo tuan Leon... Nona Nura tuan..."
"Nura.. kenapa dengan nya ?"
"Dia pingsan...Aku akan segera kesana. Tunggu bi!"
"Pingsan...?"
Dengan cepat Leon berlari hendak meninggalkan gedung.
"Kami ada di makam XX. "
"hah...Makam XX ? Kenapa bisa sampai ke sana ?"
Ucap Leon panik. Lift yang turun serasa begitu lama. Sampai berulangkali menekan panah turun, agar pintu lift tidak terbuka.
"Tuan... cepatlah kemari... !"
"Tuan... Nona Nura ... Nona Nura mengeluarkan darah... "
Bi Tutik melihat darah segar mengalir membahasi paha Nura.
Tubuh Bu Tutik gemetar ketakutan. Ini seperti pertanda keguguran.
"Apa.... !"
"bi... tolong jangan panik.. Aku segera sampai. Tolong tunggu aku"
Mata Leon mulai berkaca-kaca karena begitu paniknya.
Leon sudah sampai di mobilnya.
"Paman... biar aku yang setir. Berikan kuncinya!"
Ucap Leon pada paman Joni yang masih asik minum kopi di warung samping kantor.
Paman Joni yang bingung dengan cepat memberikan kunci mobilnya.
Secepat kilat Leon berlari menuju parkiran.
Selama dirinya mengemudi, Leon memukul setir mobil berulang kali. Hingga tangannya memar karena pukulan.
"Aku mohon kau baik baik saja Nura.. aku mohon tunggu aku"
Tak butuh waktu lama sampailah Leon dan langsung masuk ke area makam mencari Nura dan Bi Tutik.
"Hah... ha...."
Leon melihat darah yang sudah mengalir hampir membasahi kaki Nura.
"Tuan Leon.. "
Panggil Bi Tutik.
Dengan cepat Leon menggendong tubuh Nura. Tak terasa air matanya tiba-tiba jatuh tak tertahan.
"Nura... Nura lihat aku... Nura aku mohon kau harus baik-baik saja... bertahanlah. "
Hai readers, bantu like dan vote nya ya😭😭
supaya author semangat terus. Terimakasih ya semuanya yang sudah dukung 🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dedeck AZza
datang lagi membawa like tentunya 😘😘
hadir juga di lapak ku yuk kakak 🤗🤗
2020-10-21
0