Adiwijaya dan ningsih tersenyum senang dan bahagia. Mereka bersyukur putri kedua mereka diberi kesempatan menjadi seorang ibu walaupun Sabrina tidak di lahirkan dari rahim Andhini.
***
Tahun tahun berikutnya, tampak seorang gadis masih berpakaian sekolah berlari masuk ke kediaman Adiwijaya. Hijabnya terkibar-kibar saat berlari masuk ke halaman rumahnya, pak Slamet yang sedang mengelap mobil tampak heran saat melihat gadis itu berlari-lari dengan senyuman yang tidak hilang dari wajah cantiknya.
Ningsih sedang merajut, duduk tenang di kursi beranda rumahnya.
“eyaaaaaang” panggil gadis muda itu langsung memeluk dari belakang eyangnya.
“Eh... Eh... Eh... sabrina.... Ono opo toh nduk. Napa sampeyan ora teka lan salam dhisik?(ada apa sayang, datang-datang kok tidak salam dulu)?”Kata Ningsih memegangi lengan Sabrina yang mengalung di lehernya.
Gadis cantik berhijab itu melepaskan tangannya, dia duduk di lantai dengan kepalanya menompang di paha kaki Ningsih.
Gadis itu adalah Sabrina kecil yang kini sudah menjelma menjadi gadis berparas cantik, rambutnya kini telah tertutupi dengab hijab lebar sampai ke dadanya menambah kecantikannya lahiriahnya. Ningsih membelai wajah cucunya dengan lembut, dia menanti jawaban yang membuat Sabrina begitu tampak bahagia.
“eyang, sabrina berhasil. Tadi ibu guru manggil sabrina ke kantor mengasih surat ini ke sabrina” kata Sabrina dengan wajah sumringah.
Ningsih meraih surat di tangan Sabrina, lalu membaca kata perkata.
“ Jadi kamu mendapat kesempatan untuk kuliah di Universität Hamburg, Jerman?”
“iya eyang putri, Sabrina berkesempatan untuk kuliah kedokteran di sana. Tadi ibu guru sendiri yang mengatakannya, Sabrina sangat senang, eyang"
Ningsih tersenyum senang melihat cucunya tampak begitu bahagia. Dia begitu bangga pada Sabrina, karena kecerdasan Sabrina sejak masih sekolah dasar dia sering lompat kelas hingga usia 17tahun sabrina menamatkan Sekolah Menengah Atas. Beberapa kali Sabrina mengambil cuti sekolah agar saat tamat sekolah umurnya cukup saat masuk universitas nantinya.
Wali kelas Sabrina sangat takjub dengan kecerdasan Sabrina, dia berinisiatif mendaftarkan Sabrina kuliah di Jerman tepatnya di Universität Hamburg jurusan kedokteran. Jurusan yang menjadi impian Sabrina saat melihat Ayah angkatnya Wiyasa yang seorang dokter umum. Dia terinspirasi dengan Wiyasa yang berdedikasi dengan pekerjaannya.
“jadi kamu lulus masuk Universität Hamburg di Jerman nduk?” tanya Ningsih.
“Iya eyang, sabrina sangat senang. Akhirnya impian Sabrina menjadi dokter akan terwujud”
“Impian siapa yang akan terwujud?”
Terdengar suara Adiwijaya yang baru kembali dari memeriksa pabrik batik milik keluarga Adiwijaya.
Sabrina berdiri, menghampiri eyang kakongnya. Dia mencium tangan dan memeluk erat Adiwijaya saking bahagianya.
Tangan kiri Adiwijaya membelai lembut kepala Sabrina yang tertutupi hijabnya.
“eyang, sebentar lagi Impian Sabrina akan terwujud. Sabrina mendapat kesempatan untuk kuliah di Jerman”
Adiwijaya tertegun dan menatap istrinya. Ningsih berdiri dari duduknya menghampiri suaminya yang masih tertegun mendengar kabar jika Sabrina akan kuliah di Jerman.
Ningsih memperlihatkan surat dari pihak sekolah yang memberitahu jika Sabrina mendapat kesempatan untuk kuliah di Jerman. Adiwijaya melangkah duduk di bangku yang tersedia di beranda rumahnya.
Mobil Wiyasa masuk ke pekarangan rumahnya, Wiyasa dan Andhini turun dari mobil lalu pak Slamet mengambil Alih mobil Wiyasa untuk di parkirkan di garasi mobil.
“Assalamualaikum” Andhini dan Wiyasa mengucapkan salam. Sabrina menghampiri kedua orang tua angkatnya dan mencium tangan mereka.
Wiyasa dan Andhini lalu menghampiri Adiwijaya dan Ningsih yang duduk di bangku beranda kediaman mereka.
“Ada apa ini anak gadis bapak. Kelihatan begitu senang dan bahagia?” tanya Wiyasa ikutan duduk di bangku di samping bangku Adiwijaya.
“Iya pak. Kok ada pancaran sinar kebahagiaan di wajah anak gadis mu? Pasti mau minta sesuatu kan?” tebak Andhini duduk dibangku samping Ningsih dan Wiyasa.
“Hmmm, kali ini tebakan ibu salah” kata Sabrina yang masih tersenyum senang.
Adiwijaya tersenyum, dia memberikan kertas yang di pegangnya kepada Andhini dan Wiyasa.
Dengan perlahan lahan Wiyasa membaca surat pemberitahuan yang di pegangnya. Matanya langsung berbinar dengan pancaran kebahagiaan.
“jadi kamu dapat kesempatan kuliah di jerman nduk?” tanya Wiyasa
“beneran ini mas? sabrina, beneran kamu dapat kesempatan kuliah di jerman sana?” andhini kembali membaca surat pemberitahuan itu berkali kali.
Dia begitu bahagia dan langsung memeluk Sabrina dengan erat. Di peganginya wajah Sabrina diciuminya bertubi tubi seluruh wajah cantik gadis itu.
“Eh...eh..eh... Udah dong dek, liat Sabrina jadi nggak bisa nafas tu. Diciumi terus sama kamu” kata Wiyasa mengingatkan Andhini.
Andhini memeluk senang Sabrina, air matanya menetes, terharu dengan keberhasilan putrinya. Tangan Sabrina menyeka air mata yang menetes di pipi ibunya.
“Ibu jangan nangis dong, Sabrina kan bawa kabar baik bukan kabar yang sedih?” kata Sabrina.
“ibu tu senang dengan keberhasilanmu nduk, selamat ya sayangnya ibu, o ya kamu akan kuliah di kampus mana sayang” tanya andhini.
“Universität Hamburg, bu” kata Sabrina.
“trus kapan kamu akan berangkat ke Jerman, nduk?” tanya Wiyasa.
Kini wajah Sabrina berubah sendu, membuat kedua eyang dan kedua orang tuanya bingung.
“ loh...kok anak ibu sedih? Ada apa nduk?” tanya Andhini sambil memeluk Sabrina putrinya.
Sabrina masih diam, dia bingung bagaimana menjelaskan kepada keluarga yang sangat dia sayangi dan cintai.
“Sabrina sini duduk dekat eyang” Adiwijaya menyuruh Sabrina duduk di sampingnya. Wiyasa beralih duduk di depan Adiwijaya dan Ningsih.
“Kenapa nduk? Ayo jujur sama eyang kakong mu ini” tanya Adiwijaya
“Sebenarnya... Sebenarnya bulan depan Sabrina sudah harus ada di jerman untuk memulai semester awal” kata Sabrina.
Adiwijaya, Andhini, Ningsih dan Wiyasa tertegun dengan penuturan Sabrina. Kini mereka paham dengan kesedihan Sabrina,
“Nduk...cucunya eyang. Eyang sangat senang kamu dapat melanjutkan pendidikanmu ke jenjang yang lebih tinggi, teknologi di jaman sekarang sudah sangat maju. Tentunya kita masih bisa berkomunikasi, kejarlah impian mu nduk” hibur Adiwijaya,
“Sabrina sedih eyang, akan sangat jarang bertemu dengan eyang kakong, eyang putri, bapak juga ibu. Untuk bisa menyelesaikan S1 aja bisa membutuhkan waktu 4 tahunan. Sabrina pasti akan sangat kangen” kata Sabrina menunduk sedih.
“nduk, cah ayunya eyang putri. Jangan sedih, toh kalo kamu kangen kan bisa video telepon ke hpnya ibumu. Sudah kamu jangan sedih, kamu sudah beri tahu sama pak lek dan buk lek mu di Jakarta? Ntar mas dan adik-adikmu pada demo ke kami karena nggak ngasih tau mereka” kata Ningsih.
“Astagfirullah, sabrina lupa eyang. Ya udah sabrina permisi dulu ke kamar, sekalian ngasih kabar sama pak lek dan buk lek di Jakarta” kata Sabrina.
"jangan lupa langsung shalat yo" kata Ningsih
"iya eyang," kata Sabrina mencium pipi Ningsih lalu berlalu pergi menuju kamarnya
Adiwijaya menarik nafas lega membuat Ningsih, Wiyasa dan Andhini bingung.
*************
terus dukung Author
dengan cara like, vote dan tipnya.....😊😊😊
jangan lupa juga kasih rate nya ya....😊😊😊
( Π_Π )
makasih..... tetap semangat 🤗🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
V-hans🌺
bahasa jawanya salah kaprah... mending gk usah di kasih bahasa Jawa pakae baha indo aja....
2024-04-21
0
Anonymous
Authot orang mana ya? Kok bisa ada bahasa jawa macam begini.. sayang banget karyanya ternoda oleh penggunaan bahasa daerah yg kacau
2023-09-09
0
Qiza Khumaeroh
terharu bhagia thoorrr,, buat arman jd gelandangan thoorrrr,,,
2021-01-16
4