Pagi masih buta, Via sudah bangun dan segera menyelesaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Hari ini dia mendapatkan perintah dari ibu mertuanya untuk mengawasi tukang bangunan di rumah Mirza yang dikontrakan di kota. Uudah kayak mandor aja ya? Tapi Via tak ingin mengecewakan ibu mertuanya itu. Maka setelah selesai semua tugas rumah dan membuatkan Ica sarapan, Via coba memberi pengertian pada anak itu agar tak kecewa harus diantar pulang dulu.
"Ica nggak papa kan tante Via antar pulang dulu? Nanti sore tante jemput Ica lagi."
"Iya, nggak papa Tante." Sahut Ica sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
Syukurlah, anak ini nggak pake merajuk lagi.
"Tapi nanti bawa oleh-oleh ya?"
Hem, pasti nggak mau rugi dia. Dasar si Ica!
"Oke, mau dibawain apa emangnya?""
"Apa aja boleh, Tante." Sahut Ica yang lagi sibuk mengunyah. "Baju, boneka barbie, atau mainan lainnya juga boleh."
Via tersenyum. Tak bisa disalahkan juga si Ica. karena dirinya dan Mirza terbiasa memberikan oleh-oleh ataupun barang kesukaan Ica, jadi wajar aja kalau Iha selalu minta dibelikan sesuatu kepada Via ataupun Mirza.
"Oke." Sahut Via.
Setelah selesai sarapan, Ica langsung diantar pulang.
Halaman rumah kontrakan Tia yang tak begitu luas nampak sudah bersih. Tia memang selalu bangun pagi bahkan sebelum ayam jantan berkokok pun dia sudah bangun. Nampak Arya keluar membawa keranjang dan meletakkannya dia atas motor bebeknya.
"Mau nganter pesenan, Mas?" Sapa Via pada Arya.
"Iya, mbakmu dapet orderan lumayan banyak hari ini." Arya mengikat keranjanya dengan tali karet di jok belakang. "Ica kok udah pulang?" Sambungnya.
"Iya, Mas. Aku ada kerjaan dulu, nanti sore aku jemput lagi."
"Kalo kamu sibuk, nggak usah, Vi." Ujar Tia yang baru muncul dari dalam, rupanya dia tadi dengar pembicaraan Via dan Arya.
"Bunda, aku dikasih uang 50 ribu lho sama Eyang Ndang." Ica memamerkan uang yang diambil dari sakunya.
Tia hanya tersenyum, dia sudah tahu kalau mertuanya Via menyayangi Ica seperti cucunya sendiri meskipun dia juga sadar bahwa sikap Bu Een seperti apa kepada Via.
"Ya udah, Ica turun dulu. Tante Via mau buru-buru pergi tuh, kasihan nanti kalau terlambat ya?" Bujuk Tia pada anaknya.
Via bergegas menuju kota melajukan motornya ke arah timur berlawanan dengan matahari yang perlahan-lahan merangkak naik. Sinarnya terasa hangat pada wajah mulus Via yang pagi itu masih nampak galau karena semalaman bahkan hingga pagi ini pun Mirza belum juga memberinya kabar.
Karena jalanan cukup lengang, tak sampai 40 menit Via sampai di komplek perumahan Griya Bumi Permai. Dua rumah yang dibeli Mirza di sana letaknya bersebelahan. Tampak ada beberapa orang laki-laki yang sepertinya tukang suruhan mertuanya sudah ada di sana.
"Permisi, Bapak tukang yang mau pasang kanopi ya?" Tanya Via pada salah seorang bapak-bapak di sana.
"Eh ada Mbak Via?" Sapa seorang wanita yang hampir seumuran dengan Bu Een yang keluar membawa teko dan beberapa gelas di nampan untuk para bapak tukang.
Via segera menghampirinya. Bu Atun, nama ibu yang ngontrak di rumah Mirza itu. Orangnya ramah meskipun kadang suka agak lebay.
"Iya, Bu. Saya di suruh Ibu buat ngawasin tukang katanya."
"Halah, Ibu mertuanya Mbak Via itu loh kayak enggak percaya sama saya." Seloroh Bu Atun. "Kan ada saya disini , saya juga bisa sekalian ngawasin tukangnya, kenapa pakai repot-repot nyuruh Mbak Via segala?" Lanjutnya dengan gaya khas emak-emak rempong.
Via hanya tersenyum, tapi dalam hatinya mengiyakan juga perkataan Bu Atun tadi.
"Ayo, Mbak masuk dulu!" Ajak Bu Atun kemudian.
Via mengikuti Bu Atun ke ruang tamu. Sebelumnya Via dan Mirza memang sering berkunjung ke rumah yang dikontrakkan ke Bu Atun itu, jadi Via sudah tak canggung lagi.
"Dicobain, Mbak." Bu Atun meletakkan sepiring getuk di atas meja tamu lengkap dengan segelas teh yang masih mengepul.
"Wah, kok repot-repot, Bu?" Via jadi tak enak.
"Ah, nggak. Ini sengaja saya sediain buat yang kerja juga. Ya biarpun mereka kerjanya borongan, tapi kan nggak ada salahnya disediain minuman dan cemilan. Biar tambah semangat gitu Mbak, kerjanya." Cerocos Bu Atun.
Via senyum, lantas mencomot getuk di depannya, karena taburan parutan kelapa mudanya begitu menggoda. "Saya cobain ya, Bu."
"Oh, ya silahkan ... silahkan, Mbak."
Bu Atun lantas menceritakan kalau kemarin pagi Bu Een datang kesana sebelum belanja sembako untuk warung klontongnya buat ngasih tau Bu Atun kalo hari ini mau ada tukang pasang kanopi untuk rumah yang dikontrak bu Atun dan bu Windi disebelahnya.
Via mendengarkan sambil mencomot lagi getuk lindri dihadapannya. Padahal dia udah sarapan nasi goreng bareng Ica, tapi kue tradisional macam itu begitu menggoda seleranya.
Para bapak tukang terlihat mulai sibuk bekerja, mobil peralatan yang membawa bahan kanopi pun sudah datang. Via masih asyik mendengarkan cerita Bu Atun. Kali ini dia lagi ngomongin Bu Windi yang ngontrak disebelahnya.
"Jarang pulang dia, Mbak. Sekalinya pulang udah larut malam gitu." Paparnya kali ini dengan gaya khas emak-emak rumpi.
"Ya mungkin lagi banyak kerjaan dia, Bu." Via menyahut seadanya.
"Ih, kerjaan apa sampe malem begitu? Udah gitu, yang nganter laki-lakinya beda-beda terus, Mbak." Bu Atun tambah semangat.
"Bu Atun kok tau?"
"Ya kan saya ngintip dari balik gorden, Mbak. Habisnya kepo saya!" Bu Atun blak-blakan.
"Udah ah, jangan ngomongin orang. Ntar jadi fitnah lho." Via mengingatkan.
"Eeh, ini fakta, Mbak! Fakta!"
Via malah terkekeh melihat Bu Atun yang jiwa ghibahnya begitu bergejolak manakala melihat kesempatan untuk menyebarkannya.
"Oya, Mbak Via kok sendirian? Mas Mirzanya kemana, tumben nggak barengan?" Tanya Bu Atun kemudian.
Via berubah datar, "lagi ke Jakarta, Bu."
"O ..." Bibir Bu Atun membulat sambil msnggut-manggut. "Lagu ngurus mau berangkat berlayar lagi ya?" Jiwa kepo Bu Atun kembali bangkit.
"Bukan, cuma lagi ada perlu aja kok." Via berusaha menahan rasa gundahnya sendiri.
Disaat yang sama; di rumah Om Jaka,
Mirza menggeliat bangun dari tidurnya. Mengusap wajahnya dan mengambil ponselnya yang masih belum on. Ia kemudian menyibak gorden kamar disamping tempat tidur.
Slap!
Sinar matahari langsung menyerangnya tanpa permisi.
"Astaga! Kesiangan!" Mirza terperanjat kaget lantas mencoba mengaktifkan gawainya.
Cenut cenut
Bunyi ponsel Mirza pertanda low batt.
Mirza mencari charger ditasnya tapi nggak nemu.
"Haduh, Via pasti marah nih aku sama sekali belum ngasih kabar." Gerutu Mirza kesal pada dirinya sendiri. "Aarrgh! Ini gara-gara Sofi!"
Kreek...
Sura pintu kamar dibuka.
"Za? Kamu udah bangun?" Om Jaka masuk dan mendapati wajah gusar Mirza.
Mirza tak menyahut.
"Cepetan mandi, nanti temui Sofi di klinik." Ucap Om Jaka yang melihat Mirza masih diam lantas keluar kamar.
"Om." Panggil Mirza menghentikan langkah Om Jaka. "Aku akan pulang nanti siang."
Om Jaka menoleh, menatap Mirza tajam, "selesaikan dulu masalahmu. Jangan jadi pengecut!"
___
___
Berrrsambuung,
makasih udah setia baca ya 🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
iefat
lanjutt
2021-04-16
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
cinta pak bos hadir lagi
2021-01-09
0
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
sekian lama aq hiatus
maaf aq br berkunjung lagi kak...
aq kebut yaa...
2021-01-06
0