Tap tap tap ...
Lelaki pengendara motor yang tak lain adalah Danar berjalan mendekati Mirza yang baru turun dari mobil.
"Lain kali hati-hati." Ucap Danar datar tapi roman wajahnya lebih bersahabat.
Mirza menatap Danar sejurus. Lantas tersenyum, lega juga hatinya mengetahui orang yang hampir ditabraknya tak jadi marah padanya.
"Sekali lagi maafkan saya. Saya tadi lagi kurang fokus."
"It's ok." Sahut Danar.
"Oya, saya Mirza." Mirza mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
"Danar." Balas Danar.
"Sebagai permintaan maaf saya ke Mas Danar, bagaimana kalau kita makan siang atau sekedar minum kopi?" Ajak Mirza pada Danar ramah.
"Oh, nggak usah repot-repot. Makasih, saya masih ada keperluan." Tolak Danar halus.
"Oke, mungkin lain kali ya Mas?"
"Panggil Danar saja tidak usah pakai mas segala, karena sepertinya kita seumuran kan?"
Mirza mengangguk tanda setuju. Danar lantas melihat jam tangannya, "Maaf aku nggak bisa lama-lama nih, aku duluan ya. "
Mirza membalas dengan melambaikan tangannya, lantas melanjutkan perjalanan menuju rumah Firman.
Hari bergulir sore, Via di rumah masih berkutat dengan kesibukannya di dapur memasak dengan menu seadanya dari bahan-bahan yang ada di kulkas.
Selesai mandi dan merapikan diri Via menuju gazebo di belakang rumah. Sore harinya dihabiskan dengan memberi makan ikan-ikan kecilnya di kolam. Via melemparkan makanan ikan dari gazebo sambil mengayun-ayunkan kakinya.
Kruwok wok
Bunyi pesan masuk di ponsel Via mengganggu keasyikannya sore itu. Via membuka pesan yang ternyata dari Riri.
Mbak Via tolongin aku dong, motor aku mogok nih pulang dari kursus. Mana di tempat sepi lagi nggak ada orang.
Karena sangat khawatir dengan Riri tanpa pikir panjang Via langsung menelpon Riri.
"Halo Mbak, tolongin Riri dong ..." Terdengar suara cempreng Riri dari seberang meminta tolong.
"Kamu di mana sekarang?" Tanya Via khawatir sekali.
"Di jalan, mbak cepetan dong tolongin. "
"Iya, di jalan mana?"
"Di... " Riri mikir sebentar. "Oh ini kayaknya arah mau ke rumah sakit, Mbak."
"Kok bisa nyampe situ?" Tanya Via heran karena harusnya arah jalan pulang Riri tidak ke arah sana.
"Ya nggak tahu Mbak. Tadi kan pas motor aku mogok, aku tuntun maksudnya mau cari bengkel, eh nggak tahunya nyampe sini."
"Ada-ada aja deh kamu! " Via ngomelin Riri.
"Ye, ya mana aku tahu kalau motorku mau mogok, Mbak!" Protes Riri. "Udah cepetan mendingan Mbak Via bangunin Mas Mirzanya, bilangin sekarang juga suruh ke sini. Tadi aku teleponin hp-nya nggak aktif! Mas Arya juga aku telepon katanya dia lagi nganter penumpang, jadi nggak ada yang bisa nolongin aku deh. Mana ini udah sore Mbak, nggak ada bengkel yang buka kayaknya." Riri terus nyerocos dari seberang.
Via terdiam.
Mas Mirza hp-nya enggak aktif? Masa sih? Kok tumben? Ah mungkin low batt. Nggak mungkin banget Mas Mirza sengaja mematikan hp-nya.
Via bertanya-tanya dalam hati tapi tetap ingin berprasangka baik tentang Mirza.
"Mbak? Mbak Via denger aku kan?" Suara Riri mengagetkan Via.
"Eh iya iya. Kamu tunggu situ, Ri. Mbak segera ke sana sekarang. Kamu jangan kemana-mana."
"Lho, Mbak Via yang mau nyusul aku? Emang Mas Mirzanya ke mana?"
"Ah bawel kamu! Udah pokoknya tungguin di situ jangan kemana-mana! Kalau ada apa-apa cepat kabarin. Mbak susul sekarang!"
Via bergegas bersiap dan meraih kunci motor lantas melesat menuju tempat yang dimaksudkan oleh Riri.
Sepanjang perjalanan Via memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengapa Mirza bisa menonaktifkan hp-nya. Akan tetapi perasaan khawatirnya pada Riri mengalahkan rasa curiganya pada Mirza. Via menambah laju kecepatan motornya karena hari sudah semakin sore.
Di perbatasan kota arah menuju rumah sakit Riri sedang menunggu kedatangan Via di bawah pohon Mahoni yang rindang. Sesekali memang nampak orang yang lewat pengendara motor atau pun mobil tapi Riri takut meminta tolong.
Jam tangan Riri menunjukkan pukul 5 lebih 10 menit, matahari semakin condong ke arah barat. Beberapa kali Ririn mengecek hp-nya takut ada pesan masuk dari Via tapi ternyata tidak ada.
Perjalanan dari rumah Via menuju perbatasan kota membutuhkan waktu kira-kira 30-40 menit. Ah tapi kakaknya itu kan tidak pandai ngebut naik motor seperti dirinya? Riri mencoba bersabar. Riri membuang jenuh dengan memainkan daun-daun kering yang ada di bawah pohon Mahoni dengan ujung sepatunya.
Tiba-tiba tanpa disadarinya ada seorang laki-laki pengendara motor berhenti.
"Kenapa motornya, mogok ya?" Tanya si pengendara motor itu sambil membuka helmnya.
Riri tak langsung menjawab. Dia menatap curiga dan penuh waspada pada pengendara motor yang kini turun mendekatinya.
Riri beranjak bermaksud mengambil kunci motor yang masih menggantung di motornya. Tapi si laki-laki itu lebih cepat dari Riri.
"Sori, aku bongkar sebentar boleh ya?"
Si laki-laki sudah mengambil perkakas montir seadaanya yang tersimpan di bagasi jok motor Riri tanpa menunggu persetujuan Riri.
Jangan-jangan motor aku mau di bawa kabur. Batin Riri curiga.
Riri berdiri tak mau jauh dari motornya sambil sesekali clingukan waspada.
Bisa aja nih orang berkomplot dengan seseorang mau begal motor atau ngejambret tas atau handphone atau dompet gue dengan modusnya pura-pura nolongin.
Riri mendekap erat tas gendongnya masih sambil pasang kewaspadaan tingkat tinggi.
"Motor kamu nggak papa kok." Ujar si lelaki itu lantas coba menstarter motor Riri dan ternyata berhasil.
Riri takjub dibuatnya.
Perasaan tadi belum diapa-apain kok udah bener aja? hebat juga nih orang! dia tukang sulap apa montir sih? bisa banget benerin motor dalam waktu sekejap.
"Oh, udah bener ya. Wah makasih ya Pak, eh Mas ... eh om... " Riri jadi salah tingkah sendiri dan merasa malu karena tadi sudah berburuk sangka sedemikian rupa.
Si laki-laki hanya tersenyum melihat tingkah Riri.
"Ya udah mendingan kamu cepetan pulang, udah sore. Bentar lagi gelap, nggak baik anak gadis sore-sore masih di jalanan."
Riri malah nyengir. "Iya, sekali lagi makasih ya. Aku nggak tau deh gimana jadinya kalo tadi nggak ada yang nolongin."
Lelaki itu kembali tersenyum sambil membereskan peralatan montir dan memasukkannya kembali ke bagasi motor Riri.
NGIIIK!!
Sebuah motor matic berhenti.
"Ri?" Panggil Via yang langsung turun dari motornya.
"Eh, Mbak ... Alhamdulillah motorku udah bener." Seru Riri girang. "Ini berkat bantuan Mas ... "
Si laki-laki menoleh.
Via dan laki-laki itu sama kagetnya.
"Kamu ... " Ucap Via dan Danar hampir berbarengan. Ya, laki-laki yang udah nolongin Riri itu ternyata Danar.
Riri memandangi kakaknya dan laki-laki asing yang baru saja menolongnya bergantian.
"Mbak Via kenal sama Mas ini?" Tanya Riri polos.
Via hanya tersenyum sedikit canggung.
"Makasih ya udah nolongin adik aku." Ujar Via pada Danar.
"Oh, jadi dia adik kamu?" Danar juga tiba-tiba jadi canggung.
Mereka kemudian saling diam. Riri merasa sedikit aneh pada sikap kedua orang di depannya.
"Ehm, permisi ... " Ujar Riri kemudian. "Ini masih lama nggak ya acara diem-dieman kayak gini?" Lanjut Riri dengan tatapan aneh.
"Oh, iya. Maaf, aku harus segera ke rumah sakit." Danar seperti baru tersadar akan sesuatu.
"Siapa yang sakit?" Tanya Via sedikit khawatir.
"Ayah aku. Maaf ya, aku duluan. " Danar berlalu dengan motornya diikuti dengan pandangan Via.
"Mbak?" Tegur Riri.
"Ya?"
"Mbak Via mau pulang apa mau kemah di bawah pohon sini sambil nungguin orang tadi pulang?"
Kontan saja Via melotot kesal.
___
___
bersambung ☺️
penasaran apa yang terjadi dengan Via dan Danar setelahnya?
jangan lupa kasih like, komen, bintang dan vote ya.. biar author makin semangat nulisnya..
terima kasih 🙏❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Penulis Jelata
Ini kebetulan atau takdir yak, Via ketemu lg ama Danar🙂
2021-06-24
0
S R
Support selalu untukmu kak
2021-04-30
0
Sakurahma
salam dari Crystal Edelweis 😍
tetap semangat ya kak
dan jangan lupa feedback
2021-02-06
0